Dalam satu kesempatan, saya ngobrol2 dg beberapa ikhwan...
kebetulan waktu itu ngobrol seputar rumah tangga..
entah mengapa, obrolan itu makin rame dan seru...
hingga menyentuh terminologi cerai atau talak..
Mayoritas dari mereka mengakui bahwa pernah ada keinginan bercerai, minimal, pernah terlintas dalam benaknya..
Bagi kehidupan normal berumah tangga, kata cerai, merupakan kata yang dihindari bahkan mungkin menakutkan.
Namun, banyak orang yang luput menyadari bahwa sesungguhnya perceraian juga merupakan 'rahmat' dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia bisa menjadi alternatif terakhir atau mungkin satu-satunya jalan yang terbaik untuk keluar dari permasalahan. maaf, mgk ada yg kurang sepakat dg ungkapan saya ini...
secara pribadi, saya sangat tidak menyukai perceraian...semoga Allah jauhkan kami dari fitnah ini...
bahwa (kadang) perceraian sebagai rahmat Allah, Contoh kasusnya adalah bila salah satu dari pasangan memiliki masalah kejiwaan yang membahayakan, atau salah satu pasangan melakukan kemaksiatan yg masuk kategori hudud, atau salah satu pasangan keluar dari Islam.
Dengan demikian, syariat perceraian, sejatinya merupakan karunia dari Allah.
tapi, bukan ini yg akan kita bahas...
sebisa mungkin, kita menghindari hal2 yg bisa membawa kita kepada terminologi cerai...
Kebaikan, itulah kata pertama yang harus menjadi semangat dalam menyikapi alternatif perceraian.
Karena, perceraian tak akan pernah terjadi tanpa adanya pernikahan yang di dalamnya bertabur kebaikan.
Bila kebaikan yang menjadi harapan di awal perjalanan, mengapa tak selamanya kebaikan pun menjadi hal yang diutamakan dalam kebersamaan? Inilah hal yang harus dipertimbangkan dalam menyikapi penyebab-penyebab perceraian....
seringkali kita melupakan kebaikan2 dari pasangan, dan lebih mengingat pada kekurangan atau kesalahannya saja...
diantara pernyataan ikhwan...bahwa umumnya kalo sedang marahan, istrinya suka nyinggung kata pisah...tapi ikhwannya cuek aja...
meski, sempet juga terlintas di ikhwan utk 'memenuhi harapan istri'...hehe...
maksudya, pernah terlintas juga di benak ikhwan utk udahan aja...(mungkin karena sudah sekian kali ‘ditekan’ oleh istrinya)
sangat indah untuk kita ingat kembali bahwa setiap hal dalam kehidupan selalu memiliki sisi kebaikan dan keburukan.
Demikian pula dalam pernikahan. Selalu ada keburukan yang kita dapatkan tetapi juga begitu banyak kebaikan yang kita raih.
Oleh karena itu, sungguh sangat sayang bila kebaikan-kebaikan yang kita raih melalui perjuangan itu harus tersia-sia begitu saja oleh keburukan yang tak diundang.
disinilah perlunya kita menulis di diary kita tentang kebaikan2 dan keindahan yg dilalui bersama pasangan...
buku diary jgn diisi kekesalan saja..
umumnya, yg dikenang itu selalu yg indah2...
jadi, agak aneh kalo buku diary atau buku kenangan, isinya hanya ‘episode perang’...
Simpanlah baik-baik segala kebaikan yang telah kita raih melalui perjuangan itu dalam jiwa. Agar ketika keburukan menerpa dan mempengaruhi hati, kebaikan itu dapat turun ke hati kita, memadamkan segala amarah dan menutup luka. Juga, agar kebaikan itu dapat memasuki relung-relung pikiran kita; menjadi pertimbangan bagi setiap langkah yang dilakukan untuk meminimalisir bahkan menghalau keburukan tersebut.
itulah salah satu hikmah bahwa hak cerai ada di tangan kaum adam...
saya salut dengan ikhwan yg ga nanggepin dg emosi ketika istrinya lagi kesel dan minta pisah..
bahkan pernah ada seorang istri yg lagi marah, lalu dia lempar mahar pemberian suaminya..(mungkin maksudnya, dgm ngembaliin maharnya, maka ia bukan sbg istri lagi)...
ikhwannya dengan sabar menasehati istri tsb...
betapa indah contoh yang telah dilakukan oleh Hasan Al Bashri manakala datang kepadanya seorang perempuan yang mengajukan diri untuk dinikahinya. Padahal Hasan Al Bashri tidak berminat kepadanya..
Melihat kegigihan perempuan itu yang ingin menjadi istrinya, Hasan Al Bashri akhirnya menikahi perempuan tersebut. Mereka hidup bersama selama puluhan tahun. Ketika sang istri wafat, Hasan Al Bashri ditanya apa yang menyebabkannya bertahan dan berlaku baik terhadap istri yang sama sekali tak dicintainya.
Jawaban al-Bashri sangat luar biasa, ia berkata, “Aku berharap, apa yang kuberikan kepadanya akan menjadi pemberat timbangan kebaikanku di akhirat.”
Jawaban dan sikap yang diberikan oleh ulama besar ini tentu sangat patut kita contoh.
Beliau tidak berangkat dari rasa cinta manakala memulai kehidupan berumahtangganya.
Akan tetapi, sepanjang kehidupannya dengan sang istri, ia berusaha memberikan yang terbaik.
Ini sangat berbanding terbalik dengan fenomena rumah tangga masa kini yang kerap memulai kehidupan rumah tangganya dimulai dengan cinta. tapi gampang berakhir...
cinta bisa ditumbuhkan kok...asal ada keinginan untuk sama-sama melakukan perbaikan dari kedua belah pihak setelah perang bratayudha itu berlalu...bikin MoU baru pasca masalah terjadi...yang intinya masing-masing pihak berusaha untuk memberi...selalu ada solusi untuk niat yang baik...
mengenai rasa bahagia? bisa tidak meraih kebahagiaan setelah itu? bisa! dengan perjuangan kedua belah pihak...
ngomong2 soal cerai...
wakil menteri agama pernah memberitakan bahwa angka perceraian di Indonesia merupakan yg TERTINGGI di dunia...
dan...yg lebih mengagetkan lagi...
bahwa dari pasangan yg bercerai, 80 % nya adalah cerai atas gugatan istri...artinya, istri yg mengajukan gugat cerai atau Khulu'...
wakil menteri agama pernah memberitakan bahwa angka perceraian di Indonesia merupakan yg TERTINGGI di dunia...
dan...yg lebih mengagetkan lagi...
bahwa dari pasangan yg bercerai, 80 % nya adalah cerai atas gugatan istri...artinya, istri yg mengajukan gugat cerai atau Khulu'...
sesuai dg judul tulisan ini, Haruskah bercerai..
saya meyakini, bahwa minimnya apresiasi kita thd kebaikan2 yg dilakukan pasangan, seringkali menjadi penyebab terjadinya komunikasi yg kurang sehat...
Orientasi untuk menjadikan kebaikan sebagai tangga untuk meraih berkah-Nya di dunia dan akhirat, nampaknya juga mesti kita pegang kuat-kuat manakala sederet konflik mulai mendekatkan pada perceraian. Bahwa, apa pun yang kita lakukan di dunia ini adalah jembatan menuju kehidupan di akhirat. Bahwa, tidak mungkin kita selangkah lebih dekat dengan surga-Nya dengan cara yang justru dibenci-Nya.
laki2 ga gentle...jiwanya pengecut...
mau enak sendiri...ga mau repot...padahal memang dasarnya ia ingin pisah dari istrinya...
kasihan sekali org2 yg seperti ini...
tapi nggak semuanya... ada juga yang memang keinginan murni dari sang istri
Marilah kita lihat bagaimana sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun mendahulukan kebaikan manakala berhadapan dengan apa yang tak sesuai dengan keinginan hati.
Seorang lelaki Badui datang ke rumah Umar bin Khaththab untuk “curhat” tentang perilaku istrinya. Namun, sesampainya di muka pintu rumah sang Khalifah, lelaki Badui ini mendengar teriakan istri Umar yang sangat keras. Lelaki ini pun berbalik badan dan berkata dalam hati, “Celaka, bila keadaan Amirul Mukminin dengan istrinya saja sedemikian, bagaimana dengan aku?” Umar yang melihat kedatangan lelaki Badui tersebut dan melihatnya serta-merta menjauh, segera memanggilnya dan menanyakan keperluannya.
Lelaki itu kemudian menjawab, “Ya Amirul Mukminin, keperluanku sudah selesai.” Merasa tak percaya, Umar bertanya lagi, “Mari, coba ceritakan, ada apa sebenarnya?” Lelaki itu pun akhirnya bercerita, “Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya aku kemari untuk mengadukan perilaku istriku yang buruk. Namun, kulihat perilaku istrimu jauh lebih buruk. Aku jadi berkata dalam hati, bila keadaanmu saja sedemikian, bagaimana dengan aku?”
Umar menjawab, “Aku sengaja menahan diri menghadapi semua perilakunya karena banyak sekali hak dirinya atas diriku. Dia adalah pendidik anak-anakku, dia yang memasak makanan untukku, dia yang mencucikan pakaianku, dan membersihkan rumahku. Aku sengaja menahan diri karena semua hak-haknya tersebut atas diriku.”
akhirnya...kita yakin, tak ada satu pun pasangan suami istri yang ketika menikah lalu berniat untuk bercerai. namun demikian, seiring perjalanan waktu, pastinya ada masalah, dan masalah itu ada yang bisa diselesaikan dan ada juga yang tidak.
dan mungkin.... perceraian itu menjadi satu-satunya pintu penyelesaian.
kalo memang demikian...maka semoga hari-hari selanjutnya bisa lebih baik dan lebih baik..
disini saya hanya ingin menegaskan bahwa segala permasalahan rumah tangga itu, TIDAK MESTI berakhir dg perceraian...
masih banyak jalan utk memperbaiki kondisi yg ada...
kalopun mesti bercerai, pastikan itu jalan terbaik utk menjadi lebih baik...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar