Senin, 10 Desember 2012

Episode Qiyadah dan Jundiyah



Rasulullah SAW menunjuk ‘Amr ibn Al ‘Ash beberapa saat sesudah dia masuk Islam untuk menjadi komandan satuan yang di dalamnya bergabung para shahabat senior termasuk Abu Bakr dan ‘Umar. Malamnya, saat mereka berkemah, tiba-tiba ‘Amr memerintahkan semua memadamkan api. ‘Umar tersinggung. Terlihat olehnya pasukan itu kedinginan, dan beberapa yang lain sedang memasak makanan. ”Tidak, jangan matikan apinya!”, seru ‘Umar. Abu Bakr yang ada di sampingnya langsung menegur, ”Wahai ‘Umar, dia pemimpin yang ditunjuk Rasulullah untuk kita. Taatlah pada Allah, RasulNya, dan pemimpinmu!” ‘Umar masih menggerutu. Tetapi beberapa saat kemudian dia menyadari ‘Amr benar. Bunyi ringkik dan tapak kaki kuda patroli musuh, ratusan agaknya, terdengar begitu mengerikan. Tetapi kafilah patroli itu lewat saja. Maka Abu Bakr pun tersenyum padanya. Hari berikutnya, ‘Amr memerintahkan pasukannya berhenti di luar perkampungan kabilah yang akan diserang. ”Aku akan masuk. Jika aku tak kembali hingga mentari tergelincir, kalian serbulah ke dalam!” ‘Umar protes lagi. ”Jika kau ingin syahid, kami semua juga! Tetaplah kita bersama!” Dengan lirikan, kembali Abu Bakr mengingatkan ‘Umar. Dan ‘Umar pun patuh. Beberapa waktu kemudian, ‘Amr telah kembali bersama pemimpin kabilah yang telah masuk Islam bersama pengikutnya, atas diplomasi ‘Amr. Kabilah itu tunduk, tanpa setetes darahpun tertumpah.
Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari fragmen di atas. Pertama, bahwa Rasulullah SAW dengan jenius telah berhasil membangun basis manajemen yang sangat ampuh dalam membangun organisasi yang sangat baik. Beliau SAW tidak ragu mengangkat seorang yang baru masuk Islam untuk menjadi seorang panglima satuan yang di dalamnya terdapat para sahabat senior. Yang artinya seorang pemimpin hendaknya tahu dan dapat memilih seseorang pada posisi yang tepat disesuaikan dengan kafaahnya.

Kedua
, senioritas seseorang tidak kemudian membuat orang tersebut dapat menentukan kebijakan dan bahkan memaksakan keinginannya kepada orang yang notabene masih sangat baru dalam dakwah. Kita tahu bagaimana cerdasnya 'Umar bin Khathab, namun ternyata di balik senioritas dan kecerdasan yang dia miliki, dia harus mengakui bahwa ada orang yang lebih baik daripada dirinya dalam urusan-urusan tertentu. Kita juga dapat meneladani ketaatan dan penghargaan Abu Bakar RA terhadap pemimpin.

P
emimpin yang baik yang bisa membuat keputusan yang tepat dan memiliki al-bashirah bit tadbir (kemampuan manajemen yang baik) berhak untuk ditaati dan dipercaya oleh siapapun bawahannya. Sesenior apapun seorang bawahan, harus mampu menempatkan pemimpin dalam posisi di atas. Dan karena pengalamannya, kader senior tentu punya hak untuk memberi masukan yang positif agar sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik. Dan pemimpin harus ikhlas dan sabar ketika mendapat kritik.
"...Jadilah kalian orang yang rabbani, yaitu yang mempelajari al-kitab dan mengajarkannya." (QS.3:79)

"Katakanlah: Inilah jalanku, berdakwah kepada Allah dengan hujjah yang nyata, aku dan orang-orang yang mengikutiku...."
(QS. 12:108)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar