Senin, 29 Oktober 2012

Raja bertelinga sebelah

Raja Negeri itu ingin membuat lukisan dirinya. Dia mengumpulkan semua pelukis ternama dari seluruh penjuru negeri untuk mengerjakan proyeknya. Dia ingin yang terbaik. Rencananya, lukisan diri itu akan dipasang di Balairung Istana, tempat Ia menerima tamu Negara ataupun tempat berkumpulnya rakyat di saat acara persembahan.

Dia ingin setiap orang yang datang melihat gambar dirinya. Karenanya Ia menginginkan yang terbaik. Dan untuk itu, Sang Raja pun menyediakan hadiah yang banyak kepada pelukis yang gambarnya terpilih. Yang tentunya sesuai dengan keinginan hatinya. Semua pelukis bekerja maksimal. Mengerahkan semua kemampuan.

Dan tibalah saat Sang Raja memilih karya yang terbaik menurutnya. “Saya tidak menyukai lukisan ini. Walau pun benar, telingaku hilang sebelah karena pertempuran, tetapi Saya tidak ingin terlihat cacat di mata siapapun. Saya tidak ingin ketika menatap gambarku sendiri, aku melihat kekuranganku itu.” Titahnya menolak hasil karya Pelukis terkenal pertama yang berhasil menyelesaikan lukisannya.

Lukisan itu halus dan sangat realis. Bagus sekali buatannya, tetapi rupanya sang Raja tidak berkenan menerimanya. Sebabnya satu, Ia terlihat sebagai orang cacat di sana. Walaupun sebenarnya, lukisan itu adalah gambaran nyata dirinya. “Berani-beraninya Engkau berbohong hanya untuk menyenangkan diriku ?!”serunya jengkel. “Aku tidak menginginkan Pelukis yang suka menjilat di hadapanku. Bukankah engkau lihat sendiri, bahwa telingaku hilang sebelah karena tertebas pedang lawan, tapi kenapa Engkau menggambarnya lengkap ?” Hasilnya, lukisan kedua pun ditolak Sang Raja.
Lukisan itu pun terlihat sempurna. Bahkan Sang Raja pun digambarkan sedemikian sempurna. Lengkap dengan gambar kedua telinga tentunya. Padahal telinga Sang Raja tinggal sebelah. Itu fakta yang paling tidak disukai Sang Raja.

"Nah..inilah Lukisan yang aku kehendaki. Bagus sekali karyamu. Gambar inilah yang akan kupasang di ruang utama Balairung Istana. Engkau berhak atas sekantung uang emas itu wahai pelukis hebat !” titah sang raja sambil terus memandangi lukisan dirinya. Segera dititahkan kepada pengawalnya untuk memasang lukisan dirinya di dinding Balairung Istana. Dari Wajahnya terlihat kepuasan dan kebanggaan dirinya. Apa yang di lukiskan Pelukis ketiga sehingga membuat Sang Raja begitu berkenan dengan hasil lukisannya ? Padahal kualitas ketiga lukisan dan sapuannya sama-sama sempurna.

Ternyata, pelukis ketiga pandai mengambil angel untuk obyek lukisannya. Kalau dua pelukis sebelumnya mengambil dari sisi depan Sang Raja, yang jelas kedua telinganya harus terlihat, tetapi Pelukis ketiga melihat dari sisi samping. Pada tempat yang daun telinganya masih ada. Dengan mengambil sisi ‘sempurna’ diri Sang Raja, dia mampu menampilkan Raja yang terlihat sempurna fisiknya tetapi dia juga tidak perlu membohongi Sang Raja. Orang bebas berasumsi terhadap sisi lain Sang Raja.Tetapi Ia tidak bertanggungjawab. Karena memang Ia tidak menggambarkannya.
Begitulah, Ia pulang dengan membawa hadiah dan juga kebanggaan Sang Raja.

Begitupun dengan kita ketika berinteraksi dengan orang lain. Seorang Ustadz terhadap jama’ahnya. Seorang Murobbi terhadap Mad’u nya. Seorang Ibu atau Ayah teradap anak-anaknya. Seorang Dai terhadap umatnya. Seorang Guru terhadap muridnya. Itulah, dalam berinteraksi dengan orang lain, mereka ibarat Raja dan kita adalah pelukisnya. Kita tidak dibenarkan untuk menjadi penjilat sehingga kita membutakan kelemahannya. Sekaligus kita juga harus menjaga perasaannya dengan tidak menonjolkan sisi lemahnya (walaupun kelemahan itu benar-benar dimilikinya). Setiap diri, hal nya sang Raja, tidak ingin terlihat cacatnya. Juga dia tidak ingin dijilat mukanya hanya karena mencari sanjungan. Bahkan rela membohonginya. Itu bisa jadi akan menghancurkannya di masa mendatang. Lihat sisi baiknya dari setiap pribadi. Itu pesan yang tersirat dari Pelukis ketiga untuk kita. Setiap pribadi terlahir ke dunia dengan potensi positif yang dianugerahkan Allah kepadanya. Itu yang seharusnya kita ungkap dihadapanya. Semoga kita bisa !
Wallahu a'lamu bishowab !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar