Siapapun tidak pernah menginginkan perselisihan dengan orang lain. Namun, siapa pun tidak selayaknya melarikan diri ketika dia mempunyai perselisihan dengan orang lain, sekiranya masih ada cara yang lebih baik untuk menyelesaikannya. Demikian pula dalam hidup berkeluarga, tidak ada satupun suami atau istri yang dengan sengaja membuat perselisihan dengan pasangannya. Bagaimanapun juga, jika sebuah keluarga dibangun diatas fondasi cinta, kasih sayang, dan saling membutuhkan, tidak akan ada diantara mereka yang menginginkan berpisah dari pasangannya.
Sesungguhnya, munculnya perselisihan , pertikaian, cek-cok dalam hidup berumah tangga adalah suatu keniscayaan. Setiap manusia tidak dilahirkan dalam kondisi sama persis tanpa perbedaan. Bahkan anak kembar pun, ada yang berbeda dari diri mereka. Bahkan, perbedaan itu sendiri adalah sunatullah yang tak terelakkan. Sehingga wajar saja apabila sepasang suami istri menemukan riak-riak kecil dalam romantika bahtera rumah tangganya.
Perselisihan dalam rumah tangga ibarat garam dalam masakan. Apabila masakan kebanyakan garamnya, akan terasa keasinan. Sebaliknya, jika tanpa garam, masakan pun terasa hambar. Pun demikian dengan rumah tangga. Apabila terlalu sering terjadi perselisihan, maka keutuhannya akan terancam. Jika sama sekali tidak pernah ada, maka hidup pasangan suami istri akan monoton, cenderung tertutup, dan enggan saling terbuka. Bukan tidak mungkin ketika permasalahan yang terpendam sudah sampai puncaknya, maka yang ada adalah perpisahan. Tak ada semangat untuk berbicara karena mereka memang tidak terbiasa.
Perbedaan dan perselisihan itu sendiri bukanlah suatu aib yang harus dibuang jauh-jauh. Ia bukanlah perbuatan maksiat dimana orang yang melakukannya dicatat sebagai orang yang berdosa dan tercela. Tentu saja selama perbedaan tersebut bukan masalah akidah dan masalah agama yang fundamental atau mendasar.
Ada suami istri yang berhasil mengatasi dengan baik segala permasalahan dan perbedaan yang muncul diantara mereka, hingga mereka pun terus langgeng dalam ikatan suci perkawinannya. Namun, ada pula pasangan yang terhempas gagal ketika diterpa angin badaipersoalan rumah tangga, sehingga tidak ada yang dapat dilakukan selain berpisah.
Sesungguhnya rumah tangga yang kokoh itu berdiri diatas fondasi dialog, saling memahami, dan saling mengisi antara dua pihak. Bagaimanapun juga, manusia tidak terlahir sebagai sosok yang langsung menguasai metode paling ideal dalam berumah tangga. Diperlukan kesiapan mental dan tekad yang kuat apabila seseorang ingin menjadi suami yang sukses atau istri yang berhasil. Alangkah baiknya jika masing-masing suami-istri menambah referensi pemahaman tentang tips hidup berumah tangga, berusaha memahami karakter pasangannya, menumbuhkan sikap mengalah, melatih teknik berdialog yang menyenangkan, selalu memperbarui rasa cinta kasih dan mengasah berbagai keterampilannya.
SALING MEMAHAMI (tafahum), adalah kata kunci dari sekian banyak tips dan kiat untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Tiada artinya memiliki berbagai macam keahlian dan keterampilan tentang dunia keluarga apabila tidak ada kemauan untuk saling memahami pasangan masing-masing. Seiring dengan itu, juga tidak begitu bermanfaat jika hanya satu pihak saja yang mau memahami pasangannya, sementara pihak lain tidak mau tahu. (fr)
*edisi 18th wedding anniversary, 28 okt 1994 - 28 okt 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar