Rabu, 18 September 2013

Bukan Aktivitas Sesaat dan Sambilan

Amal islami bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat Anda memiliki waktu luang dan bisa Anda tinggalkan saat sibuk. Tidak! Amal islami terlalu agung dan mulia jika mesti diperlakukan begitu.

Perkara intima` kepada dien ini tentu saja jauh lebih serius daripada yang seperti itu. Islam tidak seperti klub ilmiyah, klub olahraga, atau kepanduan yang cukup dikerjakan saat masih menjadi pelajar/ mahasiswa, lalu bisa ditinggalkan saat telah lulus. Atau cukup dikerjakan saat masih bujang dan boleh ditinggalkan setelah menikah. Atau Anda curahkan waktu sebelum Anda mendapat pekerjaan dan setelah mendapatkannya, atau Anda membuka klinik, apotek, biro konsultasi, atau Anda disibukkan dengan pelajaran-pelajaran khusus, maka Anda boleh meninggalkannya atau meremehkannya. Sekali-kali tidak! Amal islami bukanlah seperti itu.

Perkara amal islami dan intima` kepadanya sama dengan perkara ‘ubudiyah kepada Allah yang sebenarnya. Oleh karena itu, semestinya seorang muslim tidak melepaskan diri dari amal islami kecuali bersamaan dengan keluarnya ia dari kehidupan ini.. Bukankah Allah telah berfirman

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai kematian datang kepadamu! (QS.Al-Hijr : 99)

Sampai datang kematian!!!

Al-Qur`an tidak mengatakan ‘Sembahlah Rabbmu sampai kamu keluar dari Universitas atau saat menjadi pegawai atau sampai kamu menikah atau sampai kamu membuka klinik atau sampai kamu membuka biro konsultasi dst.”

Para pendahulu kita, as-salafus shalih memahami benar hakekat yang sederhana namun sangat urgen dalam dienullah ini.

Kita dapati ‘Ammar bin Yasir, beliau berangkat perang saat usia beliau telah mencapai 90 tahun. Perang! Bukan berdakwah, mengajar orang-orang, atau beramar makruf nahi munkar. Beliau berangkat perang saat tulang-belulang beliau sudah rapuh, tubuh telah renta, rambut telah memutih, dan kekuatan sudah jauh berkurang.

Adalah Abu Sufyan masih membakar semangat para pasukan untuk berperang saat beliau berumur 70 tahun.

Begitu pun dengan Yaman, Tsabit bin Waqasy. Keduanya tetap berangkat ke medan Uhud meski telah lanjut usia dan meski Rasulullah menempatkan mereka bersama kaum wanita, di bagian belakang pasukan.

Mengapa kita mesti pergi jauh?! Bukankah Rasulullah r telah melaksanakan 27 pertempuran[1]. Semua peperangan itu beliau alami setelah usia beliau lewat 54 tahun. Bahkan perang Tabuk, perang yang paling berat bagi kaum muslimin, diikuti dan dipimpim langsung oleh beliau saat umur beliau telah mencapai 60 tahun.

Bagaimana dengan keadaan kita hari ini?! Kita dapat saksikan banyak sekali ikhwah yang meninggalkan amal Islami setelah lulus kuliah, menikah, sibuk dengan perdagangan, tugas, dlsb.
Kepada mereka, “Sesungguhnya urusan dien dan Islam itu bukan urusan main-main.”
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللهِ عَظِيمٌ
Dan kalian menyangka itu urusan yang remeh, padahal di sisi Allah itu adalah urusan yang agung. (QS.An-Nur : 15)

Saya katakan kepada mereka, “Mana janji kalian?! Janji yang telah kalian ikrarkan di hadapan Allah dan di hadapan orang banyak dulu?!”

وَكَانَ عَهْدُ اللهِ مَسْئُولاً

Dan janji Allah itu akan dipertanyakan. (QS.Al-Ahzab : 15)

Mana sajak pendek yang selama ini sering kalian perdengarkan?!

فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قُمْنَا
نَبْتَغِيْ رَفْعِ اللِّوَاءِ
مَالِحِزْبٍ قَدْ عَمِلْنَا
نَحْنُ لِلدِّيْنِ فِدَاءُ
فَلْيَعُدْ لِلدِّيْنِ مَجْدُهُ
  أَوْ تُرَقْ مِنَّا الدِّمَاءُ

Di jalan Allah kami tegak berdiri
Mencitakan panji-panji menjulang tinggi
Bukan untuk golongan tertentu, semua amal kami
Bagi dien ini, kami menjadi pejuang sejati
Sampai kemuliaan dien ini kembali
Atau mengalir tetes-tetes darah kami

Saya katakan kepada mereka, “Sesungguhnya akibat dari pengunduran diri adalah keburukan. Apalagi bagi orang yang telah mengerti kebenaran lalu berpaling darinya. Bagi orang yang telah merasakan manisnya kebenaran lalu tenggelam dalam kebatilan. Sesungguhnya membatalkan janji kepada Allah termasuk dosa yang terbesar di sisi Allah dan di pandangan orang-orang yang beriman.”

فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَى نَفْسِهِ

Maka barangsiapa melanggar janji, akibatnya akan mengenai dirinya sendiri. (QS.Al-Fath : 10)

Siapa pun yang dikuasai oleh nafsu ammarah bissu`, ditipu oleh setan, atau mengundurkan diri dari medan amal islami hendaklah merenungkan firman Allah ini

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْ أَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصَّالِحِيْنَ فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوْا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُوْنَ

Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah, “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling. (QS.At-Taubah : 75-76)

Kemudian hendaknya pula merenungkan firman Allah tentang hukuman yang akan diterima

فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَانُوْا يُكَذِّبُوْنَ

Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. (QS.At-Taubah : 77)

Sesungguhnya perkara amal islami adalah perkara yang sangat urgen.. Sayangnya, sebagian mereka yang lemah imannya ~beberapa di antaranya bergabung saat masih kuliah~ beranggapan bahwa amal islami itu tak ubahnya dengan sarikat dagang untuk satu masa tertentu. Begitu masa kuliyah selesai, selesai pulalah amal islami. Atau mereka menyangka masa amal islami adalah masa terjalinnya persahabatan atau pertemanan saat masih kuliyah yang selesai begitu saja saat lulus. Semuanya selesai, tuntas!

Saya sebut mereka di sini sebagai orang-orang yang lemah imannya karena biasanya penyakit itu bermula dari lemahnya iman. Sakitnya hati, lemahnya semangat, dan tidak mengakarnya iman, terletak di dalam hati, bukan di akal. Seringnya ~bahkan selalunya~ kerusakan itu terletak pada hati bukan akal; disebabkan oleh bolongnya iman, bukan kurangnya ilmu; karena syahwat, bukan syubhat; dan buah dari cinta dunia, bukan kurangnya kesadaran. Maka siapa yang ingin menjalani terapi atau berobat, semestinya memperhatikan hatinya, membersihkannya dari berbagai kotoran dan mengobati penyakit-penyakitnya itu.

Sayangnya, sedikit sekali dokter yang ada di zaman ini. Tentu saja maksud saya adalah dokter untuk penyakit hati. Kalau dokter penyakit jasmani, banyak sekali jumlah mereka, namun parah sekali juga penyakit yang menimpa mereka.

Sesungguhnya seseorang yang berbalik dari kebenaran setelah mengetahuinya adalah seorang yang mendahulukan kelezatan sesaat dan kesenangan semusim serta mencari kegembiraan dengan membayar kesedihan sepanjang masa, menceburkan diri ke sumur maksiat, dan berpaling dari cita-cita mulia kepada keinginan rendah lagi hina.. Selanjutnya ia akan berada di bawah kungkungan setan, di lembah kebingungan, dan terbelenggu di penjara hawa nafsu.

Berdasarkan pengalaman pribadi saya, saya mendapati keadaan orang-orang seperti mereka jauh lebih buruk daripada kaum muslimin pada umumnya. kiranya itulah hukuman dari Allah bagi mereka …

Bagai rajawali yang telah rontok bulu-bulunya
Setiap kali melihat burung terbang ia melihat segala kegagalannya.



[1] Muhammad bin Ishaq berkata, “Jumlah seluruh perang yang dikomandoi oleh Rasulullah saw adalah 27.” Lalu beliau menyebutnya satu persatu. al-Bidayah wan Nihayah 5/217


#taujih as-syahid DR Abdullah Azzam rahimahullah....

mengapa kita harus memiliki hafalan al Quran ?

salah satu kewajiban kita sbg kader dakwah adalah bahwa kita mesti bersemangat dalam berinteraksi dg Al Quran...
bukan sekedar membaca...tapi kudu punya hafalan...
bahkan kudu hafal quran....

Seorang ustadz pernah mengatakan bahwa tugas utama dari qiyadah adalah membuat bagaimana acara demo penurunan presiden pun terasa meningkatkan ruhiyah.

Bukan mentoring, bukan mabit, bukan daurah, bahkan acara demo dan dorong-dorongan pagar dengan polisi pun meningkatkan keimanan kita dan meningkatkan perasaan dekat kita dengan Allah. 

Ini pekerjaan yang sulit, membuat kader2 dibawahnya tidak pernah lelah. Namun orang seperti itu memang ada. Orang yang sepertinya tidak pernah futur. Orang yang kerja terus seperti tidak pernah istirahat.

Namun juga banyak orang yang sering mengeluh. Bila ia dikasih pekerjaan sedikit, dia merasa diperkuda. Dikasih tambahan amanah, dia merasa diperalat. Dikasih amanah lebih banyak lagi, dia kabur dari organisasi.

Kita akan mengatakan bahwa persepsi orang itu terhadap amanah adalah salah. Dia anggap amanah itu beban dan bukan ibadah. Namun muncul pertanyaan, bagaimana mengatur persepsi. Kita dapat belajar dari suatu kisah.

Umar bin Khatab mengamuk di momen Rasulullaah wafat dan berjanji akan menebas siapapun yang mengatakan bahwa Rasul telah tiada; beliau enggan menerima kenyataan buruk tersebut. Lalu apa yang dilakukan oleh abu bakar? Abu bakar menyadarkan kembali persepsi Umar tentang kenabian dan kerasulan dengan sebuah kalimat:

“Wahai Umar, andai kau menyembah Muhammad, hari ini Muhammad telah pergi, tapi jika kamu menyembah Allah, percayalah sesungguhnya Allah tetap hidup dan kekal selamanya.”

Dan lalu Abu Bakar melanjutkan dengan membaca Ali Imran 144:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Umar pun menyahut, “Seakan-akan aku baru mendengar ayat ini.”

Umar seperti baru teringat kembali ayat tersebut dan ia pun menjadi tenang serta menurunkan pedangnya.
Kita bisa melihat disini bahwa kondisi hati Umar di kalibrasi ulang dengan ayat tersebut. Yang awalnya galau kembali rasional. Maka kita bisa melihat salah satu fungsi Al-Qur’an adalah mengkalibrasi hati kita; membuat bisikan-bisikan hati kita kembali normal dan baik. 
 
Salah satu ketidaknormalan hati tentu adalah perasaan malas beramal. Kalibrasilah hati kita dengan melantunkan ayat yang sesuai. Di sinilah peran hafalan Qur’an menjadi penting.
Dan, sesungguhnya ayat dalam bahasa arab akan lebih mengena dibandingkan tafsiran bahasa Indonesia yang lebih sempit dalam makna. Di sinilah peran hafalan Qur’an menjadi penting.
 
Bila tiba-tiba harus berjuang melawan sesuatu yang tak terkalahkan maka lantunkanlah surat Muhammad ayat 7 dalam bahasa arab sambil memaknai maknanya bahwa barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan menolong dan meneguhkan kedudukan. 
 
Bila tiba-tiba merasa malas untuk beramal, maka lantunkan Surat Taubah ayat 41 sambil memahami artinya, “Bergeraklah kamu baik dengan rasa ringan dan rasa berat….” 
 
Bila tiba-tiba merasakan sedih dalam perjuangan ini, maka lantunkan At-Taubah ayat 41 yang memiliki arti, “Janganlah kau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”. 
 
Dan banyak ayat lainnya, yang akan menjadi penguat. Bukan hendak mengecilkan pengaruh kata-kata mutiara, namun entah bagaimana, ayat-ayat Al-Qur’an memberikan dorongan yang lebih kuat, mengkalibrasi lebih tepat, dan memberi makna yang lebih dalam. 
 
Peran qiyadah dalam melakukan hal ini amatlah penting.
Bagaimana dalam setiap langkah kerjanya, ia terus menerus melantunkan ayat-ayat Al-qur’an yang menjaga hati para jundinya dari godaan syetan.

Bagaimana taujih qiyadah terus menerus menjaga ruh para jundi menjadi terkalibrasi saat sedikit saja bergeser dari keimanan.

Qiyadah mampu membuat para jundinya memiliki cara pandang terhadap tugas atau pekerjaan, kepahitan, pengorbanan sesuai dengan cara memandang yang dituntun Allah melalui Al-Qur’an.

Bila Qiyadah berhasil melakukan itu, maka jundi_nya tidak akan pernah merasa lelah, maka demo serasa mentoring, kampanye serasa mabit, semuanya meningkatkan kedekatan kita dengan Allah; meningkatkan ruhiyah. Semua pekerjaan itu dibimbing oleh kalam-Nya.


Di sinilah peran hafalan Qur’an menjadi penting. Semoga dengan cara ini, hati kita tidak bisa lagi mengenali istilah futur kecuali futuristik.

Wallahu a'lam
 
 
 
 
 
 




mungkin ini SEPELE, tapi jangan disepelekan

Dalam berinteraksi...seringkali kita berpikir 'menurut kita'...
kita seringkali memasang asumsi sesuai yg kita ingini...

ketika mau nelpon.... tiba2 kita berpikir "ah...mungkin dia lagi sibuk..."
akhirnya ga jadi nelpon...

ketika kita mau silaturrahim...kita berpikir "mungkin dia lagi istirahat dan ga mau diganggu..."
akhirnya ga jadi berkunjung...

lalu, seringkali pula muncul ego dalam diri kita...
"mengapa harus aku yg menghhubungi dia ?"

kalo sudah begini....niscaya hubungan kita pun tinggal menghitung hari...

gara2 ga mau nelpon duluan, akhirnya kita pun jadi lupa sama dia...

lagi2 ini soal komunikasi....
mungkin ini hal yg sepele....
tapi bisa panjang urusannya ketika ini disepelekan...

so....
tegur aku jika bersalah...
tegur aku jika mulai sombong...
tegur dan sapalah aku jika saya mulai menjauh...
tegurlah aku jika mulai cuek
tegurlah aku jika mulai menghilang....

mungkin ini sepele....
tapi kumohon jangan disepelekan...

Selasa, 17 September 2013

kepada para ORTU

Seorang dokter yang bertugas di sebuah desa sedang berkeliling ke rumah warga. Ia terkesan oleh kepandaian dan keramahan seorang anak perempuan berumur 5 tahun yang menyambut kedatangnya dengan ramah.

Tak lama kemudian ia menemukan jawabanya, saat ibu anak itu sedang sibuk di dapur mencuci piring-piring dan perkakas dapur yang kotor, si anak datang kepadanya sambil membawa sebuah majalah, "Bu..., apa yang sedang dilakukan pria dalam foto ini.....?" tanyanya.

Sang dokter tersenyum kagum ketika melihat ibu anak itu segera mengeringkan tangannya, duduk di kursi, memangku anak itu dan menghabiskan waktu selama sepuluh menit untuk menerangkan serta menjawab berbagai pertanyaan buah hatinya.

Setelah anak itu beranjak pergi, sang dokter menghampiri ibu itu dan berujar...., "Kebanyakan ibu tidak mau diganggu saat ia sedang sibuk...., mengapa ibu tidak seperti itu....?"

Dengan senyum si ibu menjawab, "Saya masih bisa mencuci piring dan perkakas kotor itu selama sisa hidup saya, tetapi pertanyaan-pertanyaan polos putri saya mungkin tidak akan terulang sepanjang hidup saya".

APAKAH KITA SEBAGAI ORANGTUA TERLALU SIBUK DENGAN PEKERJAAN..., HOBI..., GAJET....HEWAN KESAYANGAN DAN LAIN-LAIN SAMPAI BEGITU SEDIKIT.... BAHKAN TIDAK ADA WAKTU TERSISA UNTUK BERCENGKRAMA, BERBICARA, BERMAIN DENGAN ANAK?

tetaplah menjadi KIPAS

Dai itu hendaknya seperti kipas angin,
Terus berputar dalam lingkaran yang sama..
Kehadirannya membawa kenyamanan,
Pergerakannya berbuah kesejukan,
Bagi orang di sekelilingnya..

Boleh jadi, dai merasa bosan dan lelah akan jalan hidupnya, yang ‘hanya’ tercurahkan untuk dakwahnya. Berkutat untuk hal-hal serupa, layaknya kipas angin yang hanya bergerak dan berputar dalam lingkaran yang sama. Biarkanlah kebosanan dan kelelahan itu hinggap, tapi tak usah kau hiraukan, karena orang-orang disekitarmu merasa nyaman dan sejuk akan kehadiranmu.

Ya, semestinya kehadiran seorang dai membawa ketenteraman, karena ia datang membawa solusi. Namun bila pergerakanmu justru membawa kegerahan, sesak dan kepanasan bagi sekelilingmu, coba renungkanlah.. Barangkali ada yang salah dengan caramu. Bila kehadiranmu justru berbuah perpecahan dan saling hujat ada yang salah dengan dakwahmu.
Bisa saja, cara yang kau terapkan tidak tepat untuk kondisi dan situasi jaman. Pikirkanlah, tak usah engkau terpaku dan stag pada metode, tak perlu saklek akan aturan-aturan yang tak diatur Rabbmu dan tak diajarkan junjunganmu. Hanya saja tetaplah berjalan pada koridor-koridor yang tak melanggar syariah. Ingatlah tuntunan agama, “berdakwaklah dengan cara yang terbaik”, tak hanya baik, tapi “terbaik”. Tentu saja bila pedoman ini kau pegang erat, tak akan kau temui saling hujat, saling serang, bahkan perpecahan umat. Objek dakwah tak akan menemui Islam yang konfrontatif, Islam yang tak mengenal toleran bahkan Islam yang terkenal kaku. Karena ia hanya akan melihat Islam yang indah, kokoh tapi fleksibel, serta penuh akan kasih sayang dan limpahan rahmah.

Bila tak ada yang salah dengan caramu, tak ada yang keliru dalam metodemu, maka tanyakan kepada hatimu, renungkanlah! Ada yang salah dengan niatmu, ada energi lain yang membuatmu berlari kencang, selain cinta-Nya.
Dai adalah kipas, kipas yang memiliki ruh. Ia bergerak dan berputar bukan karena terpaksa, seperti kipas yang mesti berputar hanya karena tombol “ON” telah di pencet dari tubuhnya. Dai bergerak dan bekerja dengan energi yang jauh lebih besar, jauh lebih dahsyat. Energi cinta dan kasih akan Rabbnya. Bila ada energi lain yang menggerakanmu, tak lagi kenyamanan yang kan dirasakan objek dakwahmu. Tak ada lagi kesejukan yang berbuah ketenteraman, justru angin-angin panas yang keluar dari kipas yang membuat diri makin gerah, karena ruh-ruh rahmah tak lagi tercurah.

Banyak dari aktivis dakwah, yang bergerak karena sebab lain, mementingkan dirinya, menghitung untung rugi dunia, bahkan hanya demi pasangan hidupnya, layaknya ia sedang berbisnis dengan sesamanya. Jangan kau tertipu, cukuplah Allah dan Rasul menjadi mitra bisnismu. Lupakan keuntungan dunia yang menipumu. Jauhkan!!, jangan sampai ia merongrong dalam hatimu!!
Tak sedikit pula yang menyeru, hanya karena ia memuja kelompoknya, mengagung-agungkan tokoh-tokohnya, bahkan mengkultuskannya. Ia sibuk akan dakwahnya, dakwah yang menomorsatukan harokahnya. Tak perlu kau ikuti hegemoni ini. Luruskan kembali niatmu. Engkau menyeru bukan untuk memuja harokahmu, tapi dakwakmu adalah menyeru untuk perbaikan dan persatuan umat. Engkau boleh yakin, bahwa harakahmu adalah yang terbaik, tapi jangan kau jadikan ia sebagai tujuan. Sungguh, hanya perpecahan yang kan kau unduh, bila itu yang kau usahakan. Ada tujuan yang jauh lebih mulia yang patut kau perjuangkan, tentunya dengan energi kasih dan cinta dari-Nya. Hingga kelak engkau akan puas ketika bertemu denganNya.

Bila engkau sudah merasa mantap dengan keduanya, tapi tak juga hasil positif yang kau peroleh, tak perlu kau putus asa dan menyerah. Sungguh, para Rasulpun telah didustakan oleh kaumnya. Jangan kau terpaku pada hasil, karena sungguh engkau tak sedang berbisnis dengan manusia. Tuhanmu melihat kesungguhanmu, proseslah yang dinilaiNya, sedangkan hasil adalah mutlak kehendakNya.

Wahai Dai,
Teruslah malangkah, karena langkahmu penuh dengan hikmah..
Teruslah bergerak, karena pergerakanmu membuat kesesatan dan kezhaliman terserak..
Teruslah bertahan, karena hadirmu kan berbuah persatuan dan kejayaan Islam..





wahai engkau yang Tertipu.....

Dosa-dosamu akan dihitung wahai dikau yang tertipu, dihimpun dalam catatan yang terjaga dan diabadikan, sementara hatimu lupa, lengah, lalai dan engkau tamak terhadap hartamu itu. Engkau pun berbangga-bangga dengan harta yang tidak jelas engkau dapatkan darimana dan engkau pun terus bergemilangan dosa dan noda. Tidakkah engkau ingat kematian menjemputmu esok hari secara tiba-tiba ?

Jika engkau segar bugar, tidakkah akan hancur binasa ? tidakkah engkau ingat kubur yang lahatnya sunyi sepi ? tidakkah engkau ingat timbangan amal yang dipancangkan dengan penuh keadilan ?

Engkau isi hidupmu dengan canda ria dan senda gurau padahal jerat-jerat kematian siap mencengkram dirimu ?

Engkau berusaha menahan keluarnya ruh dari persendian tubuhmu, tak ada yang dapat menyelamatkannya, tempat lari pun tak ada. Kedua matamu dipejamkan sesaat setelah ruh meninggalkanmu, kakimu direntangkan, kepalamu ditundukkan. Mereka yang hidup segera bangkit untuk mengurusimu, mereka membawa balsam dan kain kafan seraya mendekatkan tubuhmu ke air.

Orang-orang yang memandikanmu menangis tak kuasa menahan derasnya air mata, air mata yang mengalir dikedua pipinya. Setiap yang mencintaimu hatinya merasa terbakar, mereka usap kedua telapak tangannya padamu dan meratap, mereka mulai membuka kain kafan lipatan demi lipatan seraya menaburkan kayu wewangian di atas kainnya lalu mereka mengangkat dan meletakkan diatasnya dan melipatnya, kain kafan itu membungkusmu. Dengan berat hati mereka meletakkanmu yang kebingungan dalam dekapan bumi di tengah sahara yang hening.

Jika demikian keadaan kita setelah mati, bagaimana kita bisa merasakan nikmatnya makan dan minum, bagaimana kita bisa hidup bersenang-senang padahal kubur adalah tempat tinggal yang gelap, pekat, tempat mencekam penuh dengan cacing, sunyi, segala yang berada di dalamnya akan hancur dan musnah.


Wahai dirimu…. Takutlah akan Allah dan carilah karuniaNya. Tak lama lagi tiba masanya segala kelezatan tak terasa nikmat dan katakanlah “ilahi cintaku padaMu, curahkanlah rahmat dan maafMu, karena Engkaulah penghapus segala dosa.

Ya Ilahi, betapa lemah tubuhku menerima siksaMu, hanya Engkaulah tempat menggantungkan harapanku. Wahai Allah Penguasa, tak mungkin berpisah selain dari padaMu, karena Engkaulah tempat perlindungan dari segala makhlukMu dan limpahkanlah shawalat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW pilihanMu.....

#perjalanan menuju Allah....

Kamis, 12 September 2013

surat IBU untuk anak LELAKInya

Anakku….

Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?


Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,


Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…


Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.


Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.


Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.


Anakku…
 

Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]

Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.


KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.


Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.

“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]


Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.


Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.

Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.

Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.

(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.

Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.


KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA


Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : “Cukup… Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”. Sang anak menimpali : “Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!”.


Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagu menemuiku”


Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah. Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.

Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka” [Hadits Riwayat Muslim]

[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]



[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
sumber : almanhaj.or.id

karena KEBAIKAN selalu berbalas kebaikan...

Secara umum....kita tau dan memahami bahwa kebaikan itu selalu berbalas kebaikan...
sebagaimana yg Allah tegaskan didalam kitabNYA di surat Ar-Rahman ayat 60.

namun...utk bisa lebih memahami dan menghayati ayat tsb.... mungkion kita mesti banyak mendengar atau membaca kisah2 yg ada di sekitar kita... selain pengalaman pribadi yg pastinya kita juga sering mengalaminya....

kisah berikut ini hanya salah satu bukti betapa kebaikan yg dilakukan seseorang itu tak kan pernah sia-sia...

selamat membaca.....

Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir didepan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu direstoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk kedalam restoran tersebut. “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.” Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.
Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya. Ketika pemuda ini menerima nasi putih sambil membayar berkata dengan pelan: “dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.” Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum: “Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !” Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir: “kuah sayur gratis.” Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih. “Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.” Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini. “Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya !”

Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga miskin diluar kota, demi menuntut ilmu datang kekota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti. Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini. Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan dibawah nasi ? Suaminya kemudian membisik kepadanya: “Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ketempat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.”

“Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.” “Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?” Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain. “Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka. Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka. “Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !” katanya sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi. Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah kerumah makan mereka, sama seperti biasa, setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari. Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi.

Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan diluar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik. Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid. “Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya, kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.” “Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami? saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !” sepasang suami istri ini berkata dengan terheran. “Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.”

Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya.pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses untuk kerajaan bisnisnya. Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka tidak membantunya, dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang. Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam sambil berkata kepada mereka “bersemangat ya ! dikemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”


Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah suatu perbuatan indah dan yang paling mengharukan..


--
TERHARU? Ayo mulai sekarang jangan sungkan untuk berbuat baik hari ini.. Apa yang akan terjadi besok, kita tidak pernah tahu..!!



#dari cerita teman....





ketika engkau merasa LELAH

Saat ragamu lelah, maka bersyukurlah bahwa sehari ini kau telah berbuat banyak untuk dirimu dan keluargamu. Kau membahagiakan mereka, kau  menenangkan mereka dengan hasil jerih payahmu yang melelahkan. Kau damaikan mereka karena tercukupinya kebutuhan mereka. Lihatlah betapa kehadiranmu memang memang pantas untuk di syukuri oleh sekitarmu, maka bersyukurlah atas karunia dari Allah itu, yang menjadikanmu pantas untuk menjadi yang di banggakan.

Saat lidahmu lelah, maka diamlah. Mungkin dia terlalu capek atas huruf- huruf dusta yang terpaksa dilakoninya atas perintah kepentingan dan nafsumu. Atau mungkin dia terlalu bosan dengan kata- kata bijak penuh kebaikan yang kau keluarkan, namun ternyata tidak selaras dengan kenyataan yang kau wujudkan. Atau dia terlalu rindu dengan kalimat- kalimat mulia yang menjadikan lidahmu sendiri itu sebagai pembelamu, saat nanti kalian berada dipengadilan Allah.


Saat matamu lelah, maka pejamkan dan istirahatkanlah dia. Rasakanlah betapa kekhasan dari sebuah nikmat itu memang tengah menaungimu lewat indahnya memiliki sebuah pandangan. Maka jangan jadikan dia lelah karena terus-menerus menjadi salah satu donatur dosa yang justru menggiringmu ke neraka. Dan jangan jadikan dia lelah karena terus-menerus kau paksa untuk tetap terjaga, mengikuti ambisimu dalam menggenggam dunia. Sadarilah kerinduannya akan sebuah keteduhan yang begitu di dambanya sebagai salah satu cabang dari cerminan hatimu. Penuhilah keinginannya untuk lebih ringan dalam memandang sebuah bentuk dari egomu.


Saat kakimu lelah, maka nyamankan dia. Nyamankan dengan berhenti untuk tetap berdiri dalam sebuah kemaksiatan. Bahkan kakipun juga adalah prajurit dari sebuah hatimu sendiri. Dia juga merupakan karunia nikmat dari Allah, tapi juga bisa menjadi korban dari nafsumu jika kau tak baik- baik  dalam menjaganya. Istirahatkan dia dari langkah yang terus-menerus demi memenuhi hasrat pikiran dan kamuan ambisimu.


Saat hatimu lelah… mungkin kepentingan duniawimu sudah terlalu menyesakkan dada, sedang naluri ruhiyahmu sudah terlalu lapar dan meminta disegerakan atas pemenuhan haknya. Maka berhentilah sebentar, dan berilah jeda waktu untuknya. Biarkan manusiawi sebuah hatimu itu bertemu dengan yang menciptakannya. Biarkan rongga kosong itu terpenuhi oleh kebutuhan akan kedekatan dengan tuhannya. Biarkan dia belajar untuk menginsyafkan kembali prajurit indrawinya yang mungkin masih masih bandel untuk berada dalam kebaikan.

Biarkan sebentar dia menjadi penyaring untuk membedakan yang benar dan salah. Dan biarkan lebih lama, dia menuntunmu untuk menyegarkan dan menyemangatimu kembali, sehingga keluhan dan kelelahanmu bisa diselesaikan olehnya.


Saat kau telah begitu lelah… beristigfarlah atas apa yang telah membuatmu seperti itu dan kemudian istirahatkan kelelahanmu, selanjutnya serahkan urusanmu kepada yang Maha terjaga, Allah Subhanahu Wata’la.

Rabu, 04 September 2013

Nantikan Hadirku Disana

Hari itu...
Mungkin hari yg tak kan pernah kulupa..
betapa semua terasa tiba-tiba
padahal dua hari sebelumnya..
kita sempet bercengkrama
saling bercerita...
tentang perjuangan...
tentang pengorbanan..
tentang kemuliaan...
dan akhirnya kita pun berjanji untuk berjumpa...
hingga waktu yg ditentukan pun tiba..
tapi...
belum juga aku beranjak tuk pergi kesana....
tiba-tiba aku dapat berita...
ya...berita yg sama sekali tak pernah kuduga...
mengabarkan bahwa engkau telah berpulang kepadaNYA
aku sama sekali tak menduga..
begitu cepat ajal datang menjemputnya...
tapi...
aku ingat akan kata-katanya...
kata-kata terakhir dalam obrolan kami berdua

”akhiy...jangan lupa ya...ana akan duluan...dan ana akan tunggu antum...”
begitu pesan yg diucapkannya...
aku baru tersadar...
apakah itu merupakan isyarat ?
isyarat baginya...dan juga bagiku ?
Dia telah menepati janjinya...
Bahwa dia akan duluan..
dan dia akan menungguku...


sebenarnya itu ungkapan semangat...
bahwa dalam pertemuan nanti...dia akan datang duluan...akan datang lebih awal dariku...itu maksudnya...dan itu yg kupahami...
Mmmhhhh....
aku hanya bisa merenung...

akhiy...nantikan hadirku disana...
di taman surga yg telah dijanjikan-NYA...
insya Allah tak kan lama lagi waktunya...
aku ga tau...
harus berapa lama sahabatku itu menungguku...

yg pasti...
masih banyak amanah yg mesti kutunaikan...
juga utang2 yg mesti kubayar...

anyway...
jika aku tiba2 menyusulnya...
aku minta maaf dan diikhlaskan atas segala sikap dan postingan di blog ini..





Virus POPULARITAS


Tulisan ini bukan dibuat untuk menafikan nilai-nilai baik yang sudah seharusnya ditebar bagi kebaikan ummat, tapi lebih kepada ajakan untuk selalu mewaspadai bibit riya' yang bisa merontokkan benih amal yang kita tabung sebagai bekal menuju kampung keabadian. Kita mungkin saja terkena virus ini. Mewaspadainya sambil beramal sholih itu harus. Mencermati hati agar tidak mudah terlena dengan kepopuleran itu perlu. Mengagumi pekerjaan mereka yang mungkin di mata umum termarginalkan dan dianggap remeh, itu bisa jadi mengasah mata batin kita untuk kembali berada pada jalur keikhlasan.


Setiap aku melihat seorang yang -cenderung- renta, menyapu jalanan atau membersihkan fasilitas umum dengan rutin dan tekun, aku merasa kagum pada keikhlasannya...

Demikian pula ketika mengomentari seorang sahabat yang berprofesi sebagai Ustadz yang kerap berkeliling dengan sepeda dari kampung ke kampung. Ustadz tersebut menderita albino sehingga memiliki penglihatan yang sangat kurang tajam, karenanya ia harus bersepeda super lambat dan hati-hati.

"Mungkin dia tidak terkenal di dunia, tapi bisa jadi begitu populer di kalangan penduduk langit".. begitulah komentar singkat yg sering terucap..
Dalam pikiranku, tiap insan yang memiliki kecenderungan bergaul dan memperluas jaringan kekerabatannya dalam satu komunitas di ruang lingkup tertentu, cukup menjadi pemicu yang membuatnya rentan terjangkiti virus popularitas. Semakin banyak dikenal orang, semakin hati membuncah ingin terus menjaga kelestarian pamor dan memperluasnya jika mungkin. Angin bangga diri meniup makin kencang ketika sesuatu yang ditonjolkan telah menyedot perhatian orang banyak dan menjadi buah bibir yang sering diperbincangkan dari waktu ke waktu.

Karena itu, demi mendongkrak kesan yang sudah dibangun pada benak publik tentangnya, segala bentuk keunikan gaya hidup, prilaku, karya tulis, tutur kata, ataupun asesoris dalam penampilan, senantiasa diasah agar dapat tampil berbeda dari kelaziman. Kenyataan ini tak dipungkiri telah menjadikan popularitas sebagai sesuatu yang didamba bagi mereka yang banyak berprofesi di depan layar. Dengan kata lain, sebagai orang yang memiliki kapasitas amal atau ilmu tertentu yang mengharuskannya lebih sering tampil di muka khalayak.
Salah satu contoh yang paling mudah untuk melihat gejala penyakit ini adalah pada mereka yang berkecimpung di dunia hiburan. Di dunia entertainment, dimana kepopuleran suatu hal yang dicari dan sangat melekat pada pelakunya telah memotivasi para artis pujaan dalam mencari sensasi. Melalui hal-hal kecil seperti cara berpakaian, gaya bicara, model rambut, koleksi barang-barang antik, sampai rela melakukan hal yang berdampak merugikan diri sendiri seperti bergonta-ganti pasangan, bercerai, berselingkuh, terjerat kriminalitas atau narkoba dipublikasikan begitu gencarnya di setiap media. Bahkan kadang berita itu direkayasa sedemikian rupa demi menaikkan rating ketenaran yang sudah diincar.
Taraf ini mungkin bisa dikategorikan kronis, karena sudah tak peduli lagi oleh rasa malu hingga meraih popularitas lewat pengumbaran aib pribadi.

Di kalangan yang lebih menonjolkan kadar intelektualitas, pun mewabah.
Tak kurang tokoh sosial, politik, ekonomi, budaya, termasuk agama, dapat terserang candu popularitas ketika ide atau opini mereka terekam oleh media dan diapresiasi masyarakat. Tak peduli apakah sambutan hangat ataupun cibiran sinis, yang penting namanya terlibat dalam perbincangan terkini. Titel pun mulai disemat di depan nama demi menjaga citra muatan kecerdasan (baca : IQ), sebagai bukti terhadap wewenang ilmiah yang dimiliki. Terkadang deretannya begitu panjang, hingga menenggelamkan nama si pemilik gelar sendiri : Prof. Dr. dr. H. Fulan bin Fulan, Msc. MBA. SH. ST.


Semakin runyam kemudian ketika virus ini dengan semena-mena hinggap pada mereka yang kerap dijuluki Aktivis Dakwah atau lebih kita kenal dengan Da'i.
Seorang aktivis dalam benak kita tentulah orang yang harus selalu aktif dalam menjalankan roda hidupnya. Bila dikaitkan dengan kata Dakwah, maka setiap aktivitasnya mestilah diupayakan agar selalu berlandaskan nafas dan semangat menebar nilai-nilai Islam di setiap segmen kehidupan masyarakat sekitarnya. (Oh, heroik sekali kedengarannya...)

Keadaan ini tentu membuat para da'i harus tampil sebagai penggerak bagi tumbuhnya motivasi beramal sholih, minimal di lingkungan sekitar. Dimana ia harus menjadi contoh pertama yang memang layak untuk diikuti. Betul ga ?

Nah, disinilah timbulnya celah si bibit virus popularitas berkembang biak.
Dalam konteks istilah agama, virus ini mungkin identik dengan Riya'. Salah satu penyakit hati yang ditakuti karena dapat 'membumihanguskan' amalan karena sifatnya samar dan sulit dideteksi oleh penderitanya sendiri.

Begitu bahayanya dampak Riya', Rasulullah saw sampai memberi 'warning' bagi para sahabat dengan bersabda : " Yang paling aku takuti menjangkiti kalian adalah syirik kecil, yaitu penyakit riya' ". Karena ia mampu menyelusup halus, merayap menguasai hati, mecairkan ikhlas dan memusnahkan pahala. Ibarat semut hitam yang berjalan di batu hitam di malam yang gelap gulita. Siapakah yang bisa melihat keberadaannya kecuali Allah swt ? Siapa yang tidak bergidik ngeri membayangkan kemungkinan susah payah kita memberi kebaikan pada orang lain hangus tak berbekas karena ulah hati yang jumawa ?
Maka jika seorang da'i sudah terpedaya dengan virus popularitas tadi, bukan tidak mungkin yang ia dapat adalah memang ketenaran di mata penduduk bumi. Setiap lapisan masyarakat mengenalnya, harum namanya di seantero jagad...namun ternyata penduduk langit enggan menyapanya. Bahkan mengetahui keberadaannya pun tidak. Sungguh menyedihkan bukan ?
Alangkah amat jauh ketertipuan atas bangga diri terhadap popularitas semu. Alangkah besar kerugian kita disisi Allah. Berjuang dengan dalih menegakkan agama-Nya, namun cuma catatan kosong yang kita hadapi di akhirat. Na'udzu biLlahi min dzaalik.

jadi ingat kisah kehidupan Uwaisy Al Qarni...terutama ketika wafatnya..
dimana konon byk manusia berjubah putih berdesakan melayat dan mengurus jenazahnya...

menurut (sebagian) ulama, Uwaisy Al Qarni adalah salah satu contoh seseorang yg tidak populer di dunia, tapi populer di akhirat....

Ya Rabb...
janganlah Engkau jadikan dunia ini menjadi tujuan dan cita-cita utama kami....

Mari kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yg membuat kita besar di mata manusia, tapi kosong di mata Allah....

Wallahu a'lam....

Selasa, 03 September 2013

Generasi Penuh Izzah



Sangat gemar buku. Ahli ilmu. Hadir di majlis-majlis ilmu. Mendatangkan

buku-buku ke Andalus. Membuka lembaga-lembaga pendidikan dan perpustakaan-perpustakaan umum. Rela mengeluarkan 1000 dinar hanya untuk satu buku yang harus dimilikinya. Hingga ia menjadi seorang ahli ilmu besar. Dan digelari: 'Asyiq Al Kutub (Pecinta buku).

Begitulah kebiasaan mulia yang dilakukan oleh Al Hakam putra Abdurahman An Nashir (penguasa hebat Andalus selama 50 tahun).
Al Hakam kelak melanjutkan kepemimpinan ayahnya setelah ayahnya wafat tahun 350 H/961M. Ia berhasil melanjutkan kehebatan ayahnya. Ia menempuh jalan yang ditempuh oleh ayahnya. Ia sehebat ayahnya. 15 tahun ia memimpin Andalus dengan sangat luar biasa. Seperti ayahnya.


Di masa kepemimpinannya, ia meluaskan masjid raya Cordova Al Jami' Al Kabir. Karena masjid raya ini adalah merupakan simbol kebesaran Islam di ibukota Andalus. Dan merupakan pusat kegiatan masyarakat dan salah satu pusat ilmu terbesar di dunia di samping Baghdad.

Singkat kisah, perluasan itu pun selesai. Dan tentu, masjid raya menjadi semakin megah dan mampu menampung lebih banyak muslimin yang datang untuk kebaikan. Yang terbayang oleh Al Hakam pasti kenyamanan masyarakat akan bertambah, mereka semakin senang dan nyaman untuk pergi ke masjid. 

Tetapi nyatanya tidak. Ada yang mengejutkan Al Hakam. Masyarakat justru terlihat tidak mau datang ke masjid setelah perluasannya. Hal ini membuat Al Hakam sangat kaget dan mencoba mencari informasi penyebab masyarakat malah menjauh dari masjid setelah dibuat lebih lebar dan nyaman. Aneh.....

Al Hakam memanggil para staf ahlinya. "Apa sebabnya?" tanya Al Hakam keheranan.

Para staf ahlinya mengabarkan, "Telah tersebar di masyarakat bahwa anda meluaskan masjid raya dengan harta haram!"

Bak petir, berita itu menyambar menyayat hati Al Hakam.

Maka ia segera memanggil para ulama dan tokoh masyarakat se antero Cordova. Mereka dikumpulkan oleh Al Hakam.

Setelah mereka semua kumpul, Al Hakam bersumpah demi Allah bahwa tidak ada sedikit pun harta haram yang digunakan untuk membangun masjid raya.

Sama sekali tidak. Kemudian ia menjelaskan sumber pendanaannya, yaitu seperlima ghanimah-ghanimah yang telah dimasukkan ke Baitul Mal.

Setelah pertemuan itu, masyarakat kembali berduyun-duyun datang dan menikmati suguhan ilmu dan ruhiyah di masjid raya kebanggaan muslimin itu. (Lihat: Al Andalus At Tarikh Al Mushowwar h. 207)

DR. Thoriq As Suwaidan penulis buku tersebut memberikan komentar singkat tetapi menusuk hingga dasar hati kita semua, "Itulah Taqwa. Yang melahirkan rasa sensitif untuk berhati-hati tidak mengambil kecuali yang halal, pada segala sesuatu. Apakah ini akan
kembali di masyarakat kita? Dan bisa berbuat banyak dalam kehidupan kita?"

Melihat kisah di atas, lisan menjadi kelu tak mampu berkata-kata. Jari menjadi kaku seketika sulit digerakkan untuk sekadar menuliskan kesan. Hati berdegup keras membandingkan.

Allah Akbar!!

Sebuah masyarakat besar sepakat untuk tidak mengambil kecuali yang halal. Sepakat untuk menjauhi yang haram. Bahkan itu fasilitas untuk mereka sekalipun. Bahkan itu ditawarkan oleh para pemimpin negeri mereka sekalipun.

Masyarakat yang memaksa pemimpinnya untuk berhati-hati. Masyarakat yang mengawal pemimpinnya untuk bertindak yang halal saja. Masyarakat yang tidak takut kekurangan dengan rizki yang halal. Masyarakat yang tidak bisa dibeli oleh harta para penguasa dan pengusaha.

Ya. Masyarakat yang memiliki izzah. Masyarakat yang punya Allah.

Hanya mengambil yang halal!

Dan itulah salah satu kunci yang akan membuat Allah membagi izzah Nya untuk kita semua.

Membersihkan dan menjauh dari yang haram!

Dan itulah generasi yang akan terjauh dari kehinaan dan kerendahan yang disebabkan oleh dunia.

Tak ada berbagai alasan dan dalih yang disebar merata di masyarakat untuk mengambil yang haram. Karena mereka tak hanya punya ilmu. Tapi juga punya iman. Mereka tak hanya punya keyakinan tapi juga punya keberanian. Berani untuk menyampaikan keyakinan dan berjalan di atas jalurnya.

Saat itulah, keluarga-keluarga muslim berlomba melahirkan generasi sebanyak dan sehebat mungkin. Saat itulah, hampir tak ada orangtua yang khawatir peradaban kafir mempengaruhi anak-anak mereka. Saat itulah, yang ada adalah mempengaruhi dan mengarahkan dunia.

Inilah kisah izzah muslimin. Dan masih banyak sekali kisah-kisah semisal ini.

Generasi penuh izzah.
Bukan generasi imma'ah.

sumber : ceramah ustadz