Fitnah atau ujian, adalah kenyataan yang tak terpisahkan dari hidup. Al
Jurjanji, menyebut definisi fitnah dengan “ sebuah peristiwa yang bisa
menyingkap keadaan seseorang, baik dalam kebaikan maupun keburukan”.
Seperti lembaga pendidikan yang membuat ujian untuk mengetahui nilai
dan tingkat pemahaman peserta didik. Seseorang yang mengalami fitnah,
pada hakikatnya adalah sedang melewati proses untuk bisa diketahui
sejauh mana tingkat keimanan dan kejahilannya. Untuk menyingkap
bagaimana kualitas komitmennya terhadap kebenaran dan bagaimana
kelemahannya.
Kehidupan itu sendiri identik dengan fitnah, artinya,
keberadaan kita di dunia ini adalah sebab adanya fitnah atau ujian yang
kita hadapi. Bahkankalau disebut, hidup ini adalah arena fitnah atau
ujian belaka. Sebab dalam surat Al-Mulk ayat dua, Allah sendiri yang berfirman, “( Dia) yang menciptakan untuk kalian kehidupan dan kematian, untuk menguji kalian yang paling baik amalnya.” Dari
ayat ini setidaknya ada dua kesimpulan penting yang patut kita ingat.
Pertama, bahwa kita pasti akan di uji, dan kedua kita semua tak akan
pernah mendapat sesuatu yang lebih baik, kecuali setelah kita berhasil
melewati ujian itu.
Saudaraku,
Rasulullah saw suatu hari menaiki salah satu bangunan tinggi di
Madinah, setelah itu, Ia bersabda, “ Apakah kalian lihat apa yang aku
lihat? Sesungguhnya aku melihat tempat-tempat terjadinya fitnah diantara
rumah-rumahmu bagaikan turunnya air hujan. “ Demikianlah bunyi salah
satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Seperti itulah gambaran betapa dahsyat-nya fitnah yang pasti kita
hadapi dalam hidup. Jika Rasul Saw menyebutkan bahwa terjadinya fitnah
bagaikan turunnya air hujan, itu pertanda bahwa tak ada di antara kita
yang bisa terlindung dari fitnah/cobaan tersebut. Tak ada satu
orangpun, dengan tingkatan keshalihan yang banyaknya ibadah yang
dimilikinya, yang terlepas dari fitnah. Dan yang terpenting kita
tanamkan lebih dalam hati kita adalah, semakin tinggi keshalihan dan
tingkat keimanan kita miliki, semakin berfariasi dan berat ujian/fitnah
yang akan dihadapi.
Saudaraku,
Fitnah mempunyai bentuk beragam, dari berbagai keterangan Al Qur’an
dan Hadits, para ulama menyebutkan ada empat bentuk fitnah yang
terberat, yakni Perempuan bagi laki-laki, harta, anak dan kedudukan atau jabatan.
Jika kita sudah mengetahui bahwa kita pasti menghadapi fitnah, dan
kita sudah meyakini bahwa kondisi kita akan terbukti melalui bagaimana
sikap kita jika menghadapi fitnah. Maka yang terpenting kita lakukan
sekarang adalah mempelajari bagaimana interaksi yang paling tepat untuk
mengatasi atau mengantisifasi fitnah. Kita juga harus ketahui, bentuk
fitnah bagaimana yang rawan menimpa dan membuat kita tergelincir.
Mempelajari, mengetahui dan menyikapi masalah fitnah seperti ini,
dilakukan oleh Khudzaifah ra sebagaimana pertanyaannya kepada Rasulallah
saw, “ Manusia bertanya kepadamu tentang kebaikan, sedangkan
aku akan bertanya kepadamu tentang keburukan, karena aku khawatir
terjerumus di dalamnya. “ Pertanyaan Khudzaifah ra tersebut sebenarnya
menunjukkan bahwa banyak manusia terjerumus pada fitnah, karena ia
tidak mengetahui bagaimana fitnah yang akan menimpanya.
Cobalah berdialog dan berbicara dengan hati. Tentang
kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan kita. Cobalah membuka
diri untuk mengakui memang ada banyak jurang fitnah yang paling mungkin
membuat kita terjerumus dan jatuh. Bersikap jujur pada diri sendiri,
tentang berbagai celah kelemahan yang ada pada diri, dan kemungkinan
kelemahan atau celah itu yang membuat kita terpuruk dan jatuh, adalah
langkah paling utama agar kita bisa mengantisifasi dan menutupi
kelemahan itu sehingga kita mampu menaklukkan fitnah.
Imam An Nawawi rahimahullah, mengomentari ungkapan, “
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia berarti mengenal Rabbnya. “
Katanya, “ Barang siapa yang mengenal dirinya yang memiliki kelemahan
dan sangat membutuhkan Allah serta keharusan menghamba pada-Nya, maka
berarti ia mengenal Rabbnya Yang Memiliki kekuatan dan kewajiban
disembah, serta Pemilik Kesempurnaan dalam semua hal.”
Saudaraku,
Bila kita renungkan kapasitas dan kemampuan diri yang serba lemah
itu, maka kita pun akan mengerti mengapa Rasulullah saw mengajarkan kita
doa “Allaahumma arinal haqqa haqqaa warzuqnaa tibaa’ah wa arinal baathila baathilaa warzuqnaa ijtinaabah..”
“Ya Allah, perlihatkan kepada kami yang hak sebagai hak, dan
berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Perlihatkanlah kepada kami
yang batil sebagai batil, dan berilah kami kekuatan menjauhinya
(melawannya). Semoga kita termasuk dalam kebenaran.
Do’a ini mengajarkan tentang perlunya kita memperdalam, meneliti,
merenungi lebih jauh tentang banyak hal yang kita hadapi dalam hidup.
Sebab kadang kebenaran dan kebhatilan tidak terlalu terang kita
melihatnya akibat pengetahuan atau hati kita sendiri yang tidak mampu
menangkapnya. Sebab tidak jarang setelah mengetahui kebenaran, kita
ternyata tidak juga mengikutinya. Sebab, seringkali setelah mengenal
kebathilan, kita justru terjerumus ke dalamnya.
Saudaraku,
Kita sekarang sedang sama-sama menghadapi fitnah. Kita sedang
disingkap sejauhmana kualitas keimanan, kualitas kedekatan kita pada
Allah swt. Kita, memang harus melewati itu semua untuk membuktikan,
siapa sebenarnya kita.
Abu Salman Ad Darani mengatakan, “ Umar bin Abdul Aziz lebih zuhud
dari Uwais Al Qarni. Karena Umar memiliki gemerlapnya dunia, sedangkan
ia mampu bersikap zuhud dalam kondisi seperti itu. Kita tidak tahu
bagaimana kondisi Uwais bila ia memiliki kekuasaan seperti yang
dimiliki Umar. Orang yang telah mengalami tidak sama dengan yang belum
mengalami…”
Jangan takut di uji, karena memang Ujian dan kehidupan
itu tak mungkin dipisahkan. Mintalah hanya kepada Allah swt, agar kita
semua di kuatkan dan di bantu dalam menghadapi ujian hidup. Jangan Takut
Bila Harus Lewati Ujian…
Saudaraku,
Perhatikan dan renungkanlah kalimat terakhir perkataan Abu
Salman…”…Orang yang telah mengalami tidak sama dengan yang belum
mengalami…”
Sumber: Tarbawi, Menuju Keshalihan Pribadi dan Umat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar