Kalau liqo sama saya, gak hebat-hebat amat. Pertama karena memang ilmu
saya masih sangat-sangat sederhana, tidak pakar fiqh apalagi ushul fiqh,
tidak jago tafsir dan hadits, belum hafal Al Quran seluruhnya, apalagi
Hadits-hadits Nabi saw, dan masih terbatas wawasannya. Kedua karena
sunnahnya para sahabat dahulu tidaklah muluk-muluk.
Biasanya kita
liqo itu membaca Al Quran sambil merapikan tajwidnya. Lalu menyetor
hafalan Al Quran setengah atau satu halaman. Lalu membahas yang ringan
dan sederhana dari ajaran Islam, yang membuat kita lebih baik di sisi
Allah, dari ayat-ayat yang jelas dan mudah saja. Adapun yang rumit dan
jelimet, itu ruangnya di tempat lain.
Menarik membaca penjelasan Ibnu Abbas tentang kandungan Al Quran yang dikutip oleh Ibnu Jarir:
وَقَالَ ابنُ جَرِيرٍ : حَدَّثَنا مُحَمَّدُ بنُ بَشَّارٍ ، حَدَّثَنا
مَؤَمَّلٌ ، حَدَّثَنا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنادِ , قَالَ : قَالَ
ابنُ عبَّاسٍ : " التَّفسيرُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَوْجُهٍ : وَجْهٌ
تَعْرِفُهُ العَرَبُ مِنْ كَلاَمِهَا ، وَتَفْسِيرٌ لاَ يُعْذَرُ أَحَدٌ
بِجَهَالَتِهِ ، وَتَفسيرٌ يَعْلَمُهُ العُلَمَاءُ ، وَتَفْسِيرٌ لاَ
يَعْلَمُهُ إِلاَّ اللهُ
Artinya: Ibnu Jarir Ath Thabari berkata,
"Kami diceritakan oleh oleh Muhammad bin Basyar, dari Muammal, dari
Sufyan, dari Az Zinad, dia berkata: Telah berkata Ibnu Abbas, "Tafsir Al
quran itu terbagi 4 sisi: Sisi pertama yang dipahami orang arab dari
bahasa arab. Sisi kedua yang tidak ada alasan seseorang tidak
mengetahuinya. Sisi ketiga yang hanya dipahami oleh ulama. Dan sisi ke
empat adalah yang hanya Allah yang mengetahuinya".
Dengan pembagian Ibnu Abbas ini, maka kandungan Al Quran itu lebih kurang ada 4 macam:
Pertama, ayat-ayat yang dipahami oleh siapa saja yang paham bahasa
arab, tidak perlu penjelasan dan penafsiran. Begitu dibaca dia langsung
bisa paham dan mengerti maksudnya. Masuk juga dalam kategori ini yang
memahami Al Quran melalui terjemahannya.
Kedua, ayat-ayat yang
berkaitan dengan hukum halal dan haram yang sudah pasti di dalam Quran.
Yang seharusnya setiap muslim mengetahuinya. Siapa yang membacanya dapat
langsung memahaminya. Seperti ayat tentang haramnya babi, bangkai,
darah, tuak, judi dan lain-lain sebagainya.
Ketiga, adalah
ayat-ayat yang membutuhkan keterangan ulama untuk memahaminya. Hal itu
karena adanya hal yang umum dan khusus, hal yang mutlak atau muqayyad,
hal yang mansukh (telah dihapuskan) dan sebagainya.
Keempat,
ayat-ayat yang Allah saja yang memahami maksud dan penjelasannya.
Seperti berita-berita ghaib terkait akhirat, sorga dan neraka, juga
makna huruf-huruf di awal sebagian surat Al Quran.
Dari 4
pembagian ini dapat dipahami, sebenarnya banyak sekali isi atau
kandungan Al Quran yang langsung bisa dipahami oleh orang yang paham
bahasa arab atau yang membaca terjemahannya. Tanpa perlu harus menjadi
ulama dan pakar yang hebat segala ilmu syariah dulu untuk itu.
Dalam sebuah ayat Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Artinya: “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur`an untuk peringatan,
maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17).
Kalaulah harus menjadi Lc atau MA dulu, atau selevel ulama, baru boleh
mengajarkan Islam kepada orang lain, niscaya Islam takkan pernah
tersebar ke pelosok-pelosok afrika, ke negara-negara Eropa, ke
negeri-negeri di asia tenggara, termasuk ke penjuru nusantara.
Kalau harus fasih dulu berbahasa arab, dan paham dulu sekian ratus ayat
dan hadits, tafsir ilmu tafsir, fiqh ilmu tafsir dan berbagai pendapat
ulama, apa artinya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن
عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما: أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال: ((بلِّغوا عني ولو آية، وحدِّثوا عن بني إسرائيل ولا حرَج، ومَن كذب
عليَّ متعمِّدًا فليتبوَّأْ مقعدَه من النار))؛ رواه البخاري.
Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash, bahwa Nabi saw
bersabda, "Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Ceritakanlah
dari bani Israil, tak ada dosa. Siapa yang berbohong terhadapku dengan
sengaja, maka dia akan menempati tempatnya di neraka". (HR Bukhari).
Adalah sangat mungkin bagi seorang yang sudah baligh yang bisa membaca
Al Quran dan terjemahannya, lalu mengajak beberapa orang yang seusia
dengannya untuk bersama-sama secara rutin membaca dan memahaminya.
Kemudian berangsur-angsur mengamalkan yang mudah dipahami tersebut.
Tanpa harus berfatwa atau melahirkan hukum-hukum syariat. Apalagi kalau
yang diajak tersebut adalah yang lebih yunior usianya.
Para
Sahabat Rasulullah saw dahulu, tanpa menjadi pakar dan ahli dulu, mereka
sudah langsung berdakwah. Hari ini mereka masuk Islam, besok mereka
sudah berdakwah. Mush'ab bin Umair mengislamkan hampir seluruh penduduk
madinah, sementara Nabi masih di Makkah, dan ajaran Islam masih jauh
dari ketuntasan.
Muadz bin Jabal dikirim ke Yaman tanpa harus
menjadi ahli segalanya. Thufail bin Amru Ad Dausiy, baru masuk Islam di
Makkah, lalu pulang ke Yaman mengIslamkan kaumnya. Setahun setelah itu
baru mereka sebagian bisa ke Makkah bertemu Nabi Shallallahu alaihi
wasallam.
Jadi, liqo saya sangat sederhana, ada ayat dan hadits
yang dibaca, ada buku yang dipelajari. Tidak hebat-hebat amat. Jika mau
betul-betul mendalam pembahasannya, maka hanya dengan kuliah sacara
runut dan rapi jalannya. Kalau hanya dengan pengajian saja, juga
bukanlah cara yang memadai untuk tuntas memahami Islam.
Berhentilah mempertanyakan kerja-kerja orang lain yang sedang berdakwah
dan berjuang untuk Islam. Karena itu hanya kebiasaan para pengangguran.
Wallahu A'laa wa A'lam...
Oleh: Irsyad Syafar