Selasa, 06 November 2012

Semakin CINTA, bukan malah Kecewa


Saudaraku….Seiring dengan gerak teratur waktu, yakinlah bahwa kita akan menemukan potret sesungguhnya dari pasangan kita. Potret utuh tanpa sekat dan kepalsuan. Sekali lagi, seiring dengan bergeraknya jarum jam di dinding rumah kita, kita akan menguak seluruhnya tentang istri kita. Kita akan memiliki pengetahuan yang sebelumnya belum pernah kita ketahui.

Setelah kita menikah dengan istri kita beberapa waktu, kita akan menemukan potret yang tidak lagi ‘monochrome’  tentang dirinya. Kita akan mengalami yang sama. Lalu, dengan pengetahuan itu, akan muncul dua opsi : kita semakin mencintainya atau kita akan kecewa dengannya.


Terlebih ketika pernikahan yang akan dilakukan sejak awal berparadigma tuntutan, bukan sebagai ruang tegur sapa keilmuan; bukan sebagai ruang meningkatkan keimanan; tempat masing masing kita berkesempatan belajar, juga ruang kita saling menguatkan dan meningkatan keimanan. Bukankah sejatinya kita mendesain rumah tangga kita sebagai rumah para pembelajar, madrasah bagi generasi Rabbani ?

Begitulah semestinya kita membangun keluarga, rumah tangga yang dibangun diatas bingkai keluarga pembelajar. Para suami bukan konsumen yang menuntut pelayanan dengan menihilkan kekurangan istri. Masing masing memiliki kelebihan. Kata Nabi Shallallahu alaihi wassallam : wafii kulli khair ( tiap kita memiliki petensi, kelebihan, kebaikan). Tapi sebagaiamana tabiat alam, tak ada yang sempurna pada diri makhluk. Masing masing kita juga memendam kelemahan.

Kiranya pesan Rasulullah berikut patut untuk dijadikan renungan : Janganlah seorang mukmin memarahi seorang mukminah ! apabila tidak suka terhadap salah satu perangainya, maka masih ada perangai lain yang menyenangkan.” (HR.Muslim).

Ada sisi lain dari kepribadiannya yang sebenarnya sangat mempesona. 
Persoalannya, bagaimana kita menemukannya ? menempatkan istri kita dalam posisi istimewa. Ia sangat berarti dalam hidup kita. 
Sesungguhnya istri kita memiliki rekening peran yang luar biasa besar bagi keluarga. Sayangnya, kita jarang jeli menangkap setiap peran yang dilakukan. 
Kenapa ? sebagian suami menganggap bahwa apa yang dilakukan para istri merupakan kewajaran. Begitulah yang seharusnya dikerjakan oleh istri, pikir kita. Kita melihat pekerjaan istri tidak terlalu menarik. Kehadiran seorang istri terasa tidak bermakna. 
Innaa lillaah wa inna ilayhi rojiuun... pada Allah ta’ala kita berlindung atas semua sikap itu.

Akhirnya, makna kehadiran akan lahir dalam kepergian. Ketika kekasih (baca : pasangan)  kita tidak ada, barulah kita membutuhkan kehadirannya. Rumah terasa sunyi, sejumlah kerepotan akhirnya kita rasakan. Dan tidak ada tempat berbagi serta bercerita. Padahal sebelumnya, ketika ia hadir kita tidak cukup memperhatikannya.

* tadi pagi ketika dhuha, ada ikhwan kantor yg bercerita..kebetulan saat ini istrinya tengah dirawat di rumah sakit. 
ikhwan tersebut bertutur :  ketika istri saya harus opname dirumah sakit, saya berkesempatan pulang sejenak . begitu membuka pintu rumah kontrakan, saya merasakan ada yang hilang. Sepi, posisi barang barang, buku buku, dan tata letak ruangan, mengingatkan saya pada kehadirannya. Sisi melankolis saya menyeruak hadir. Saya pejamkan mata. Tapi pelupuk mata saya tidak kuasa menahan air mata. Saya menyadari bahwa saya butuh dia .... *


Lihatlah bagaimana Rasulullah Saw tidak dapat melupakan Khadijah binti Khuwailid, meskipun beliau telah lama meninggal. Goresan kenangan itu terus ada. Bahkan, kenangan itu terasa membekas dan susah untuk dihapuskan. Sampai sampai aisyah bertutur dengan jujur bagaimana cemburu terhadap khadijah. Kecemburuan pada orang yang tidak lagi hadir. Tapi begitulah cinta. Ia tidak ingin dibagi. “Allah sekali kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam satu rongga “ (QS. Al-Ahzab;4). 

“Saya tidak pernah merasa cemburu pada istri –istri NAbi Shallallahu alaihi wassallam,” kata aisyah. Ia lalu melanjutkan , “ kecuali, terhadap khadijah. Padahal saya tidak pernah berjumpa dengannya. Tapi karena Rasulullah sering menyebutnya dan sering menyembelih kambing, lalu dipotong beberapa bagian dan dikirimkan pada kenalan kenalan baik khadijah itulah sebabnya”.

“saya sering berkata kepada Rasulullah  :” seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain khadijah ! “ maka beliau akan menjawab :” sesungguhnya khadijah itu begini dan begitu, dan hanya dengan dialah aku dikaruniai anak.” (HR.Bukhari dan muslim)

Suatu ketika halah binti khuwailid, saudari khadijah, pernah minta izin untuk masuk rumah Rasulullah saw . Rasulullah kaget, ia terhenyak sejenak. Ingatan beliau langsung tertuju pada khadijah; suaranya, raut wajahnya dan segala gerak geriknya. Maka, ketika kesadaran beliau hadir, dalam keterharuan beliau berkata :” ya Allah, Halah binti khuwailid. Kukira khadijah.”

Kisah Rasulullah bersama khadijah terlalu menarik untuk dibaca, dan menjadi hampa jika kita tidak belajar mewujudkannya. Mencintai dengan sepenuh hati. 
Wallahu a’lam.

*jatinegara, 27 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar