Jumat, 14 November 2014

Jangan takut Dengan UJIAN

Fitnah atau ujian, adalah kenyataan yang tak terpisahkan dari hidup. Al Jurjanji, menyebut definisi fitnah dengan “ sebuah peristiwa yang bisa menyingkap keadaan seseorang, baik dalam kebaikan maupun keburukan”. Seperti lembaga pendidikan yang membuat ujian untuk mengetahui nilai dan tingkat pemahaman peserta didik. Seseorang yang mengalami fitnah, pada hakikatnya adalah sedang melewati proses untuk bisa diketahui sejauh mana tingkat keimanan dan kejahilannya. Untuk menyingkap bagaimana kualitas komitmennya terhadap kebenaran dan bagaimana kelemahannya.
 
Kehidupan itu sendiri identik dengan fitnah, artinya, keberadaan kita di dunia ini adalah sebab adanya fitnah atau ujian yang kita hadapi. Bahkankalau disebut, hidup ini adalah arena fitnah atau ujian belaka. Sebab dalam surat Al-Mulk ayat dua, Allah sendiri yang berfirman, “( Dia) yang menciptakan untuk kalian kehidupan dan kematian, untuk menguji kalian yang paling baik amalnya.” Dari ayat ini  setidaknya ada dua kesimpulan penting yang patut kita ingat. Pertama, bahwa kita pasti akan di uji, dan kedua kita semua tak akan pernah  mendapat sesuatu yang lebih baik, kecuali setelah kita berhasil melewati ujian itu.
 
Saudaraku,
 
Rasulullah saw suatu hari menaiki salah satu bangunan tinggi di Madinah, setelah itu, Ia bersabda, “ Apakah kalian lihat apa yang aku lihat? Sesungguhnya aku melihat tempat-tempat terjadinya fitnah diantara rumah-rumahmu bagaikan  turunnya air hujan. “ Demikianlah bunyi salah satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
 
Seperti itulah gambaran betapa dahsyat-nya fitnah yang pasti kita hadapi dalam hidup. Jika Rasul Saw menyebutkan bahwa terjadinya fitnah bagaikan turunnya air hujan, itu pertanda bahwa tak ada di antara kita yang bisa terlindung dari fitnah/cobaan tersebut. Tak ada satu orangpun, dengan tingkatan keshalihan yang banyaknya ibadah yang dimilikinya, yang terlepas dari fitnah. Dan yang terpenting kita tanamkan lebih dalam hati kita adalah, semakin tinggi keshalihan dan tingkat keimanan kita miliki, semakin berfariasi dan berat ujian/fitnah yang akan dihadapi.
 
 
Saudaraku,
 
Fitnah mempunyai bentuk beragam, dari berbagai keterangan Al Qur’an dan Hadits, para ulama menyebutkan ada empat bentuk fitnah yang terberat, yakni Perempuan bagi laki-laki, harta, anak dan kedudukan atau jabatan.
 
Jika kita sudah mengetahui bahwa kita pasti menghadapi fitnah, dan kita sudah meyakini bahwa kondisi kita akan terbukti melalui bagaimana sikap kita jika menghadapi fitnah. Maka yang terpenting kita lakukan sekarang adalah mempelajari bagaimana  interaksi yang paling tepat untuk mengatasi atau mengantisifasi fitnah. Kita juga harus ketahui, bentuk fitnah bagaimana yang rawan menimpa dan membuat kita tergelincir. Mempelajari, mengetahui dan menyikapi masalah fitnah seperti ini, dilakukan oleh Khudzaifah ra sebagaimana pertanyaannya kepada Rasulallah saw, “ Manusia bertanya kepadamu tentang kebaikan, sedangkan aku akan bertanya kepadamu tentang keburukan, karena aku khawatir terjerumus di dalamnya. “ Pertanyaan Khudzaifah ra tersebut sebenarnya menunjukkan  bahwa banyak manusia terjerumus pada fitnah, karena ia tidak mengetahui bagaimana fitnah yang akan menimpanya.
 
Cobalah berdialog dan berbicara dengan hati. Tentang kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan kita. Cobalah membuka diri  untuk mengakui memang ada banyak jurang fitnah yang paling mungkin membuat kita terjerumus dan jatuh. Bersikap jujur pada diri sendiri, tentang berbagai celah kelemahan yang ada pada diri, dan  kemungkinan kelemahan atau celah itu yang membuat kita terpuruk dan jatuh, adalah langkah paling utama agar kita bisa mengantisifasi dan menutupi kelemahan itu sehingga kita mampu menaklukkan fitnah.
 
Imam An Nawawi rahimahullah, mengomentari ungkapan, “ Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia berarti mengenal Rabbnya. “ Katanya, “ Barang siapa yang mengenal dirinya yang memiliki kelemahan dan sangat membutuhkan Allah serta keharusan menghamba pada-Nya, maka berarti ia mengenal Rabbnya Yang Memiliki kekuatan dan kewajiban disembah, serta Pemilik Kesempurnaan dalam semua hal.”
 
Saudaraku,
 
Bila kita renungkan kapasitas dan kemampuan diri yang serba lemah itu, maka kita pun akan mengerti mengapa Rasulullah saw mengajarkan kita doa Allaahumma arinal haqqa haqqaa warzuqnaa tibaa’ah wa arinal baathila baathilaa warzuqnaa ijtinaabah..” 
“Ya Allah, perlihatkan kepada kami yang hak sebagai hak, dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Perlihatkanlah kepada kami yang batil sebagai batil, dan berilah kami kekuatan menjauhinya (melawannya). Semoga kita termasuk dalam kebenaran.
 
Do’a ini mengajarkan tentang perlunya kita memperdalam, meneliti, merenungi lebih jauh tentang banyak hal yang kita hadapi dalam hidup.  Sebab kadang kebenaran dan kebhatilan tidak terlalu terang kita melihatnya akibat pengetahuan atau hati kita sendiri yang tidak mampu menangkapnya. Sebab tidak jarang setelah mengetahui kebenaran, kita ternyata tidak juga mengikutinya. Sebab, seringkali setelah mengenal kebathilan, kita justru terjerumus ke dalamnya.
 
Saudaraku,
 
Kita sekarang sedang sama-sama menghadapi fitnah. Kita sedang disingkap sejauhmana kualitas keimanan, kualitas kedekatan kita pada Allah swt. Kita, memang harus melewati itu semua untuk membuktikan, siapa sebenarnya kita.
 
Abu Salman Ad Darani mengatakan, “ Umar  bin Abdul Aziz lebih zuhud dari Uwais Al Qarni. Karena Umar memiliki gemerlapnya dunia, sedangkan ia mampu bersikap zuhud dalam kondisi seperti itu. Kita tidak tahu bagaimana kondisi Uwais bila ia memiliki kekuasaan  seperti yang dimiliki Umar. Orang yang telah mengalami tidak sama dengan yang belum mengalami…”
 
Jangan takut di uji, karena memang Ujian dan kehidupan itu tak mungkin dipisahkan. Mintalah hanya kepada Allah swt, agar kita semua di kuatkan dan di bantu dalam menghadapi ujian hidup. Jangan Takut Bila Harus Lewati Ujian…
 
Saudaraku,
 
Perhatikan dan renungkanlah kalimat terakhir perkataan Abu Salman…”…Orang yang telah mengalami tidak sama dengan yang belum mengalami…”
 
Sumber: Tarbawi, Menuju Keshalihan Pribadi dan Umat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar