Jumat, 07 November 2014

Belajar dari seekor SIPUT

Suatu ketika ada seekor siput yang mencoba naik ke atas pohon. Niatnya mau mengambil buah atau sekadar melihat keindahan bunga. Sepintas tentu kita berpikir tidak ada yang aneh dengan perilaku siput ini.

Namun, masalahnya kali ini siput itu naik menuju puncak saat pohon itu belum berbuah dan belum berbunga karena saat itu sedang musim gugur. Maka sangatlah wajar kalau siput ini mendapat cemoohan dari binatang-binatang lain yang ada di sekitarnya.

"Mau apa kamu hari gini naik ke atas pohon? Apa kamu sudah hilang akal?" Celetukan kelinci tersebut memang beralasan karena pada musim gugur, seluruh pohon dalam keadaan gundul. Jangankan buah atau bunga, daun-daunnya pun berguguran. Yang tertinggal hanyalah dahan-dahan pohon yang meranggas.

“Aku tahu, hari ini pohon belum menghasilkan buah atau bunga setangkai pun. Namun, aku yakin ketika aku sampai di atas, pohon sudah menghasilkan banyak buah dan bunga," jawab siput dengan tenangnya. Kemudian siput itu kembali merayap meneruskan perjalanan panjangnya menuju puncak pohon. 
 
IBRAH yang bisa diambil
 
Mungkin bagi sebagian orang, cerita ini hanya rekaan saja. Tidak ada nilainya apa-apa. Tapi kawan, mari kita sejenak merenungkannya dan mari kita coba gali, hikmah seperti apa yang bisa saja terkandung dari cerita rekaan di atas.

Siput, kita tahu adalah binatang yang bergerak lambat. Apalagi bagi kita yang terbiasa berkendaraan di atas 60 KM/jam, maka itu menjadi sangat lambat sekali tentunya. Untuk jarak 10 M saja dia mungkin butuh waktu lebih dari 10 menit. Hampir pasti setiap kita mendengar kata siput, maka yang ada di benak kita pertama kali adalah bahwa ia binatang yang lamban.

Kawan, orang terkadang tidak sabar ketika berhadapan dengan orang yang lambat. Seperti siput itu, meski dicekik sekalipun, tidak tidak akan mungkin bisa bergerak secepat kucing apalagi panther. Tapi siput dalam kisah di atas menunjukkan kecerdikannya dan kesungguhannya.

Dia tahu dan sadar betul apa kelebihan dan kekurangannya. Dia juga mengetahui bagaimana cara menutupi kekurangannya. Ketika dia paham bahwa ia "dikarunia" gerak yang lambat, maka itu berarti dia harus "mencuri start" dalam bertindak. Tidak mungkin dia bisa bersaing dengan binatang-binatang lain dalam hal kecepatan gerak, jika dia memulai bersama mereka

Pertama, ini adalah kisah tentang kesadaran dan penerimaan diri. Setiap orang punya kelebihan dan kelemahan masing-masing. Maka yang diperlukan pertama kali adalah kesadaran akan dirinya tersebut sekaligus penerimaan. Jangan pernah kita merasa rendah dengan kemampuan tertentu yang tidak kita punyai, karena kita masih bisa menggali kemampuan yang lain yang ada dalam diri kita.

Boleh jadi kita tidak pandai merangkai kata dalam berpidato atau berceramah, tapi tidak mustahil kita justru mempunyai kemampuan lebih dalam hal menulis. Boleh jadi kita lemah dalam sisi matematis tapi sangat mungkin kita bisa menemukan kehalusan sentuhan kita dalam hal seni. Intinya adalah, jangan pernah kita merasa lelah untuk menggali potensi diri kita. 
 
Yang kedua, ini juga cerita tentang kesabaran dan kecerdikan membaca peluang. Siput memiliki kesabaran dalam menerima kondisinya. Di sisi lain dia bisa mengakali keadaanya dengan kecerdikannya. Dia telah berhitung bahwa dengan dia mencuri start terlebih dahulu di saat binatang lain bahkan belum sempat memikirkannya, maka dia bisa sampai di puncak pohon di saat pohon sudah berbuah dan musim telah berganti menjadi semi.

Begitulah, dengan kesabaran dalam menerima kondisi yang dimiliki dan kecerdasan yang dimiliki itulah, seseorang akan bisa menuju puncak di saat yang tepat. Kelebihan dan kelemahan manusia tidak akan pernah sama. Selalu berbeda-beda. Maka usaha yang ditempuh untuk mencapai puncak kehidupan pun bisa berbeda-beda.
 
Kata kuncinya ada pada kata "PELUANG" dan "KEMAMPUAN". Sejauh mana seseorang bisa mempertemukan sekaligus memadukan antara peluang yang ada di hadapannya dengan kemampuan yang dipunyainya, maka yakinlah ia akan bisa mencapai puncak kehidupannya dengan selamat.

Dalam kaitannya dengan dunia dakwah, korelasi dengan bahasan di atas maka kita bisa memulainya dengan menggali semangat dari Qur’an Surat Al Anfal ayat ke-60 :

Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

Di sini secara terang dan jelas Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa mempersiapkan kekuatan apa saja yang kita sanggupi dan kita punyai, untuk menggetarkan musuh-musuh Allah. Yang Allah sebut adalah “Maa istatho’tum min quwwah”, kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Dengan kata lain, potensi dan kemampuan apapun yang kamu punyai, maka persiapkanlah untuk dakwah ini. Untuk menggetarkan musuh-musuh dakwah ini.

Oleh karena itu, semestinya bagi seorang ikhwah tidak ada lagi istilah bahwa ia tidak mampu untuk memulai dakwah ‘hanya’ karena ia merasa tidak mempunyai kemampuan untuk itu. Bahwa ia merasa mempunyai banyak keterbatasan-keterbatasan di sana. Mari mengingat kembali kisah siput di atas, kelemahan dan keterbatasan yang ia punyai mampu ia tuntaskan dengan kecerdikannya membaca peluang, bukan?  

Nahnu du’at qabla kulli syai’in. Kita adalah da’i sebelum segala status yang melekat dalam diri kita. . Potensi apa pun yang kita punyai, kesanggupan apa pun yang kita miliki, maka sudah semestinya kita gunakan dan kita arahkan untuk menopang dakwah ini.

Ketika kita bernafas, maka mari kita bernafas bersama dakwah ini. Saat kita berjalan, mari kita tetap berjalan bersama dakwah ini. Saat kita berlari, maka teruslah berlari bersama dakwah ini. Sampai saatnya kita harus berhenti pun, maka berhentilah dalam rangka membela dakwah ini.

Allahu a’lam bish-shawab.


terinspirasi dari cerita teman...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar