...karena kata-kata bukan sekedar untuk diucapkan, tetapi ia untuk dipahami dan diamalkan...
Senin, 09 Februari 2015
tahapan (proses) Tarbiyah
Minggu, 08 Februari 2015
Renungkanlah.....
📺Nonton Pertandingan bisa 90 menit
📺Nonton serial Film lebih dari 60 menit
📺 Nonton Movie hampir 120 menit
👳Tunaikan Shalat hanya 5 menit saja
🔥Di dalam api neraka jahannam sepanjang hayat
👍 Untuk Akal yang maju !!
💬 Renungkan!
📱 Di Whatsapp 300 Kawan
📱 Di blackberry cukup 200 kawan
☎ Di contacts phone 400 Kawan
🏡 di Kampung 50 Kawan
😔 Dalam Keadaan susah hanya ada 1 kawan.
😢 Dalam Jenazah mu, Hanya keluargamu saja yang mengurusi.
😭 Dalam Kubur hanya kau sendirian.
Jangan anggap Aneh kenyataan ini.. 💬
Sebab memang seperti ini lah kenyataan Hidup..
🌴 Pada Hakikat nya :
"Tidak ada yang dapat memberikan kemanfaatan bagi mu kecuali Shalat mu"
🍃Duduk setelah salam dari shalat yang telah di wajibkan adalah waktu yang paling mulia sebab Pada waktu itu Turun Rahmat Allah Azza wajalla.
🍂Jangan tergesa-gesa berdiri, Bacalah Istigfar, bertasbih lah, Baca ayat Al Qur'an dan jangan Lupa bahwa sesungguhnya engkau berada dalam jamuan dzat yang maha Rahman Azza wa jalla.
فإذا فرغت فانصب والى ربك فارغب
🌾 Apabila kamu telah selesai sholat, kerjakanlah pekerjaan lainnya dengan bersungguh-sungguh dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Berbaik sangka_lah (husnuzhon)
Berbaik Sangkalah Saudaraku...
Kita tdk bisa membaca hati manusia, apalagi hanya dari dunia maya
Belum tentu orang yg menuliskan rutinitas amalnya adalah riya’. Bisa jadi ia berniat menyemangati kawannya.
Belum tentu orang yg mengabarkan rizqi yg diterimanya adalah berbangga-2an dgn harta. Bisa jadi, ia ingin menyiarkan syukur atas karuniaNYA
Mereka yg menuliskan pengalamannya di sosial media, belum tentu ingin menjadi selebritis dunia maya. Bisa jadi ada inspirasi yg hendak dibagikannya.
Mereka yg mengabarkan sedang mengisi kultum entah di mana, belum tentu ingin dipuji amal dakwahnya. Bisa jadi ia ingin memberi harapan pada rekannya, bahwa di sana dakwah masih menyala
Mereka yg menyampaikan secuplik ilmu yg diketahuinya, belum tentu ingin diakui banyak ilmunya. Bisa jadi ia terpanggil untuk menyampaikan sedikit yg ia punya
Mereka yg gemar mengkritisi kekeliruan yg dilihatnya, belum tentu merasa dirinya paling benar sedunia. Bisa jadi, itu karena ia sungguh mencintai saudaranya.
Mereka yg gemar menuliskan apapun yg dipikirkannya, belum tentu ingin diakui sebagai perenung berwibawa.
Bisa jadi, ia adalah pelupa & mudah ingat dgn membagikannya.
Mereka yg selalu merespon apa yg dilihatnya, belum tentu ingin eksis di dunia maya. Bisa jadi ia memang senang berbagi yg dia punya.
Tapi baik sangka, tak berarti membiarkan kawan-2 melakukan sesuatu yg nampak keliru di mata kita.
Baik sangka, harus disertai dgn saling mengingatkan agar tidak tergelincir niatnya,agar tidak terhapus pahala amalnya.
Isi hati adalah misteri. Namun apa yg nampak keliru di mata kita, di situlah tugas kita tuk meluruskannya.
Baik sangka itu menentramkan. Namun mengingatkan juga kebutuhan.
Baik sangka itu indah, tapi bukan berarti membiarkan saudara terlihat salah.
Baik sangka, dan nasihat-nasihati adalah kewajiban sesama muslim.
Kamis, 05 Februari 2015
Titik Air di Sudut Mata
Titik Air Di Sudut Mata....
Ini ada kisah....
Tetaplah jadi orang2 yang selalu membuka harapan dan kebahagiaan bagi orang lain......
Tidak Ada Orang yang Tidak Memiliki Kompetensi.
Selamat membaca....
Dari kisah nyata seorang guru.
Di suatu sekolah dasar, ada seorang guru yang selalu tulus mengajar dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh membuat suasana kelas yang baik untuk murid-muridnya.
Ketika guru itu menjadi wali kelas 5, seorang anak–salah satu murid di kelasnya– selalu berpakaian kotor dan acak-acakan. Anak ini malas, sering terlambat dan selalu mengantuk di kelas. Ketika semua murid yang lain mengacungkan tangan untuk menjawab kuis atau mengeluarkan pendapat, anak ini tak pernah sekalipun mengacungkan tangannya.
Guru itu mencoba berusaha, tapi ternyata tak pernah bisa menyukai anak ini. Dan entah sejak kapan, guru itu pun menjadi benci dan antipati terhadap anak ini. Di raport tengah semester, guru itu pun menulis apa adanya mengenai keburukan anak ini.
Suatu hari, tanpa disengaja, guru itu melihat catatan raport anak ini pada saat kelas 1. Di sana tertulis: “Ceria, menyukai teman-temannya, ramah, bisa mengikuti pelajaran dengan baik, masa depannya penuh harapan,”
“..Ini pasti salah, ini pasti catatan raport anak lain….,” pikir guru itu sambil melanjutkan melihat catatan berikutnya raport anak ini.
Di catatan raport kelas 2 tertulis, “Kadang-kadang terlambat karena harus merawat ibunya yang sakit-sakitan,”
Di kelas 3 semester awal, “Sakit ibunya nampaknya semakin parah, mungkin terlalu letih merawat, jadi sering mengantuk di kelas,”
Di kelas 3 semester akhir, “Ibunya meninggal, anak ini sangat sedih terpukul dan kehilangan harapan,”
Di catatan raport kelas 4 tertulis, “Ayahnya seperti kehilangan semangat hidup, kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan kepada anak ini,”
Terhentak guru itu oleh rasa pilu yang tiba-tiba menyesakkan dada. Dan tanpa disadari diapun meneteskan air mata, dia mencap memberi label anak ini sebagai pemalas, padahal si anak tengah berjuang bertahan dari nestapa yang begitu dalam…
Terbukalah mata dan hati guru itu. Selesai jam sekolah, guru itu menyapa si anak:
“Bu guru kerja sampai sore di sekolah, kamu juga bagaimana kalau belajar mengejar ketinggalan, kalau ada yang gak ngerti nanti Ibu ajarin,”
Untuk pertama kalinya si anak memberikan senyum di wajahnya.
Sejak saat itu, si anak belajar dengan sungguh-sungguh. Penuh perhatian dan tekun dia lakukan dibangku kelasnya.
Guru itu merasakan kebahagian yang tak terkira ketika si anak untuk pertama kalinya mengacungkan tanganya di kelas. Kepercayaan diri si anak kini mulai tumbuh lagi.
Di Kelas 6, guru itu tidak menjadi wali kelas si anak.
Ketika kelulusan tiba, guru itu mendapat selembar kartu dari si anak, di sana tertulis. “Bu guru baik sekali seperti Bunda, Bu guru adalah guru terbaik yang pernah aku temui.”
Enam tahun kemudian, kembali guru itu mendapat sebuah kartu pos dari si anak. Di sana tertulis, “Besok hari kelulusan SMA, Saya sangat bahagia mendapat wali kelas seperti Bu Guru waktu kelas 5 SD. Karena Bu Guru lah, saya bisa kembali belajar dan bersyukur saya mendapat beasiswa sekarang untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran.”
Sepuluh tahun berlalu, kembali guru itu mendapatkan sebuah kartu. Di sana tertulis, “Saya menjadi dokter yang mengerti rasa syukur dan mengerti rasa sakit. Saya mengerti rasa syukur karena bertemu dengan Ibu guru dan saya mengerti rasa sakit karena saya pernah dipukul ayah,”
Kartu pos itu diakhiri dengan kalimat, “Saya selalu ingat Ibu guru saya waktu kelas 5. Bu guru seperti dikirim Tuhan untuk menyelamatkan saya ketika saya sedang jatuh waktu itu. Saya sekarang sudah dewasa dan bersyukur bisa sampai menjadi seorang dokter. Tetapi guru terbaik saya adalah guru wali kelas ketika saya kelas 5 SD.”
Setahun kemudian, kartu pos yang datang adalah surat undangan, di sana tertulis satu baris,
“mohon duduk di kursi Bunda di pernikahan saya,”
Guru pun tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia.
========
Copas dari grup wasap.
Rabu, 04 Februari 2015
Sejarah Pertumbuhan Ilmu Ushul Fiqh
Ruang Lingkup Ushul Fiqih
Obyek Pembahasan USHUL FIQIH
Obyek pembahasan dari Ushul fiqh
meliputi tentang dalil, hukum, kaidah dan ijtihad.
|
|
|||||||||||||||
Sesuai dengan keterangan tentang
pengertian Ilmu Ushul Fiqh di depan, maka yang menjadi obyek pembahasannya,
meliputi :
|
Pengertian USHUL FIQIH
Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat
sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh;
dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah.
|
|
Dilihat dari tata bahasa (Arab),
rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib
idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian
ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari
kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar
bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka
Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Sedangkan menurut istilah, ashl
dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu
Hamid Hakim :
"Ashl bagi diwajibkan zakat,
yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah
zakat!."
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah
yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :
"Kebolehan makan bangkai karena
terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum,
yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai... ".
Dengan melihat pengertian ashl
menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian
dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan
aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa,
berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana
dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :
"Ilmu tentang hukum-hukum
syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Atau seperti dikatakan oleh Abdul
Wahab Khallaf, yakni:
"Kumpulan hukum-hukum syara'
mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci".
Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya
yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil menunjuk kepada suatu hukum
tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada kewajiban shalat.
".....dirikanlah
shalat...."(An-Nisaa': 77)
Atau seperti sabda Rasulullah SAW :
"Sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar (benda yang memabukkan)." (HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).
Hadits tersebut menunjukkan kepada
keharaman jual beli khamar.
Dengan penjelasan pengertian fiqh di
atas, maka pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata,
yaitu dalil-dalil bagi hukum syara' mengenai perbuatan dan
aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum syara'
mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Tidak lepas dari kandungan
pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata tersebut, para
ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama satu bidang ilmu dari
ilmu-ilmu syari'ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi pengertian
Ilmu Ushul Fiqh dengan :
"Ilmu tentang kaidah-kaidah
(aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan
sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari
dalil-dalilnya yang terperinci."
Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat
dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan,
yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan cara-cara atau jalan-jalan yang
harus ditempuh untuk memperoleh hukum-hukum syara'; sebagaimana yang terdapat
dalam rumusan pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad
Abu Zahrah sebagai berikut :
"Ilmu tentang kaidah-kaidah
yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai
perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci."
Dengan lebih mendetail, dikatakan
oleh Muhammad Abu Zahrah bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang
menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil
hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang
didasarkan kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan
dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh
syara'.
Oleh karena itu Ilmu Ushul Fiqh juga dikatakan :
"Kumpulan kaidah-kaidah yang
menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-cara mengeluarkan
hukum-hukum dari dalil-dalil syara'."
|
Senin, 02 Februari 2015
Jangan sampai ALLAH menyatakan perang kepada kita
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam “Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman: ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai seperti bila ia melakukan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti akan Aku berikan kepadanya." [HR. Bukhari]
قال صاحب الإفصاح: في هذا الحديث من الفقه: أن الله سبحانه وتعالى قدم الأعذار إلى كل من عادى وليا: أنه قد آذنه بأنه محاربه بنفس المعاداة، وولي الله تعالى هو الذي يتبع ما شرعه الله تعالى
Pengarang Kitab Al-Ifshah berkata : “Hadits ini mengandung pengertian bahwa Allah menyampaikan ancaman kepada setiap orang yang memusuhi wali-Nya. Allah mengumumkan bahwa Dia-lah yang memerangi orang yang menjadi wali-Nya. Wali Allah yaitu orang yang mengikuti syari’at-Nya,
ولا أرى المعنى إلا من عاداه لأجل ولاية الله، وأما إذا كانت لأحوال تقتضي نزاعاً بين وليين لله محاكمة أو خصومة راجعة إلى استخراج حق غامض فإن ذلك لا يدخل في هذا الحديث، فإنه قد جرى بين أبي بكر وعمر رضي الله عنهما خصومة، وبين العباس وعلي رضي الله عنهما2 وبين كثير من الصحابة وكلهم كانوا أولياء لله عز وجل
.
قوله: " وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ " فيه إشارة إلى أنه لا تقدم نافلة على فريضة وإنما سميت النافلة نافلة إذا قضيت الفريضة وإلا فلا يتناولها اسم النافلة ويدل على ذلك قوله: وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ " لأن التقرب بالنوافل يكون بتلو أداء الفرائض ومتى أدام العبد التقرب بالنوافل أفضى ذلك به إلى أن يحبه الله عز وجل
.
Kemudian kalimat, “Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan” Hal ini merupakan tanda kecintaan Alloh terhadap orang yang dicintai-Nya, maksudnya orang itu tidak akan mau mendengar hal-hal yang dilarang oleh syari’at, tidak mau melihat hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syari’at, tidak mau mengulurkan tangannya memegang sesuatu yang tidak dibenarkan oleh syari’at dan tidak mau melangkahkan kakinya kecuali hanya kepada hal-hal yang dibenarkan oleh syari’at. Inilah pokok permasalahannya.
قوله: " وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ " يدل على أن العبد إذا صار من أهل حب الله تعالى لم يمتنع أن يسأل ربه حوائجه ويستعيذ به ممن يخافه والله تعالى قادر على أن يعطيه قبل أن يسأله وأن يعيذه قبل أن يستعيذه ولكنه سبحانه متقرب إلى عباده بإعطاء السائلين وإعاذة المستعيذين وقوله: " اسْتَعَاذَنِي " ضبطوه بالنون والباء وكلاهما صحيح.
Wallahu a’lam.