Bunda Hajar , walau awalnya adalah budak (pelayan Bunda Sarah) tapi karena kedekatannya kepada Allah, lihatlah tempat yang akhirnya yang bisa dicapainya.
Menjadi pendamping dari seorang Abul'ambiya', Ibu dari seorang Nabi mulia yang dari nasabnya, lahir manusia akhir zaman paling agung, Rosulullah SAW.
*Tak peduli darimana asalnya, nasabnya dan juga rupanya..seorang wanita akan mulia, ketika dia dekat dengan RobbNya dan selalu taat pada nabinya.
Selainnya ? tak tersisa...
Kita, semestinya belajar dari Bunda Hajar. Ia dengan penuh keyakinan menyatakan dirinya akan kepastian harapan-harapannya, keyakinannya meruntuhkan kemustahilan-kemustahilannya, keyakinannya mewujudkan angan-angannya.
Kita sekali lagi, semestinya belajar dari Bunda Hajar. Meyakini bahwa ketika Allah memberikan kebutuhan pada hambaNya, maka Ia akan mencukupinua, bahwa ketika Allah memberikan kesulitan, maka Ia akan memberikan jalan keluarnya. Ia meyakini dan memahami “bahwa sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka sesungguhnya bersama kesulitan aa kemudahan, maka apabila Engkau telah selesai dari suatu urusan tetaplah bersungguh-sungguh untuk urusan yang lainnya, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS: Al-insyirah :5-8).
Kita semestinya belajar tanpa henti kepada Bunda Hajar, bahwa ia meruntuhkan kenisbian menjadi kenyataan, mengambil setiap peluang menjadi kepastian, menjawab setiap Tanya menjadi tanda seru “bagaimana mungkin? Bisa!!, apa? ini jawabnya, mungkinkah?? Pasti adanya!!”. Karena ia memahami bagi Allah semuanya sangatlah mudah “sesungguhnya urusanNya lah apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya “jadilah” maka jadilah semuanya (QS: yasin 82).
semestinya kita tidak pernah berhenti belajar .dari Bunda Hajar, dengan segala keyakinannya bahwa ia memberikan contoh keyakinan (keimanan) yang kokoh yang ia contohkan dan ia buktikan sendiri. Ia memahami.. bahwa ada kewajiban melekat pada dirinya, ikhtiar.. dan ia jalankan sepenuh jiwanya, ia jalankan sepenuh kemampuannya, kemudian setelah itu, ia sempurnakan ikhtiarnya pada sang pemberi harap, ia pasrahkan semuanya dalam ketawakalan, perfect!!
Untuk kesekian kalinya ditegaskan, kita semestinya malu dengan keyakinan dan keteguhan Bunda Hajar, betapa Ia hanya seorang budak, akan tetapi karena keteguhan dan kekuatan imannya Ia dimulikan oleh Allah, dinikahkannya dengan seorang nabi sekaligus putra raja, seorang nabi dan seorang Bapak para nabi, dari rahimnya lah lahir generasi-generasi orang-orang sholeh, pewaris darah kenabian dimana ajaran-ajarannya bertumbuh dan berkembang sampai saat ini.
Subhanallah.. kita sekali lagi semestinya belajar dari bunda hajar, atas keyakinannya, keteguhannya, kesungguhannya yang ia buktikan sendiri melalui usaha-usaha yang nyata, Ismail.. adalah bukti kesabaran penantiannya, shafa-marwa menjai bukti kesungguhan ikhtiarnya, air zam-zam, keberkahannya mengalir abadi hingga kini.
Kadang kita menyatakan diri… terlalu banyak onak duri, badai itu terlalu kuat, hmm.. mari kita berkaca pada Bunda Hajar sekali lagi, Apa yang menjadi penghalang?? Status?? Ah... Bunda Hajar hanyalah seorang budak, tapi staus tak menghalanginya untuk senantiasa berbuat kebaikan dan beramal sholeh, Usia?? Secara rasional sudah tidak dikatakan muda saat itu?? Tapi ia yakin!! Pasti ada keturunan dari rahimnya, keyakinan yang kadang tak sesuai dengan rasionalitas piker manusia, keyakinannya tak pernah menyurutkan do’a-do’a dan ikhtiarnya, bahkan gurun sahara tak menyurutkannya memenuhi perintah Allah, ia teguh!! Ia bangkit!! Ia hebat!! Ia luar biasa!! Inilah bukti… bahwa kekuatan iman meruntuhkan segalanya.. ketika iman itu kamu yakini dan kamu kokohkan dalam dirimu.. siapa yang bisa menghalangi kehendak Nya??
Malu.. malu.. semestinya kita malu, kenapa kadang kita masih sering mengeluh.. mengiba.. merasa diri paling menderita.. padahal.. usaha-usaha dan ikhtiar-ikhtiar kita belum seberapa, malu.. malu.. ketika kita Allah bukakan mata itu, kemanakah iman kita selama ini?? Dimanakah rasa syukur kita?? Tak salah memang ketika Allah mengucapkannya berkali-kali dalam surat ar-rahman, “nikmat tuhanmu yang manakah yang kan kau dustakan?? Nikmat tuhanmu yang manakah yang kan kau dustakan?? ..” Masya allah..
mari sejenak kita baca fragmen berikut :
"Yaa ROBB kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, yaa ROBB kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS.Ibrahim :37).
Kecintaan kepada Hajar dan ismail anaknya yang masih menyusui harus disisihkan untuk kemudian memenuhi perintah ALLAH Azza wa Jalla . Ia harus tega meninggalkan mereka tanpa jaminan yang mencukupi secara manusiawi kecuali jaminan dari ALLÂH yang telah memerintahkannya berbuat demikian.
Sungguh suatu "adegan" yang sangat monumental dalam sejarah pengorbanan orang-orang bertaqwa. Kisah nyata yang menggambarkan totalitas pengorbanan yang tiada tara dari orang-orang yang tunduk dan patuh kepada perintah ALLÂH apapun bentuknya. Babak-babak dedikasi yang tinggi dan kesabarannya dalam memenuhi ujian keimanan dari Robbnya. Manusia manapun akan dibuat terpana untuk menjalankan ujian seberat ini, baik itu seorang suami yang tega meninggalkan istri dan anaknya, apalagi seorang wanita dengan bayi mungil yang besertanya, tak terkecuali bunda Hajar dalam hal ini .
Dengarlah apa yang dia ucapkan ketika Ibrâhîm alaihissalâm beranjak meninggalkannya ditempat seperti itu. ia berkata ,"untuk tujuan apa engkau meninggalkan kami ?"…… " apakah engkau meninggalkan kami untuk mencari makanan ?"…. "apakah engkau meninggalkan kami untuk mencari minum ?"..Ibrâhîm diam membisu ,… ia diam tak menjawab sepatah katapun. Karena ia tahu bahwa ia meninggalkan istri dan bayinya bukan seperti yang disebutkan istrinya.
Bunda Hajar merasa ada sesuatu dari sikap suaminya ini. …Sebelum ini Ibrâhîm telah menanamkan perkara-perkara prinsip dalam dirinya. Prinsip-prinsip Tauhid dan keimanan yang kokoh dalam jiwanya. Maka dengan cahaya iman yang memancar dari hatinya ia segera menangkap isyarat bahwa ada perkara agung yang tersembunyi yang harus dia tanyakan kepada suami tercintanya. Sejurus kemudian, dengan cepat dari bibirnya yang kelu iapun menanyakannya, "apakah ALLÂH yang telah memerintahkan semua ini ?" . Pertanyaan yang mencerminkan ketinggian iman dan kecerdasannya, dan pengetahuan akan keagungan siapa yang memerintahkannya.
Demi mendengar pertanyaan ini, Ibrâhîm pun langsung menjawabnya dengan mantap , "iya"… Sebab begitulah kenyataannya. Kalaulah bukan karena perintah ALLÂH niscaya seorang suami tidak akan membiarkan keluarganya terlantar tanpa ada jaminan keselamatan dan kesejahterannya…. Lalu apa pula yang dikatakan bunda Hajar demi mendengar jawaban suaminya ?. Dengan tegar ia berkata, "Kalau begitu, sekali-kali DIA tidak akan menyia-nyiakan kami !". ….
Subhaanallah…. Keimanan yang luhur yang tidak mudah dimiliki seorang wanita dimuka bumi ini kecuali yang dikehendaki ALLÂH. Ia tidak khawatir akan terlantar jika perintah itu memang datang dari atas langit. Keimanannya kepada ALLAH Azza wa Jalla menjadikan rasa tawakkal yang kokoh dan menghunjam dalam jiwanya. Keyakinannya akan ke-Maha Besar-an ALLÂH dan kekuasaan-Nya menjadikan dia yakin akan nasibnya. Ia benar-benar pasrah dan rela jika semua penderitaan yang (secara kasat mata) akan dihadapinya menjadi tanggungan ALLÂH Subhanahu wa Ta'ala. Kata-kata yang agung yang mencerminkan kedalaman Tauhid yang dimilikinya, "Kalau begitu, sekali-kali DIA tidak akan menyia-nyiakan kami !" .
Subhaanallah…. Keimanan yang luhur yang tidak mudah dimiliki seorang wanita dimuka bumi ini kecuali yang dikehendaki ALLÂH. Ia tidak khawatir akan terlantar jika perintah itu memang datang dari atas langit. Keimanannya kepada ALLAH Azza wa Jalla menjadikan rasa tawakkal yang kokoh dan menghunjam dalam jiwanya. Keyakinannya akan ke-Maha Besar-an ALLÂH dan kekuasaan-Nya menjadikan dia yakin akan nasibnya. Ia benar-benar pasrah dan rela jika semua penderitaan yang (secara kasat mata) akan dihadapinya menjadi tanggungan ALLÂH Subhanahu wa Ta'ala. Kata-kata yang agung yang mencerminkan kedalaman Tauhid yang dimilikinya, "Kalau begitu, sekali-kali DIA tidak akan menyia-nyiakan kami !" .
Kejadian yang dialami oleh bunda Hajar semestinya menjadi teladan bagi kita semua. Sejatinya bagi setiap orang mukmin harus berbaik sangka kepada ALLÂH dengan taqdir yang ditentukan kepadanya. Diapun harus bersegera memenuhi perintah ALLÂH dan bersabar dalam menjalaninya, baik hal itu sesuai dengan keinginannya ataupun tidak , baik hal itu perkara yang dia sukai ataupun yang dia benci. Perintah ALLÂH untuk dilaksanakan hamba-Nya adalah satu paket dengan pertolongan-Nya. Sama halnya dengan amanah ALLÂH berupa bayi yang dikaruniakan kepada sebuah keluarga, maka kelahiran bayi satu paket dengan rizkinya…. sebagaimana pula penciptaan manusia, maka ia satu paket dengan aturan (baca: Undang-Undang) yang mengaturnya. Ketaatan kepada perintah ALLÂH diatas segalanya. Kecintaan kepada ALLÂH harus diatas segala kecintaan apapun bentuknya. Sebab inti dari ibadah adalah Ketundukan dan kepatuhan kepada ALLÂH, dan inilah makna islam, tunduk dan patuh.
Namun sangat disayangkan ketika seorang mukmin lebih mengutamakan hawanafsunya daripada perintah ALLÂH. Seruan, panggilan, dan perintah-Nya acapkali diabaikan begitu saja…. Larangan, peringatan dan ancaman ALLÂH-pun seringkali dilabrak tanpa ambil peduli. Padahal keimanan adalah ucapan dan perbuatan. Ia bukan hanya sebatas kata-kata yang manis dibibir namun enggan untuk dilaksanakan…. ia bukan pula pengakuan tanpa melewati ujian apa yang sudah diakuinya. Sebab tidaklah seseorang mengatakan beriman kecuali ALLÂH akan mengujinya.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS.al-ankabut :2).
Ujian inilah yang akan menjadi tolok ukur akan seberapa besar keimanannya. Dalam taraf yang paling ekstrim ujian keimanan juga sebagai alat bukti untuk membuktikan apakah keimanannya itu benar ataukah dusta. Disisi lain ia juga berarti bahwa dalam melaksanakan ketaatan terhadap perintah ALLÂH diperlukan kesabaran dan seberapa besar pengorbanannya dalam kesabaran melaksanakan perintah-Nya. Sebab tiada hasil yang bisa diraih kecuali dengan pengorbanan. Dan siapa yang sanggup memberikan pengorbanan yang besar untuk ALLÂH dan untuk meninggikan kalimat-Nya, maka kedudukannya akan semakin tinggi disisi-Nya. Mati sebagai syahid di medan jihad untuk meninggikan kalimat ALLÂH merupakan pengorbanan yang maksimal, sebab ia sudah kehilangan nyawa yang dengannya ia tidak bisa beramal lagi setelah itu. Oleh sebab itu pula wajarlah jika pahala keutamaan bagi yang syahid sangatlah istimewa disisi-Nya, dengan 7 keistimewaan yang dia dapatkan…..
Dan pengorbanan untuk meninggikan kalimat ALLÂH masih tetap ada dan diperlukan oleh ummat ini sampai datangnya hari qiyamat.
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar