Sekarang
ini, kami semua sedang menunggu-nunggu datangnya hari saat para aktivis
Islam, khususnya para pemuda, datang bersemangat memperjuangkan Islam
dan kaum muslimin. Kami menunggu-nunggu hari semacam hari Abu Bakar saat
terjadi murtad massal, semacam hari Khalid saat perang Yarmuk, semacam
hari Sa’ad saat perang Qadisiyah, semacam hari Shalahuddin saat perang
Hithin, semacam hari Quthuz saat perang ‘Ain Jalut, semacam hari
Muhammad al-Fatih saat penaklukan Konstantinopel, dan semacam hari
Sulaiman al-Halbi saat menghabisi Klepper.
Kami ingin ~walau sesaat sebelum kami dijemput maut~ mata kami dapat merasakan sejuknya menyaksikan khilafah islamiyah,
menyaksikan panji-panjinya berkibar di Timur dan Barat, menyaksikan
payungnya yang teduh memenuhi dunia dengan keadilan, kebenaran, cahaya,
dan petunjuk. Kami inginkan hari saat Khalifah memandang awan lalu berkata, “Wahai awan, pergilah ke timur atau ke barat, kamu pasti akan menjumpaiku di sana!”
Kami
tunggu saat kata-kata itu nyata adanya. Saat kekuasaan Islam sampai ke
Timur dan Barat, sampai ke seluruh pelosok negeri. Saat kekuasaan khilafah memenuhi setiap jengkal bumi ini dengan kebaikan, hidayah, dan cahaya.
Kami benar-benar merindukan suatu hari saat Allah menaklukkan Roma ~ibukota Nasrani di jagad ini~ bagi kaum muslimin, hal mana Rasulullah r telah mengabarkan bahwa kota ini akan ditaklukkan setelah ditaklukkannya Konstantinopel.[1]
Konstantinopel atau Istambul[2] telah takluk di tangan Sultan Muhammad Al-Fatih. Beliau berhak menyandang pujian Nabi dalam hadits yang terkenal:
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ اْلأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Panglima perangnya adalah sebaik-baik panglima, dan pasukannya pun sebaik-baik pasukan.[3]
Saat
itu Sultan al-Fatih telah bersiap-siap untuk menaklukkan Roma. Dan
Eropa pun diliputi kegelisahan, ketakutan, dan kengerian. Hanyasaja,
ajal menjelang sang Sultan sebelum proyek agung ini terealisir.
Bukti
bahwa Eropa diliputi kegelisahan dan kengerian adalah bahwa gereja-
gereja di Eropa pada umumnya dan Roma pada khususnya terus-menerus
membunyikan loncengnya selama tiga hari berturut-turut sebagai tanda
suka cita menyambut kematian Sultan muslim yang agung itu.
Kami menunggu hari semisal hari-hari itu dengan sangat cemas dan gelisah.
Sesungguhnya
kemenangan Islam adalah harapan tertinggi yang menjadi cita-cita
seseorang, supaya matanya menjadi sejuk di dunia karenanya.
Hari ini kita merasakan bahwa bukanlah istri shalihah yang dimaksud dengan kebaikan di dunia yang termuat di dalam firman-Nya
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً
Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat. (al-Baqarah : 201)
Hanyasanya itu adalah kemenangan Islam dan dien ini ~sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama~. Sungguh, kebaikan yang tak tertandingi. Kebaikan yang menepis segala kelesuan, kegundahan, dan kesedihan, meski salah seorang dari kita mesti kehilangan keluarga, anak, harta, atau kedudukannya di jalan ini.
Kami benar-benar merindukan hari-hari semisal hari kala Allah memenangkan dien-Nya, memuliakan wali-wali-Nya, dan hizb-Nya melebihi kerinduan kami kepada istri-istri kami, anak-anak kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, hal mana kami sudah tidak berjupa dengan mereka selama bertahun-tahun.
Kami benar-benar merindu sejuknya mata kami oleh hari semacam hari ‘Uqbah bin Nafi’, saat ia tegak di atas pelana kudanya, menceburkan kudanya di tepian Samudera Atlantik seraya berkata,”Demi Allah, sekiranya aku tahu bahwa di seberang sana ada daratan, niscaya aku akan berperang di sana di jalan Allah!”
Lalu ia menatap langit seraya berkata, “Wahai Rabbku, jikalau bukan karena lautan ini, niscaya aku akan ke seberang sebagai mujahid di jalanmu”[4]
Kami benar-benar menunggu hari-hari itu.
Adakah kalian memenuhinya?
Adakah kalian mengabulkannya?
[1]
Maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad
2/176 yang dishahihkan oleh Syekh Ahmad Syakir dari ‘Abdullah bin ‘Amru
bin ‘Ash ra katanya, “Ketika kami berada di sekeliling Rasulullah saw
dan asyik menulis, tiba-tiba beliau ditanya, ‘Kota manakah yang akan
ditaklukkan terlebih dulu? Konstantinopel ataukah Roma?’ Beliau
menjawab, ‘Kotanya Heraclius akan ditaklukkan lebih dulu.’ Yaitu
Konstantinopel.
[2]
Nama asli kota ini Islambul, satu kata dalam bahasa Turki yang berarti
Negeri Islam. Yang memberi nama itu adalah Sultan Muhammad al-Fatih.
Kota ini pernah menjadi ibukota Khilafah ‘Utsmaniyah dan ‘monumen’
kemenangan ummat Islam. Namun Ataturk ~semoga Allah melaknatnya~
menjadikan Ankara sebagai ibukota Turki, menggantikan Islambul. Itu
sebagai simbol dibangunnya Sekulerisme. Ataturk meninggalkan manhaj para
pendahulunya semisal Muhammad al-Fatih. Ini selain berbagai upayanya
dalam memerangi Islam.
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/335 dai Bisyr bin Sahim Al-Khats’amiy ra
[4] al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir 3/42
*DR. Abdullah Azzam dalam buku Penawar Lelah Pengemban Dakwah
*DR. Abdullah Azzam dalam buku Penawar Lelah Pengemban Dakwah
asslkm,,, kang masih punya bukunya,, sy sudah cari cari di gramedia. palasari dan online ga dapet dapet. barang kali punya buku double,,,.. trmksh .. dede anjar 085722128575
BalasHapus