Saat kita masih sendiri, pastilah tersirat dibenak kita untuk bertekad
menjadi suami-isteri yg shaleh-shalihat yang taat dan selalu tersenyum manis.
Kitapun selalu ingin memberikan yang terbaik bagi suami/istri kelak sebagai
jalan pintas menuju surga.
Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia benar-benar terpatri kuat di benak kita. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan kita mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih kita pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.
Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia benar-benar terpatri kuat di benak kita. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan kita mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih kita pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.
Kini ketika telah menjalani kehidupan rumah tangga, banyak hal-hal
realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan
kegemaran serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah
terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun
menjadi bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya
perkawinan,tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya
menjadi tajam dan tak enak lagi.
Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan
harus dihadapi ketika mengetahui kenyataan bahwa pasangan tak seindah harapan,
Bagi yang tidak siap dan atau menyiapkan diri, mereka seakan mengalami
penderitaan kejiwaan berkepanjangan yang imbasnya akan menjalar terhadap
perbuatan “anarkis” kepada diri dan orang- orang sekitarnya. Tak lupa pula,
doa- doa patah hatipun dilantunkannya setiap hari.
Ternyata, ada banyak hal yang tak seindah bayangan semula. Antara
harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui
ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap menghadang.
Kekecewaan yang besar bersumber dari persepsi yang ideal yang kemudian
menggiring kita pada gambaran2 indah tentang pasangan kita. Suami diharapkan
bermental Super dan menjadi sosok pribadi yang istimewa layaknya Rasulullah
SAW. Sedangkan Istripun juga dipersepsikan layaknya Ibunda Fathimah yang tanpa
cela dalam mengabdi kepada suami.
Harapan yang besar tersebut seakan pula menghapus pemakluman atas
segala kekurangan dari suami. Hal ini tentu saja bisa berdampak fatal, konflik
bisa saja menjadi jadwal harian jika harapan itu berlawanan dengan fakta yang
ditemukan di dalam sebuah rumah tangga
kita memang lebih mudah menuntut...
menuntut istri harus begini dan begini...
menuntut suami mesti begini dan begitu...
alangkah bijaknya org yg berprinsip, "sebelum aku menuntut istriku 'menjadi' fathimah, maka aku harus bisa menjadikan diriku seperti Ali..."
menuntut istri harus begini dan begini...
menuntut suami mesti begini dan begitu...
alangkah bijaknya org yg berprinsip, "sebelum aku menuntut istriku 'menjadi' fathimah, maka aku harus bisa menjadikan diriku seperti Ali..."
Lantas apakah berharap itu tidak boleh ? berharap sah-sah saja dan
memanglah wajar, namun perlu diingat bahwa seseorang yang akan kita nikahi itu
manusia bukan malaikat, banyak kekurangan yang mungkin terjadi di kemudian hari
yang disebabkan oleh kekurangan2 dari pasangan kita tersebut..
Berkaca dari hal di atas, oleh karena itu tidak berlebihan apabila kita
mensyarakatkan diri sendiri untuk bersikap ikhlas ketika akan menikah. Sikap
ikhlas membuat kita lebih siap untuk menghadapi perbedan-perbedaan nanti. Selain
itu, sikap ikhlas juga akan menumbuhkan prasangka baik kita kepada Allah.
Sikap ikhlas pun akan menumbuhkan sifat memaafkan dan berpikir positif. kita perlu menyadari bahwa semua orang berusaha hidup dengan cara yang paling baik menurut mereka, namun terkadang “kebaikan” itu mungkin kurang pas jika diterapkan untuk kita. Tapi satu hal yang harus tetap kita lakukan, cobalah mendidik diri sendiri untuk tetap menghargai niat baik mereka tersebut. Maka dengan memaafkan dan berpikir positif, semua akan kembali pada jalur yang semestinya.
Sikap ikhlas pun akan menumbuhkan sifat memaafkan dan berpikir positif. kita perlu menyadari bahwa semua orang berusaha hidup dengan cara yang paling baik menurut mereka, namun terkadang “kebaikan” itu mungkin kurang pas jika diterapkan untuk kita. Tapi satu hal yang harus tetap kita lakukan, cobalah mendidik diri sendiri untuk tetap menghargai niat baik mereka tersebut. Maka dengan memaafkan dan berpikir positif, semua akan kembali pada jalur yang semestinya.
jika sikap semua hal tersebut semua telah mendarah daging, Alih –alih
menyebabkan konflik atau kekerasan dalam rumah tangga, kejutan-kejutan yang
terjadi kemudian, justru akan manambah benih-benih romantisme sehingga cinta
dan dukungan kita terhadap pasangan kitamalah akan menjadi semakin besar. Dan
kalau sudah begini Bukan tidak mungkin kita akan benar2 menikmati indahnya surga
dunia.
yang terakhir, untuk menghindari kekecewaan juga diperlukan sikap kita
untuk mencintai pasangan kita dengan cinta yang proporsional. Karena jika kita
memang harus menghadapi kenyataan bahwa pasangan kita hanyalah manusia lengkap
dengan kekurangan dan kelebihannya, hati akan terasa lebih lapang dan
kekecewaan dapat lebih mudah untuk direlakan karena besarnya pengertian bahwa
tidak selamanya hidup itu indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar