Rasulullah SAW menunjuk ‘Amr ibn Al ‘Ash beberapa saat sesudah dia masuk
Islam untuk menjadi komandan satuan yang di dalamnya bergabung para shahabat
senior termasuk Abu Bakr dan ‘Umar. Malamnya, saat mereka berkemah, tiba-tiba
‘Amr memerintahkan semua memadamkan api. ‘Umar tersinggung. Terlihat olehnya
pasukan itu kedinginan, dan beberapa yang lain sedang memasak makanan. ”Tidak,
jangan matikan apinya!”, seru ‘Umar. Abu Bakr yang ada di sampingnya langsung
menegur, ”Wahai ‘Umar, dia pemimpin yang ditunjuk Rasulullah untuk kita.
Taatlah pada Allah, RasulNya, dan pemimpinmu!” ‘Umar masih menggerutu. Tetapi
beberapa saat kemudian dia menyadari ‘Amr benar. Bunyi ringkik dan tapak kaki
kuda patroli musuh, ratusan agaknya, terdengar begitu mengerikan. Tetapi
kafilah patroli itu lewat saja. Maka Abu Bakr pun tersenyum padanya. Hari
berikutnya, ‘Amr memerintahkan pasukannya berhenti di luar perkampungan kabilah
yang akan diserang. ”Aku akan masuk. Jika aku tak kembali hingga mentari
tergelincir, kalian serbulah ke dalam!” ‘Umar protes lagi. ”Jika kau ingin
syahid, kami semua juga! Tetaplah kita bersama!” Dengan lirikan, kembali Abu
Bakr mengingatkan ‘Umar. Dan ‘Umar pun patuh. Beberapa waktu kemudian, ‘Amr
telah kembali bersama pemimpin kabilah yang telah masuk Islam bersama
pengikutnya, atas diplomasi ‘Amr. Kabilah itu tunduk, tanpa setetes
darahpun tertumpah.
Ada beberapa pelajaran yang bisa kita
ambil dari fragmen di atas. Pertama, bahwa Rasulullah SAW dengan jenius telah
berhasil membangun basis manajemen yang sangat ampuh dalam membangun organisasi
yang sangat baik. Beliau SAW tidak ragu mengangkat seorang yang baru masuk
Islam untuk menjadi seorang panglima satuan yang di dalamnya terdapat para
sahabat senior. Yang artinya seorang pemimpin hendaknya tahu dan dapat memilih
seseorang pada posisi yang tepat disesuaikan dengan kafaahnya.
Kedua, senioritas seseorang tidak kemudian membuat orang tersebut dapat menentukan kebijakan dan bahkan memaksakan keinginannya kepada orang yang notabene masih sangat baru dalam dakwah. Kita tahu bagaimana cerdasnya 'Umar bin Khathab, namun ternyata di balik senioritas dan kecerdasan yang dia miliki, dia harus mengakui bahwa ada orang yang lebih baik daripada dirinya dalam urusan-urusan tertentu. Kita juga dapat meneladani ketaatan dan penghargaan Abu Bakar RA terhadap pemimpin.
Pemimpin yang baik yang bisa membuat keputusan yang tepat dan memiliki al-bashirah bit tadbir (kemampuan manajemen yang baik) berhak untuk ditaati dan dipercaya oleh siapapun bawahannya. Sesenior apapun seorang bawahan, harus mampu menempatkan pemimpin dalam posisi di atas. Dan karena pengalamannya, kader senior tentu punya hak untuk memberi masukan yang positif agar sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik. Dan pemimpin harus ikhlas dan sabar ketika mendapat kritik.
"...Jadilah kalian orang yang rabbani, yaitu yang mempelajari al-kitab
dan mengajarkannya." (QS.3:79)
"Katakanlah: Inilah jalanku, berdakwah kepada Allah dengan hujjah yang nyata, aku dan orang-orang yang mengikutiku...." (QS. 12:108)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar