Manusia modern, umumnya menginginkan segala sesuatunya bisa direngkuh secara instan, secara cepat. Kekayaan misalnya, kalau bisa secepat mungkin diraih. Begitu juga dengan kekuasaan dan popularitas. Terkait bagaimana cara menggapainya, ini yang lebih sering diabaikan.
Kini, di zaman yang serba cepat ini, tradisi serba instan begitu mudah ditemukan. Contohnya gelar. Gelar begitu mudah diraih tanpa perlu mengikuti proses pendidikan formal. Begitu juga dengan kredit dan bumbu dapur. Kredit tersedia sistem kredit yang berproses instan melalui kartu kredit. Bumbu dapur juga tersedia versi instan siap saji. Sekarang kalau orang mau masak nasi goreng, tak perlu repot-repot lagi nguleg bumbu-bumbu seperti cabe, garam, bawang, dan lainnya.
Ternyata masalah instan ini juga merembet sampai ke masalah pernikahan. Nikah baru empat bulan, anak sudah lahir, saking ngetrend-nya tradisi instan ini.
Semua hal yang instan, sepanjang itu dilakukan untuk kemudahan manusia itu sendiri dan tidak melanggar syari’at Allah & Rasul-Nya, tentulah diperbolehkan. Kalau ada yang instan, kenapa juga kita mesti repot-repot mencari yang tidak instan. Sayangnya, tidak semua hal yang instan ini baik dan memberikan kemudahan bagi manusia. Bahkan lebih sering membuat manusia khilaf, melanggar batasan yang sudah ditetapkan, dan berujung kepada kehinaan dan kegelapan kehidupan.
Lihatlah tampilan manusia-manusia yang serakah, tamak, dan rakus terhadap dunia. Maunya direngkuh serba cepat, tabrak sana, tabrak sini. Lihatlah manusia-manusia pemalas, manusia yang tak pernah berpikir panjang dan selalu mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuan.
Kalau mau makan enak itu mesti berusaha, bukan dengan jalan nyolong. Kalau mau punya kendaraan itu mesti bekerja keras dan mengumpulkan uang dengan cara yang benar, bukan dengan jalan main terabas, lobby sana-lobby sini….Pokoknya kalau mau punya ini-itu harus ada kerangka usaha dan upaya yang jelas. Ini tidak… Selalu dan selalu dicari jalan pintas. Akhirnya bukan hasil yang enak didapat, malah kesusahan yang dibuat…
Dalam kerangka menikmati kenikmatan sebagian manusia juga cenderung ingin serba cepat. Akhirnya kenikmatan yang semestinya nikmat malah menjadi prahara…
Kalau kita mau memperhatikan ayat-ayat-Nya dalam alam ini, akan kita ketahui bahwa sesungguhnya alam ini mengajarkan kita untuk selalu berproses. Lihatlah pengajaran Allah dalam proses penciptaan manusia.
Tidak ada hasil yang bisa dicapai sekejap mata. Semuanya harus dilakukan setahap demi setahap, penuh usaha, penuh ikhtiar, dan do’a. Janganlah sekali-kali mengambil jalan yang akhirnya malah akan menyulitkan kita.
Dan akan lebih baik lagi, bilamana kita selalu melibatkan Dia di setiap langkah kita. Dengan demikian, setiap langkah kita akan menjadi langkah kesuksesan, langkah keberhasilan.
Melibatkan Dia adalah meniatkan tujuan gerak kita untuk-Nya. Kalau kita berhasil maka keberhasilan itu akan kita gunakan sebagai sarana beribadah kepada-Nya, membantu sesama, dan menggunakannya dengan tidak membuat-Nya murka. Melibatkan Dia juga berarti mengingat bahwa Dia-lah pusat semua gerak, dan pusat segala harapan bertumpu.
Wallaahu a’lam…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar