Sabtu, 27 Oktober 2012

Tidak asal Berdakwah



Dahulu kala hiduplah seorang raja yang cacat satu matanya yang bagian kanan. Mata tersebut kondisinya tertutup dan tidak dapat untuk melihat. Bila ada orang yang menyinggung-nyinggung masalah kecacatan matanya, raja itu akan tersinggung, bahkan bisa marah besar. 

Suatu hari raja tersebut punya keinginan agar dirinya dilukis. Dia ingin lukisanya bisa dipasang di istananya. Dia pun membuat sayembara, bagi siapa saja yang paling bagus melukis dirinya akan diberi hadiah emas dan perak. 
Hari pertama ada seorang pelukis dating hendak melukis raja. Raja duduk di singgasananya kemudian dilukis oleh pelukis tadi. Karena takut sang raja tersinggung dan juga ingin membuat rasa senang, maka pelukis tadi menggambar ke dua mata raja dengan kondisi sempurna, tidak menampilkan kecacatan mata kananya. Setelah jadi, raja melihat lukisan tadi. Lukisan itu sangat indah dan mirip dengan raja, tetapi ketika raja melihat gambar mata kananya, raja jadi sangat marah. 

Raja itu berkata kepada pelukis tadi “Kau penipu! Kau kuberi hukuman penjara seumur hidup!” 

Akhirnya pelukis tadi dijebloskan ke penjara.

Esoknya datang pelukis yang kedua. Dia melukis sang raja dengan begitu indahnya dan apa adanya. Dia melukis mata kanan sang raja yang cacat seperti apa adanya. Melihat lukisan yang telah jadi tadi raja jadi marah.
Raja itu berkata kepada pelukis tadi “Berani sekali kau menghinaku! Kau kuberi hukuman penjara 10 tahun!” 

Akhirnya pelukis kedua tadi dijebloskan ke penjara juga.

Kabar tentang kedua pelukis tadi tersebar ke masyarakat. Sejak itu tidak ada yang berani datang ke istana untuk melukis raja. Setelah lama berselang datanglah seorang pelukis muda ke hadapan raja. Dia hendak melukis raja. Walaupun sudah mendengar kabar pelukis-pelukis sebelumnya yang dihukum raja, pemuda tadi tidak takut untuk melukis raja. 

Mulailah dia melukis raja. Setelah lama berselang jadilah lukisan tadi. kemudian ditunjukanlah lukisan tadi kepada raja. Melihat lukisan pemuda ini, raja jadi takjub. Lukisan itu begitu indah. Disitu digambarkan raja sedang berburu dan sedang memegang senapan yang siap ditembakan. Disitu digambarkan raja sedang dalam posisi membidik hewan buruanya, mata kananya dalam kondisi tertutup sedang mata kirinya terbuka lebar memandang searah ujung senapanya, membidik hewan buruanya. Walaupun mata kanan raja tadi digambarkan dalam keadaan tertutup, tapi karena digambar sedang dalam posisi membidik buruan, maka raja terlihat tidak cacat matanya tapi sedang membidik buruan. 
Raja sangat senang dengan lukisan pemuda tadi. Karena membuat sang raja senang, pemuda tadi mendapatkan hadiah emas dan perak. Ketika akan diberi emas dan perak sebagai hadiah, pemuda tadi menolaknya. 

Raja pun kaget, lalu dia bertanya, “Apa masih kurang hadiahnya?”, “Akan kutambah 2 kali lipat”. 
Pemuda itu menjawab, “Mohon maaf paduka, kalu diperkenankan, saya mengajukan permintaan yang lain saja.” 
Raja menjawab, “Sebutkan permintaanmu, akan kuturuti.” 
Pemuda itu menjawab, “Saya minta 2 orang teman saya yang melukis paduka kemarin dibebaskan dari penjara, karena mereka kemarin tidak berniat untuk membuat paduka marah. Kasihan, orang tuanya menagisinya tiap hari.“ “Bayangkan saja bila anak paduka dipenjara, tentunya hati paduka sangat sedih sekali.” 


Raja pun terharu mendengar permintaan pemuda itu. Akhirnya pelukis yang masih dalam penjara pun dibebaskan oleh raja. Dan mereka berdua diberi hadiah emas dan perak. Dan sejak itu raja tidak pernah lagi marah bila ada yang menyyinggung-nyinggung masalah matanya yang cacat. Dan raja pun tidak lagi semena-mena kepada rakyatnya. 
Begitulah akhir cerita ini, akhirnya semua merasa bergembira.

****************************
Dari cerita diatas, ada hikmah yang bisa kita ambil. Bahwasanya bila kita ingin menyampaikan sesuatu kebenaran kepada orang yang mempunyai kekurangan atau kesalahan, tidak serta merta disampaikan apa adanya. InsyaAllah niat kita baik. InsyaAllah yang kita sampaikan adalah kebenaran. Tapi itu belumlah cukup. Harus juga disertai cara yang baik juga. Dengan bijaksana, dengan santun, dengan sabar dan juga dengan kecerdikan sehingga tujuan kita untuk merubah suatu kesalahan menjadi kebaikan bisa tercapai dan akhirnya orang lain bisa menerima kebenaran itu. 


Kadang kita dengar adanya orang yang dengan ringan mengatakan kepada orang lain “Yang kamu lakukan itu salah, yang benar itu begini!” Atau “Yang kamu lakukan itu tidak ada dalilnya, yang benar itu begini, dalilnya ini!” 
InsyaAllah sebenarnya yang kita katakan itu benar adanya, tapi karena cara kita yang yang “to the point” saja, yang tidak sabar ingin segera melihat perubahan, malah mendapatkan penentangan karena sifat umum manusia adalah tidak mau disalah-salahkan, tidak mau dihakimi. Yang dinasehati bukanya sadar malah sebaliknya, jadi membenci kita dan yang lebih parah, malah menolak kebenaran itu seterusnya.

Kadang juga kita dengar ada orang yang setelah nasehatnya tidak dengar orang kemudian berkata, “Ya sudah , Dinasehati tidak nurut, yang saya katakan khan benar, yang penting saya sudah menunaikan kewajiban saya untuk mengingatkan sesama muslim.” Padahal kalau kita bisa lebih bijaksana, sabar dan cerdik seperti pemuda tadi, hasil bahagia yang kita dapatkan. 

Kita lihat bagaimana pemuda tadi meminta dengan santun kepada raja agar 2 temanya dibebaskan dan juga memberi permisalan bila anak raja dipenjara tentu raja sangat sedih, dengan itu akhirnya raja bisa tersadar dari kesalahanya. 

Hal ini juga bisa menunjukan setulus apakah niat kita untuk memperbaiki atau berdakwah. Kalau niat kita lurus, InsyaAllah perbaikanlah yang kita tuju, bukan permusuhan, bukan kerusakan yang kita harapkan. Bila nasihat kita tidak di dengar, kita tidak dihargai, kita pun tak perlu kecewa, karena buka penghargaan dari orang yang kita cari, tapi perbaikan dan ridho Allah yang kita tuju.

Itulah tantangan bagi kita. Bila kita punya niat tulus untuk menegakan kebenaran, bila kita merasa yang kita sampaikan adalah benar maka, carilah, gunakanlah cara yang paling baik, paling bijaksana, paling santun, paling cerdik sehingga tujuan kita untuk memperbaiki bisa tercapai. Kata kuncinya adalah “MEMPERBAIKI”. Sebelum melakukanya pikirkan dulu apakah yang akan kita lakukan ini akan memperbaiki keadaan atau sebaliknya malah memperburuk keadaan. Bila malah memperburuk keadaan, lebih baik kita diam dulu. Mungkin lain waktu dengan cara yang lain atau melalui mulut orang lain keburukan tersebut bisa diperbaiki. Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar