Rabu, 31 Oktober 2012

Agar Tegar Menghadapi Ujian

Mungkin akan ada yang bertanya, “Saya adalah seorang yang baru saja serius dalam berislam. Saya takut saya tidak bisa tegar dalam menghadapi berbagai cobaan, atau tidak sabar menghadapinya.”
Untuknya saya katakan, “Nabi saw berabda, ‘Barangsiapa yang berusaha untuk bersabar niscaya Allah akan menjadikannya sabar.’[1]
Juga, ‘Barangsiapa berusaha untuk selalu mengerjakan kebaikan niscaya Dia akan memberikannya, dan barangsiapa menjaga diri dari keburukan niscaya Dia akan menjaganya.”

Dus, siapa saja yang mengusahakan faktor-faktor kesabaran, niscaya Allah akan merizkikan sabar kepadanya. Dan barangsiapa mengusahakan faktor-faktor wahn, gelisah, dan kehinaan, niscaya Dia akan tertimpa sesuatu yang faktor-faktornya telah diusahakannya.

وَمَا ظَلَمَهُمُ اللهُ وَلَكِنْ كَانُوْا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ


Dan Allah tidaklah menzhalimi mereka akan tetapi merekalah yang selalu menzhallimi diri mereka sendiri. (an-Nahl : 33)

Untuk itu wahai saudaraku seislam, berusahalah untuk bersabar. Sabarkanlah diri Anda untuk masa tertentu, niscaya Anda akan mendapati diri Anda dalam keadaan sabar setelahnya. Bahkan bisa jadi telah menjadi pribadi yang ridla, insya Allah. Salah seorang salaf berkata, “Aku giring diriku kepada Allah dalam keadaan menangis. Aku terus menggiringnya sampai ia kembali kepadaku dalam keadaan tertawa.”

Adapun jika hal-hal yang melelahkan Anda semakin menghebat, ujian semakin bertambah, musibah semakin dahsyat, dan nafsu ammarah bis suu’ berbisik supaya Anda cenderung kepada dunia -meski sesaat- atau Anda dapati nafsu ammarah bis suu’ itu menyesatkan diri Anda, maka berusahalah terus untuk membinanya sampai ia benar-benar tunduk kepada Anda, menyerahkan semua urusannya kepada Anda, dan menjawab seruan dari Allah dalam keadaan ridla setelah sebelumnya ia membencinya ..

Jika Anda mulai menginginkan dunia katakan kepada diri Anda sendiri, “Wahai diri, sungguh kamu telah menghabiskan separuh lebih dari perjalananmu menuju Allah... sisanya hanyalah tinggal sedikit saja.... karenanya, bersabarlah di atasnya. Wahai diri... janganlah kamu sia-siakan amal shalih yang telah kau kerjakan, juga bangunmu di waktu malam dan siang, juga kelelahanmu selama bertahun-tahun di jalan Allah.. dalam masa yang hanya sebentar ini. Hanyasanya kesabaran ini tidak akan lama... Bersabarlah. Sesungguhnya kedudukan cobaan itu seperti tamu, ia pasti akan segera berlalu... Nikmat sekali memujinya di ruangan perjamuan di hadapan tuan rumah. Wahai kaki-kaki penopang kesabaran teruslah bergerak. Sungguh, tiada yang tersisa kecuali sedikit saja...”

Terhadap nafsunya seorang aktivis mestinya melakukan hal yang dilakukan oleh Bisyr al-Hafiy bersama salah seorang muridnya yang turut serta dalam salah satu safarnya. Saat itu si murid dilanda dahaga dalam perjalanannya. Ia minta kepada Bisyr, “Mari kita minum air sumur itu!” Bisyr menjawab, “Bersabarlah, sampai kita bertemu dengan sumur yang lain.” Lalu ketika keduanya telah sampai ke sumur berikutnya, Bisyr berkata lagi, “Sampai sumur berikutnya.” Begitulah, Bisyr terus mengatakan untuk bersabar sampai sumur berikutnya.... dan akhirnya ia katakan, “Demikianlah dunia itu akhirnya akan terhenti.”[2]

Ibnu al-Jauziy berkata, “Inilah... fajar pahala mulai menjelang ... malam cobaan mulai menghilang.. sang pejalan disambut dengan pujian, hampir menuntaskan gulitanya malam... Matahari pahala tiada sedikit pun menghadirkan bayang-bayang hingga sang pejalan telah sampai ke rumah keselamatan.”[3]
Ada satu ungkapan dari Imam Ahmad yang sungguh sangat membuat saya terkagum-kagum. Ungkapan pendek yang membutuhkan tadabbur dan tafakkur yang panjang. Berulang-ulang beliau katakan, “Hanyasanya itu adalah makanan yang bukan makanan, minuman yang bukan minuman. Hanyasanya itu adalah hari-hari yang sedikit.”

Lalu, bersama nafsunya seorang aktivis harus merenung sejenak, dan berbicara kepadanya, “Tidakkah kau lihat, ahli dunia itu ditimpa musibah dan cobaan berlipat-lipat daripada musibah yang menimpamu. Padahal mereka tidak mendapatkan pahala untuk itu dan tidak pula diberi rizki oleh Allah yang berupa kesabaran. Dikala tertimpa musibah, kebanyakan mereka berada dalam kesempitan, kesusahan, kegelisahan, kegundahan, dan bahkan menjadi gila karena musibah itu... Pernahkah kau dengar ada sebuah mobil berisi satu keluarga lengkap yang tenggelam dan semua yang ada di dalamnya meninggal dunia? Bandingkan musibah yang menimpamu dengan musibah yang menimpa mereka! Sesungguhnya puncak musibah yang menimpamu adalah ... kamu dibunuh oleh musuh-musuhmu. Dan itu bukan musibah! Bukan! Itu adalah kemuliaan bagimu, dan bahkan itulah kehidupan yang paling berharga, paling mahal. Sesudah itu kamu tiada lagi merasakan derita atau pun luka. Ya... sebutir atau beberapa butir peluru yang menembus jasadmu... dan tiada rasa bagimu melainkan serasa dicubit, seperti dikatakan oleh Rasulullah saw [4]

Kemudian bertanyalah kepada nafsu, “Apa lagi yang bisa dilakukan oleh musuhmu kepadamu?! Memenjarakanmu sebulan, dua bulan, setahun, bertahun-tahun, atau bahkan seumur hidupmu? Sungguh adalah menjadi kemuliaan bagimu dengan dapat menghabiskan umurmu di jalan Allah. Adalah menjadi suatu kemuliaan bagimu dengan mengikuti jejak Yusuf u yang dipenjarakan selama beberapa tahun!”

Katakan juga kepada nafsu ammarah bis suu’ yang ada padamu, “Wahai nafsu, tidakkah kau lihat ribuan orang menjadi penghuni hotel prodeo karena bermaksiat kepada Allah?! Cukuplah menjadi suatu kemuliaan bagimu bahwa kamu ditimpa ujian karena ketaatanmu kepada Allah U. Ada di antara mereka yang divonis hukuman mati karena memenuhi syahwat sesaat, memperkosa seorang gadis. Ada juga yang dipenjara seumur hidup karena memenuhi seruan setan, terperosok dalam dunia narkoba. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Lalu pikirkan juga tentang ribuan pecinta dunia dan orang-orang kafir yang ditimpa musibah berupa cacat tetap (invalid) atau buta.

Mereka semua jauh lebih menderita dibandingkan dengan dirimu. Musibah yang menimpa mereka beratus kali lipat jika dibandingkan dengan yang menimpa dirimu. Belum lagi jika beberapa bulan atau tahun ini justru menjadi sebab dari keberhasilanmu mencapai imamah fiddien, menggapai ma’rifatullah dan perintah-Nya, serta sampainya dirimu ke derajat ‘abidin (ahli ibadah), zahidin (orang-orang yang zuhud), dan khasyi’in (orang-orang yang khusyu’). Berapa banyak ikhwah yang baru merasakan hakekat bangun malam di kala kondisi benar-benar berat. Berapa banyak mereka yang baru memahami dan mengerti maksud dari ayat-ayat tertentu dan kedalaman hikmah yang ada di dalamnya pada kondisi yang berat pula, disamping dapat menghapal dan mengkaji tafsirnya. Semuanya masih ditambah dengan pencapaian terhadap satu derajat ilmiah yang tidak dapat dipelajari dari buku-buku dan literatur yang ada serta pemahaman terhadap makna-makna yang rasa manisnya tiada pernah dapat dikecap meski teks-teksnya dibaca, dikaji, atau pun dihapal. Itu seperti makna tawakkal, inabah, khasyyah, taubat, yaqin, dan ridla. Semoga Allah senantiasa merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang berkata, “Aku, surga dan tamanku ada di dalam dadaku, ke mana pun aku pergi ia selalu bersamaku, tidak meninggalkanku. Jika aku dipenjara, bagiku itu adalah khalwah. Jika aku dibunuh, bagiku itu adalah syahadah. Dan jika aku diusir dari negeriku, bagiku itu adalah siyahah, jalan-jalan.”[5]

Hendaknya seorang aktivis mengucapkan perkataan Ibnul Jauziy yang mengadu kepada Rabbnya, “Betapa beruntungnya diriku atas apa yang direnggut dariku, ketika buahnya adalah aku bersimpuh di hadapan-Mu. Betapa lapangnya penawananku kala buahnya adalah aku berkhalwah dengan-Mu. Betapa kayanya diriku ketika aku faqir kepada-Mu. Betapa lembutnya diriku kala Engkau jadikan ciptaan-Mu berlaku zhalim kepadaku. Ah.. sia-sialah masa yang hilang bukan dalam rangka berkhidmah kepada-Mu, begitu pun waktu yang berlalu bukan dalam ketaatan kepada-Mu. Kala aku bangun menjelang fajar, tidurku sepanjang malam tidak lagi menyiksa diriku. Kala siang beranjak lepas, hilangnya seluruh hari itu tidak lagi melukaiku. Aku tidak tahu bahwa diriku yang mati rasa ini dikarenakan sakit yang dahsyat. Kini, hembusan angin kesejahteraan telah bertiup, aku telah dapat merasakan derita, dan aku tahu diriku kini sehat. Wahai Dzat yang Mahaagung anugerahnya, sempurnakanlah kesejahteraan bagi diriku.”[6]


# maraji' :  Washiyyatul Musthafa Li Ahli Da'wah, DR. Abdullah Azzam Rahimahullah
______________________
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 3/335, Muslim 7/144, Abu Dawud 1644, at-Tirmidziy 2024, an-Nasa`iy 5/96, Imam Ahmad 3/12,93, Malik dalam Muwatha’ 1945, ad-Darimiy 1653, dan al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubra 4/195, kesemuanya dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. Adapun lafazh al-Bukhariy adalah sebagai berikut, “Beberapa orang sahabat Anshar meminta kepada Rasulullah saw lalu beliau memberinya. Sahabat meminta lagi, dan beliau memberinya. Lalu sahabat meminta lagi, dan beliau pun memberinya, sampai akhirnya habis sudah apa yang beliau miliki. Kemudian beliau berabda, ‘Apa pun kebaikan yang ada padaku, sekali-kali aku tidak akan menyimpannya dari kalian. Barangsiapa menjaga dirinya niscaya Allah akan menjaganya. Barangsiapa selalu merasa cukup niscaya Allah akan mencukupinya. Barangsiapa berusaha untuk sabar niscaya Allah akan membuatnya sabar. Dan tidak ada sesuatu yang diberikan kepada seseorang itu yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.’”
Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa berusaha untuk bersabar niscaya Allah akan menyabarkannya.”
[2] Shaidul Khathir, Ibnu al-Jauziy hal. 107. terbitan Darul Fikr, Damaskus
[3] Shaidul Khathir hal. 87
[4] Adalah hadits riwayat at-Tirmidziy 1668, an-Nasa’iy 60/36, Ibnu Majah 2802, Imam Ahmad 2/297, dan ad-Darimiy 2413 dari hadits Abu Hurairah ra. Terjemahannya sebagai berikut, “Seorang yang syahid itu tidak merasakan sentuhan kematian selain seperti seseorang dari kalian yang merasakan sentuhan cubitan.” (lafaz hadits riwayat at-Tirmidziy)
[5] al-Wabilush Shayyib, Ibnul Qayyim hal.5 terbitan Ri`asah Idaratul Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta`.
[6] Shaidul Khathir, Ibnul Jauziy hal. 93

Kepedihan Telah Sirna, Pahala Tersisa

saudaraku....setelah saya posting Serahkan Perniagaan Kepada Yang Berhak, saat ini kembali saya postingkan salah satu taujih as-syahid DR Abdullah Azzam...semoga bermanfaat.

Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati Anda- sungguh Anda akan menemui masa-masa yang sulit, masa-masa yang melelahkan, dan berbagai ujian, padahal Anda tengah berjalan di atas jalan kebenaran dan disibukkan oleh berbagai aktivitas dalam Islam. Apabila Anda teguh di atas kebenaran dan sabar menghadapi berbagai ujian, niscaya kepedihan akan sirna, kelelahan akan hilang, dan yang tersisa bagi Anda adalah ganjaran dan pahala insya Allah.

Tidakkah Anda lihat, seseorang yang menunaikan shiyam di hari yang sangat panas, bukankah lapar dan dahaganya sirna seketika saat setetes air melewati kerongkongannya seraya mengucapkan doa yang diajarkan oleh Nabi saw

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ


“Telah sirna haus dahaga, telah basah kerongkongan, dan telah tetap pahala insya Allah.”[1]
Begitu pun bersamaan dengan langkah pertama Anda di dalam surga akan hilang segala kelelahan yang pernah Anda rasakan, segala keresahan yang menimpa Anda, dan segala luka yang Anda dapatkan di jalan Allah. Akan dikatakan kepada Anda, “Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak mengenakkan?” Lalu Anda menjawab -setelah Anda merasakan sekejap saja nikmatnya surga, “Demi Allah, tidak wahai Rabbi! Aku tidak melihat sesuatu pun yang tidak mengenakkan.”[2]

Kelelahan dan kepedihan Anda telah usai. Semuanya telah berubah menjadi kegembiraan, kesejahteraan, dan kesenangan. Ganjaran dan pahala telah nyata bagi Anda, dan Allah akan menambahkan lagi dari karunia-Nya. Juga, Dia akan memuliakan Anda dengan kemuliaan sesuai dengan kemuliaan dan kepemurahan-Nya. Di saat itulah Anda akan berandai-andai jika saja usaha Anda di jalan dien ini lebih banyak dan lebih banyak lagi. Jika saja bangun Anda di waktu malam karena Allah lebih dan lebih banyak lagi. Jika saja kepergian Anda menjauhi dunia lebih banyak lagi. Jika saja pengorbanan Anda di jalan Allah ini lebih dan lebih. Bahkan Anda berandai-andai -seperti seorang syahid-, andai saja Anda dikembalikan ke dunia dan terbunuh di jalan Allah, lalu dihidupkan, lalu terbunuh, lalu dihidupkan, lalu terbunuh lagi, disebabkan Anda telah menyaksikan karunia dan kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada para syuhada`.[3]

Maraji' : Washiyyatul Musthafa Li Ahlid-Da'wah, DR Abdullah Azzam Rahimahullah
____________
[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud 2357, ad-Daruquthniy 2/185, al-Baihaqiy dalam as-Sunanul Kubra 4/239, al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/422 dan berkata, “Shahih menurut syarat al-Bukhariy dan Muslim.” Kesemuanya dari hadits Ibnu ‘Umar ra.
[2] Senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim 17/149, Ahmad 3/203, dan Ibnu Majah 4321 dari Anas bin Malik ra berkata, “Bahwa Rasulullah saw bersabda -lafazh Muslim-, ‘Akan didatangkan seorang ahli neraka dari penduduk dunia yang paling banyak mendapatkan nikmat dunia, lalu ia dicelupkan ke dalam neraka dan ditanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu mendapati sesuatu yang baik? Apakah kamu pernah merasakan suatu kenikmatan?’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, tidak wahai Rabbi.’ Lalu didatangkan seorang ahli surga dari penduduk dunia yang paling banyak mendapatkan musibah, lalu dicelupkan ke dalam surga dan ditanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kamu mendapati sesuatu yang buruk? Apakah kamu pernah merasakan suatu kesulitan?’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, tidak wahai Rabbi. Tidak pernah aku dapati sesuatu yang buruk, dan tidak pula aku rasakan suatu kesulitan, sama sekali.’”
[3] Ungkapan ini senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhariy 3/203,235, Muslim 13/24, dan at-Tirmidziy 1640 dari hadits Anas bin Malik ra Lafazh hadits yang dimaksud adalah lafazh al-Bukhariy yaitu, ‘Tidak ada seorang pun yang masuk surga mengangankan dikembalikan ke dunia, bahwa seluruh yang ada di muka bumi menjadi miliknya, selain orang yang mati syahid. Sesungguhnya dia mengangankan kembali ke dunia lalu terbunuh sepuluh kali, disebabkan ia menyaksikan karamah.’ Dalam riwayat Muslim, ‘... karena menyaksikan keutamaan mati syahid.’ Diriwayatkan pula oleh an-Nasa`iy di dalam al-Jihad 6/35 dari hadits ‘Ubadah bin Shamit ra semisal dengannya.

Mengenal Jiwa-Jiwa Perindu Surga

Saudaraku...
dalam mengarungi dan menapaki jalan dakwah ini, seringkali kita dihadapkan dengan apa yg disebut dg 'batas-batas'...
Ya...batas-batas itulah yg kita istilahi dg UDZUR...

Memaknai batas kadang memberi kita permakluman untuk mengambil ‘udzur.
Selalu ada pembenaran atas setiap langkah mundur yang kita ambil.

Selalu ada alasan untuk berlama-lama di tiap perhentian yang kita singgahi.
Tetapi di jalan cinta para pejuang, para kstaria agung itu bertanya pada hati.
Dan mereka menemukan jawab yang membuat jiwa menari di atas batas, meski jasad harus bersipayah mengimbanginya.

Mari kita kenali profil seorang ‘Amr ibn Al Jamuh, ketika lelaki pincang dari Bani Najjar itu diminta rehat ketika hari Uhud tiba.
“Dengan kaki pincangku inilah”, katanya, “Aku akan melangkah ke surga!”
Jiwanya menari di atas batas, dan Sang Nabi di hari Uhud bersaksi, “Ia kini telah berada di antara para bidadari, dengan kaki yang utuh tak pincang lagi!”

Subhanallah...

Juga kita kenali seorang Syaikh Ahmad Yasin, yang dengan segala keterbatasannya ---sampe2 kemana-mana mesti ditandu--- tapi bisa menggetarkan israil laknatullah ?
sebenarnya bisa saja syaikh Ahmad Yasin 'cuti' atau 'mundur' dari medan jihad...
apalagi kondisi yg dimilikinya mendukung utk itu...
Udzur Syar'i... demikian kita menyebutnya...
Tapi Syaikh Yasin tetap dalam semangat jihad...hingga ia menemui Allah dg wajah tersenyum...

Saudaraku....
Dengan nikmat Allah yang begitu besar atas jiwa dan raga ini, apa yang harus kita katakan pada ‘Amr ibn Al Jamuh, Ahmad Yassin, dan orang-orang semisal mereka saat kita lebih banyak diam dan santai?

Dengan kemudaan ini, mari kita berkaca kita pada Abu Ayyub Al Anshari yang di usia delapanpuluh tahunnya bergegas-gegas ke Konstantinopel, menjadikan pedangnya sebagai tongkat penyangga tubuh sepanjang jalan.
Dan tahukah kita (kira2) apa jawabnya saat kita ingatkan bahwa ia punya ‘udzur.. ?
ternyata dia menjawab dengan sebuah pertanyaan singkat : “Tidak tahukah engkau Nak, bahwa ‘udzur telah dihapus dengan firmanNya, ‘Berangkatlah dalam keadaan ringan maupun berat !’

Wallahu a'lam...

Doa Yang Menggetarkan

Kisah ini merupakan salah satu episode kisah perang Tabuk...
tapi tidak byk yg mengupas kisah yg satu ini...
utk mengetahui kronologis & konsideran lengkapnya, saya tak akan ngupas disini, krn cukup panjang...
baiknya teman2 disini buka2 n baca kembali kisah perang Tabuk..
kebetulan perang tsb juga terjadi di bulan Sya'ban...

sebagaimana kita tau, bhw perang Tabuk adalah satu2nya perang dimana Rasulullah saw mengumumkan dan memobilisir seluruh kaum muslimin dan potensi2nya...
ini karena peperangan tsb memang sangat berat...
berat dari sisi cuaca, berat juga dari sisi logistik...
makanya rasulillah berulang kali memotivasi sahabat2nya utk menginfakkan apa saja yg bisa diinfakkan utk 'membiayai' perang tabuk ini...

perang ini juga menjadi FILTER bagi kelompok munafiq dan org2 yg gampang mengajukan alasan/uzur agar diijinkan tidak ikut perang...
sekali lagi, edisi lengkapnya, bacalah kisah perang tabuk di buku2 sirah yg ada..

disini, di perang ini, terdapat satu sahabat yg luar biasa...
dia bukan sahabat utama rasul...
bahkan namanya pun jarang disebut di buku2 sirah...
tapi, ketika kita membaca kisahnya, niscaya bisa menguras air mata kita...

disaat sahabat2 nabi & kaum muslimin lainnya menyiapkan diri utk ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam perang tabuk, Maka pada saat itu tersebutlah Ulyah bin Yazid, seorang yang sangat faqir, tidak memiliki apa-apa diatas dunia ini, seorang dari golongan Anshor dari kabilah Aus, tatkala dia menyaksikan kesibukan kaum muslimin dalam persiapan jihad ke Tabuk, melihat seluruh kaum muslimin dari berbagai pelosok negeri tinggal dan menetap di tanah kelahirannya Madinah, datang berbodong-bondong kemudian memancang kemah, sambil membawa apa yang mereka miliki dari senjata dan kendaraan, memancang kemahnya menunggu hari keberangkatan.

Dia juga melihat transaksi di pasar-pasar Madinah banyak transaksi yang terjadi dialog berhubungan dengan persiapan perang, dari mulai kuda, unta, panah, pedang, tameng besi dsb. Dia menyaksikan itu semua dengan kesedihan yang sangat mendalam. Semua orang telah membeli perlengkapan perangnya, sedangkan dirinya... apa yang dia mau persiapkan..? kalau hendak membeli, mau beli pakai apa? Uang satu dirham pun ia tidak punya. Apalagi pagi itu dia mendengar Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengatakan : man jahhaza jaisyul usroh ghufiro Allahu lahu falahul jannah

من جهز جيش العسرة غفر الله له فله الجنة


"Barang siapa yang membantu perbekalan pasukan yang kesulitan, Allah mengampuninya dan baginya surga"

Maka semakin terbenamlah serasa dirinya ke dalam bumi, hancur luluh serasa hatinya, sedih hatinya, semua orang mendapatkan surga kecuali dirinya.
Semakin panas dingin badannya mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam demi melihat kefaqiran dirinya, ditambah lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mensyaratkan siapa yang mau ikut berperang harus membawa alat dan kendaraan perang sendiri.

Dilihat juga oleh Ulyah bin Yazid ketika dia duduk di masjid Nabawi, dia melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dikelilingi para sahabat, ketika datang Umar bin Khattab dengan membawa setengah dari harta yg dimilikinya.

Tak lama setelah itu, datanglah Abu Bakar sambil membawa semua harta yang dia punya.
Ketika ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “ Ya Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”
Abu Bakar menjawab, “aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Nabi -NYA shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,” Tidak ada harta yang paling bermanfaat bagiku sebagaimana bermanfaatnya harta Abu Bakar”.

Tak ketinggalan sahabat Utsman bin Affan membawa seribu dinar dalam pakaiannya, bahkan kafilah dagangnya yang hendak berangkat ke Syam sejumlah dua ratus ekor unta lengkap dengan barang-barangnya dia keluarkan sedekahnya, ditambah lagi dengan seratus ekor unta, lalu ditambahnya lagi seribu dinar uang kontan. Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda

اللهم ارض عن عثمان فإنى عنه راض


“Ya Allah, (aku mohon padaMu) ridhoilah Utsman, sesungguhnya aku telah ridho padanya ”

tentang Utsman ini, ada kisah menarik. Ketika perniagaan Utsman ditawar oleh pedagang2 (tengkulak) Quraisy dan kabilah arab lainnya.

Tak lama setelah itu sampailah perniagaannya yang baru datang dari Syam sejumlah 1000 ekor unta beserta isinya. Tiba-tiba datanglah tengkulak-tengkulak hendak membeli perniagaan tersebut. Salah seorang dari mereka berkata:


“Ya Utsman,kami beli 2x lipat..!!”
“Tidak..tidak..!! karena ada yang berani membeli lebih tinggi dari penawaran kalian” jawab Utsman
“Kami beli 3x lipat dari harga yang kamu dapatkan” kata si tengkulak
“Tidak..belum cukup kalau cuma 3x lipat..!!” jawab Utsman
Akhirnya tawar menawar “kami beli 10x lipat Ya Utsman..!!”

Utsman pun berkata, “tuan-tuan sekalian, ada diantara tuan-tuan yang hendak membelinya 700x lipat..??!!”
Apa kata mereka,”gila engkau Utsman..!! siapa pula yang sampai menawar hingga 700x lipat ?!”
Utsman pun menjawab,”akan tetapi Allah telah menawarnya lebih dari 700x lipat.!!”
Allahu Akbar...!!!…Utsman pun membacakan ayat

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ



“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.” (QS. Al Baqoroh : 261)

“Saksikanlah wahai para tengkulak…semua barang perniagaan yang ada ini, seluruhnya aku infaqkan di jalan Alloh Ta’ala” seru Utsman.

Subhanallah..Allahu Akbar..dari generasi mana mereka ini muncul, dari makhluk mana mereka ini saudaraku..dari planet mana mereka datang..?? apakah mereka diciptakan dari daging yang penuh dengan nafsu dunia dan ketamakan, yang penuh dengan kebakhilan dan ketakutan akan miskin karena berinfaq dan bersedekah..?! bukan saudaraku…tapi mereka adalah para sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam.

Tidak lama kemudian datang pula Abdurahman bin Auf sang dermawan, membawa 200 uqiyah perak, datang pula ‘Abbas bin Abdul Mutholib paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Tholhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah, yang mereka semua berinfaq di depan mata Ulyah. Dia juga melihat kedatangan orang-orang yang kurang berada membawa infaq semampunya, dimulai oleh ‘Ashim bin Adiy mebawa 70 wasaq kurma, ada yang membawa dua mud bahkan satu mud kurma, tidak satu pun kaum muslimin yang tidak memberi kecuali kaum munafiqin. Alloh pun menyindir mereka

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. ” (QS. At Taubah 79)

Apa yang dirasakan oleh Ulyah selain kesedihan yang sangat. Apa yang bisa diperbuat sementara ia tidak punya apa-apa, sementara orang berbondong berinfaq. Melihat hal itu pulanglah Ulyah membawa semua kesedihannya. Di zaman sekarang ribuan jutaan orang membawa kesedihan dunia, Ulyah pulang membawa kesedihan karena teringat akhirat. Adakah di zaman sekarang ini sosok seperti Ulyah..?? Memikirkan kemana nanti hendak dia di tempatkan di akhirat, apakah di surga ataukah neraka, kalau ternyata di surga di tempat yang mana, di tingkatan ke berapa dan bersama-sama siapa ??

Ketika senja telah beralu dan malam pun tiba, Ulyah berusaha memejamkan matanya, tapi bagaimana mau dipejamkan matanya sementara hati masih berdebar-debar, pikiran masih galau, apa yang bisa dilakukannya selain membolak-balikkan badannya di atas tikar yang lusuh hingga tengah malam.

Akhirnya dia bangkit, timbul sebuah ide, sebuah pemikiran dalam dirinya, yang kiranya apabila dia melaksanakan idenya ini mudah-mudahan dapat mengurangi kegundahan hatinya. Lantas Ulyah berwudhu dan melaksanakan sholat malam, apalagi yang bisa dilakukan oleh orang yang sengsara dan bersedih hati selain bermunajat kepada Allah Yang Maha Pemurah..?? bagi orang yang mendapatkan kesusahan kecuali dia mengadukan kepada Sang Khaliq…(do’a Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam Ya’qub, sebagaimana surat Yusuf : 86)

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ



"Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku..."


Di dalam sholatnya dia pun menangis, adakah antum pernah melihat seorang yang gundah mengadukan semua keluhan dan kegundahannya dengan menangis kepada Rabb Yang Memiliki isi langit dan bumi..? dia sebutkan kefaqirannya, dia sebutkan kelemahannya, dia sebutkan ketidakberdayaannya, dia minta kepada Allah jangan sampai kefaqirannya dan ketidakmampuannya berinfaq pada persiapan perang Tabuk ini menggeser kedudukannya dibanding sahabat-sahabatnya kelak di surga " jikalau aku Engkau buat susah di dunia, janganlah pula Engkau jauhkan aku dari surgamu".

Diantara doanya adalah:

“Ya Allah, Engkau perintahkan kami untuk berjihad, Engkau perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan Engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal berangkat berperang bersama Nabi-MU  shallallohu ‘alaihi wasallam...
maka malam ini saksikanlah ya Allah...
sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, maka inilah kehormatanku aku infaqkan di jalan-Mu,
jika ada seorang muslim menghinakan dan merendahkan diriku,
maka aku infaqkan itu semua di jalanMu
Ya Allah..tidak ada yang dapat aku infaqkan sebagaimana orang lain telah berinfaq, kalau sekiranya aku punya sebagaimana mereka punya akan aku infaqkan untukMu,
maka yang aku punya hanya kehormatan sebagai seorang muslim, kalau Engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah kehormatan ini aku sedekahkan untukMu malam ini…”

Alangkah jernihnya doa tersebut…keluar dari hati seseorang yang tidak punya apapun di dunia ini melainkan kehormatan, alangkah teduhnya ucapan di malam hari yang gelap, terangkat doanya ke langit ke tujuh, menggetarkan Arsy Allah Ta’ala, semua sedekah tidak sehebat sedekahnya.


Esok subuh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memimpin sholat berjama’ah, hadir pula Ulyah. Telah ia lupakan air mata yang tumpah bercucuran di tikar lusuhnya tadi malam, ia lupakan karena telah dibasuh oleh air wudhu yang baru. Akan tetapi Aloh tidak pernah lupa, Alloh tidak pernah menyia-nyiakan doa hamba-Nya. Kejadian di tempat yang sepi tersebut dikabarkan oleh Alloh kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril. Selesai sholat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun berdiri kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya

من يتصدق بصدقة مقبولة في هذه الليلة ؟



"siapakah (diantara kalian) yg bersedekah tadi malam dan sedekahnya diterima oleh Allah"?

Ternyata tidak ada yang berdiri, karena merasa tidak bersedekah tadi malam, atau merasa yakin betul sedekahnya diterima oleh Alloh Ta’ala.
Ulyah bin Yazid pun tidak merasa bahwa dirinya telah bersedekah.
Akan tetapi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mendekati Ulyah dan berkata, “sungguh ya Ulyah, sedekahmu malam tadi telah diterima oleh Allah Ta’ala sebagai sedekah yang maqbul..!!”Bagaikan aliran listrik yang langsung mengalir ke jantung Ulyah bin Yazid, laksana halilintar dahsyat menghantam dirinya, karena dia sama sekali tidak mengira, cahaya kebahagiaan langsung memancar dari dirinya.
“Benarkah ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam..benarkah sedekahku yang tadi malam yang tidak ada apa-apanya itu diterima Alloh...??” tanyanya penasaran seolah-olah tidak percaya.

Maka Nabi pun menyerahkan 6 ekor unta kepada Ulyah bin Yazid dan tujuh orang temannya untuk berangkat ke medan jihad, peperangan Tabuk…peperangan yang atas izin Allah dimenangkan oleh kaum muslimin, ditandai dengan menyerahnya negara-negara boneka Romawi, dan semakin berkurangnya daerah kekuasaan kerajaan Romawi.

Wallahu a'lam

Hidup Itu Indah

Hidup itu indah
Jika Allah selalu di hati
karena Allah...
Membaguskan yang buruk
Menyembuhkan yang sakit
Melapangkan yang sempit
Mengayakan yang miskin
Meringankan yang berat
Hingga hidup menjadi indah
Seindah ciptaanNya..
Hidup itu perjuangan
Jika Allah selalu di hati
Karena Allah...
Maha MenatapMaha MendengarMaha Tahu
Hingga aku tak' bisa lari dari-Nya dengan menuruti hasratku..
Hidup itu tenang
Jika Allah selalu di hati
Karena Allah adalah Penenang Sejati
Hingga galau, risau, dan juga gelisah lenyap
Saat aku ingat cintaNya...
Hidupku adalah izinNya
Sudah seharusnya aku berbakti padaNya
Apapun yg DIA berikan
Aneh kiranya cinta untukNya terbagi dgn yg lain
Sedangkan nikmatNya, cintaNya, untukku
Tiada pernah terbagi
Aneh juga kiranya jika hati menjadi risau dan galau
Sedangkan petolonganNya begitu dekat..
Aku harus tegar
Aku juga harus tegas
Hingga Rasul bangga melihatku
berjalan dimuka bumi dengan tegar dan tegas ku
Namun semuanya itu tidak berarti tanpa ada sebuah kesabaran
Karena Allah senantiasa bersama orang2 yang sabar
Sabar menghadapi segalanya
Karena Allah selalu dihati
Hingga yakin Allah Yang Maha Pengasih akan membantuku
Andai Allah sudah dihati
Tiada masalah yang tidak dapat teratasi
Allah Maha Berkuasa
DIA memungkinkan yang tidak dan tidak Memungkinkan yang mungkin
Semua kejadian karena izinNya, kasih dan cinta-Nya
Allah Maha Baik dan DIA selalu memberi yg terbaik untukku
Allah Maha Indah dan DIA selalu memberi yg terindah untukku
Cukup serahkan segala urusan padaNya
Karena DIA Penentu Sejati
Hingga aku tak mengenal risau, galau, apalagi gelisah dan putus asa

Selasa, 30 Oktober 2012

Adab Hutang Piutang

Hampir setiap kita pernah berhutang. Buat bayar kontrakan rumah, nyicil motor, bayar sekolah, biaya kesehatan, dsb...bagaimana sebenarnya Islam mengatur utang-piutang ini ?taukah kita bahwa Islam demikian memberikan keutamaan kpd org2 yg ikhlas membantu saudaranya yg tengah kesusahan ?
Insya Allah tulisan berikut ini bisa menambah wawasan & pemahaman kita soal utang-piutang...

Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan seseorang ke neraka.Islam memuji pedagang yang menjual barang kepada orang yang tidak mampu membayar tunai, lalu memberi tempo, membolehkan pembelinya berutang.

Islam menjanjikan pedagang itu berpotensi masuk surga, sebagaimana hadits Rasulullah saw: “Bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia lalu dia masuk surga, dan ditanyakanlah kepadanya, ‘amal apakah yang dahulu kamu kerjakan?’ Ia menjawab, ‘Sesungguhnya dahulu saya berjualan. Saya memberi tempo (berutang) kepada orang yang dalam kesulitan, dan saya memaafkan terhadap mata uang atau uang.” (HR. Muslim)

Menurut ulama pensyarah hadits, kata-kata “memaafkan terhadap mata uang atau uang” di situ adalah, bahwa yang bersangkutan memberikan kemurahan kepada pengutang dalam membayar utangnya. Bila terdapat sedikit kekurangan pembayaran dari yang semestinya, kekurangan itu di abaikan dengan hati lapang.

Keutamaan/fadhilah bagi pemberi utang:


" Siapa yang memberi pinjaman atas kesusahan orang lain, maka dia ditempatkan di bawah naungan singgasana Allah pada hari kiamat. (HR. Thabrani, Ibnu Majah, Baihaqi)
"Barangsiapa meminjamkan (harta) kepada orang lain, maka pahala shadaqah akan terus mengalir kepadanya setiap hari dengan jumlah sebanyak yang dipinjamkan, sampai pinjaman tersebut dikembalikan. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah).

Contohnya, si Fulan meminjam uang sebesar Rp. 1.000 kepada Fulanah. Fulanah akan mengembalikan uang tersebut dalam tempo 10 hari. Maka selama sepuluh hari itu si Fulan mendapatkan pahala shadaqah Rp. 1.000 setiap harinya.

Dua kali memberikan pinjaman, sama derajatnya dengan sekali bershadaqah.
(HR. Bukhari, Muslim, Thabrani, Baihaqi).

Menghindari Utang.


Sebaliknya, Islam menyuruh pembeli menghindari utang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai. Karena utang, menurut Rasulullah SAW, penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Utang juga dapat membahayakan akhlaq, kata Rasulullah, “Sesungguhnya seseorang apabila berutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
Rasulullah pernah menolak menshalatkan jenazah sesorang yang diketahui masih meninggalkan utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Sabda Rasulullah, “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya.” (HR. Muslim).

Bagaimana Islam mengatur berutang-piutang yang membawa pelakunya ke surga dan menghindarkan dari api neraka ?
Perhatikanlah adab-adabnya di bawah ini:

Adab Umum


" Agama membolehkan adanya utang-piutang, untuk tujuan kebaikan. Tidak dibenarkan meminjam atau memberi pinjaman untuk keperluan maksiat. (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Hakim)•

Pembayaran tidak boleh melebihi jumlah pinjaman. Selisih pembayaran dan pinjaman dan pengembalian adalah riba. Jika pinjam uang sejuta, kembalinya pun sejuta, tidak boleh lebih. Boleh ada kelebihan pembayaran, berubah hadiah, asal tidak diakadkan sebelumnya. (HR. Bukhari, Muslim, Abdur Razak).
Jangan ada syarat lain dalam utang-piutang kecuali (waktu) pembayarannya. (HR. Ahmad, Nasa’i).

Adab untuk pemberi utang


Sebaiknya memberi tempo pembayaran kepada yang meminjam agar ada kemudahan untuk membayar. (HR. Muslim, Ahmad).• Jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang sudah ditentukan. (HR. Ahmad).
Hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi).• Boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dahulu diberi nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim).

Adab bagi yang berhutang


Sebaik-baik orang adalah yang mudah dalam membayar utang (tidak menunda-nunda). (HR. Bukhari, Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi).
"Yang berutang hendaknya berniat sungguh-sungguh untuk membayar. (HR. Bukhari, Muslim)
Menunda-nunda utang padahal mampu adalah kezaliman. (HR. Thabrani, Abu Dawud).
Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari. (HR. Baihaqi).

Bagi yang memiliki utang dan ia belum mampu membayarnya, dianjurkan banyak-banyak berdoa kepada Allah agar dibebaskan dari utang, serta banyak-banyak membaca surat Ali Imran ayat 26. (HR. Baihaqi)
Disunnahkan agar segera mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) setelah dapat membayar utang. (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ahmad).

Bila ada orang yang masuk surga karena piutang, kelak akan ada juga orang yang kehabisan amal baik dan akan masuk neraka karena lalai membayar utang. Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa (yang berutang) di dalam hatinya tidak ada niat untuk membayar utangnya, maka pahala kebaikannya akan dialihkan kepada yang memberi piutang. Jika masih belum terpenuhi, maka dosa-dosa yang memberi utang akan dialihkan kepada orang yang berutang.” (HR. Baihaqi, Thabrani, Hakim).

Istiqamah, Jangan Menyerah

ditengah kesibukan kita..
di sela-sela beban dakwah di pundak kita..
hanya ada satu perintah : ISTIQAMAH
ada satu larangan : jangan MENYERAH
berat hati dan berbalik mundur..mundur dan mundur..
mundur karena tak kuasa untuk melanjutkan perjalanan..
ia sungguh merasa berat dan kepayahan...
tergoda untuk memilih bersenang-senang dan berlapang-lapang saja..
duduk-duduk dan bersantai..
apalagi (banyak) saudaranya yg melakukan hal serupa...
"bukankah ada dan tanpaku dakwah akan melaju adanya...bukankah ada dan tanpaku dakwah akan tetap hidup dan berkembang.." demikian suara hatinya...
"apa salahnya jika aku mundur sejenak..dan berhenti beristirahat di sini..ini tak salah..bukankah ini pilihan ?..aku memilih istirahat." ujarnya kembali..
"aku hanya ingin istirahat sejenak....nanti akan kembali lagi..." tekadnya..
---

siang itu, beberapa abad silam...
saat itu cuaca sedang panas-panasnya..musim panen pun sebentar lagi..Ragulah ia untuk melangkah..bagaimana mungkin ia akan meninggalkan kebun2 yang sebentar lagi memasuki musim panen..meninggalkan rumah,anak dan istri yang menyenangkan..
Bagaimana mungkin ia memilih untuk melakukan perjalanan panjang ke Tabuk..yg jauhnya berpekan-pekan perjalanan dgn perbekalan serta kendaraan terbatas untuk menghadapi musuh..

Berat hatilah ia..meninggalkan Madinah dgn kesenangannya..berangkatlah ia untuk memenuhi panggilan rasul..berangkat dengan berat hati..
sementara itu..beberapa orang dari kaum Muslimin yang dikenal dengan panggilan al-Buka‘un (orang-orang yang menangis) datang kepada Rasulullah saw meminta kendaraan guna pergi berjihad bersamanya, tetapi Nabi saw menjawab mereka: “Aku tidak punya kendaraan lagi untuk membawa kalian.“ Kemudian mereka kembali dengan meneteskan air mata karena sedih tidak dapat ikut serta berjihad.
ahh..betapa murni keta'atan mereka pada RasulNya...

Salah satu segmen di perang Tabuk adalah kisah Abu Khaitsamah...yang memilih pulang ke Madinah setelah beberapa hari perjalanan...
Thabarani, Ibnu Ishaq dan Al Wakidi meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw berjalan beberapa hari, Abu Khaitsamah kembali kepada keluarganya di hari yang sangat panas sekali. Kemudian dia disambut oleh kedua istrinya di dua kemahnya yang terletak di tengah kebunnya. Masing-masing dari keduanya telah menyiapkan kemahnya dengan nyaman lengkap dengan air sejuk dan makanan yang tersediakan. Ketika masuk di pintu kemah dia melihat kedua istrinya dan apa yang telah mereka persiapkan, kemudian dia berkata:
"Rasulullah saw berjemur di terik matahari dan diterpa angin panas, sedangkan Abu Khaitsamah bersantai ria di kemah yang sejuk, menikmati makanan yang tersedia dan bersenang ria dengan wanita-wanita cantik? Demi Allah, ini tidak adil!“
Selanjutnya dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“
Kemudian istrinya pun menyiapkan perbekalan. Ia berangkat mencari Rasulullah saw dan berhasil menyusulnya ketika Nabi saw turun di Tabuk.

Ketika Abu Khaitsamah semakin mendekati kaum Muslimin, mereka berkata: "Ada seorang pengendara yang datang.“ Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Ia adalah Abu Khaitsamah!“.
Mereka berkata: "Wahai Rasulullah saw, ia memang Abu Khaitsamah.“ Setelah turun dari kendaraannya. Abu Khaitsamah menghadap kepada Rasulullah saw. Sabda Nabi saw kepadanya: “Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“ Setelah Abu Khaitsamah menceritakan masalahnya, Rasulullah saw berdo‘a untuk kebaikannya.

Dialah  Abu Khaitsamah..yang mundur dan memilih pulang tidak melanjutkan perjalanan perang menuju romawi..perjalanan jauh, panas lagi kurang perbekalan..bahkan satu ekor unta pun dipakai bergantian oleh tiga orang...

sementara itu, di Madinah..ia teringat 2 orang istrinya..kebun-kebunnya yang sebentar lagi panen..
dialah dia Abu Khaitsamah yang kepulanggannya ke Madinah disambut kedua istrinya dalam tenda di tengah kebunnya..telah disiapkan untuknya air sejuk dan makanan..
tapi apa yang segera ia katakan..
“Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“
dialah Abu Khaitsamah yang sempat mundur dan pulang..lalu segera tersadar dan kembali menyusul perjalanan Rasulullah...
dialah Abu Khaitsamah yang Rasulullah memberikan keutamaan baginya..
Sabda Nabi saw kepadanya: “Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“

Saudaraku....janganlah terbesit rasa mundur itu ..jangan...jangan...
jika telah mundur..segeralah kembali...tak ada yang terlambat..tak ada yang telat..
demikian pula teman-teman seperjuangan di sekitar yang mungkin memilih mundur...
segera sambut,,,lapangkan dan mudahkan jalannya untuk kembali berjuang...
dialah Abu Khaitsamah yang sempat mundur dan pulang,,tapi lantas menyusul ketertinggalan..
--

apa yg dialami Abu Khaitsamah, sangat mungkin sering kita alami juga...
adalah hal yg biasa dan lumrah dalam dunia dakwah..
karena ini bagian dari istiqamah...
ketika kita istiqamah...
bukan berarti kita ga boleh lelah..
istiqamah mengajarkan bahwa kita ga boleh menyerah...

Satu Menit Saja

Coba Anda pikir-pikir, sesungguhnya banyak sekali jalan untuk mengerjakan amal kebajikan tanpa memerlukan usaha yang berat. Amal kebajikan itu dapat Anda kerjakan saat berjalan dengan kedua kaki Anda, mengendarai kendaraan, sedang berdiri atau duduk.

Dalam waktu satu menit, sebenarnya Anda dapat membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 15 kali. Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang menguasai diriku, sesungguhnya nilai surat Al-Ikhlas serupa dengan sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Bukhari)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca surat Fatihah sebanyak lima kali. Rasulullah pernah berkata kepada Ibnu Ma’ali, “Aku hendak mengajarimu sebuah surat yang nilainya lebih utama di antara surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an.” Kemudian beliau melanjutkan, “(Yaitu) bacalah ‘alhamdulillahi rabbi alamîn’, yaitu surat Al-Fatihah, dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadaku.” (HR.Bukhari)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “subhanallah wa bihamdihi, subhanallah al-azhîm” sebanyak 50 kali. Rasulullah pernah bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lisan dan berat di timbangan, dan dua-duanya disenangi oleh Allah, yaitu kalimat ’subhanallah wa bihamdihi, subhanallah al-azhîm’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “subhanallah wa bihamdihi ‘adada khalqihi wa ridha nafsihi wa zinata ‘arsyihi wa midada kalimâtihi” sebanyak 10 kali.

Dalam waktu satu menit, Anda bisa memohon ampunan kepada Allah lebih dari 70 kali.
Memohon ampun kepada Allah dapat menyebabkan terhapusnya dosa, masuk surga, menghilangkan malapetaka, memudahkan segala urusan, mendapat karunia baik berupa harta maupun anak-anak.

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “lâ ilâha illa Allah wahdahu la syarîkalah lahu al-mulk wa lahu al-hamd wa huwa ala kulli syai qadir” sebanyak 20 kali. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang membaca kalimat ‘lâ ilâh illa Allah wahdahu la syarîkalah lahu al-mulk wa lahu al-hamd wa huwa ala kulli syai qadir’ sebanyak 10 kali, maka dia seperti seseorang yang telah memerdekakan empat jiwa dari seorang anak seperti Nabi Ismail.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “la haula wa la quwata illa billahi” sebanyak 40 kali. Diriwayatkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah pernah bersabda kepadanya,
“Tidakkah kamu ingin aku beritahukan tentang harta simpanan di antara harta simpanan yang terdapat di surga?” Abu Musa menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Bacalah kalimat ‘la haula wa la quwwata illa billahi’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “subhanallah wa bihamdihi” sebanyak 100 kali. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang membaca kalimat ’subhanallah wa bihamdihi’ sebanyak 100 kali dalam sehari, maka dosa-dosanya akan dilebur, walaupun dosa-dosanya seperti buih air laut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, dalam waktu satu menit pula, sebenarnya Anda bisa mencegah kemungkaran dengan hikmah dan tutur kata yang baik. Atau menganjurkan berbuat kebajikan, mementingkan arti sebuah nasehat untuk sahabat, turut berbelasungkawa atas seseorang yang ditimpa musibah, menyingkirkan benda yang menghalang-halangi jalan umum… Semua ini termasuk jenis amal kebajikan.

Dalam waktu satu menit, bisa jadi Anda dapat menggapai ridha Allah. Maka Allah akan mengampuni dosa-dosa Anda, dan waktu satu menit itu merupakan bekal Anda saat hari kiamat tiba.

Dalam kitab al-Durar, sebuah kitab yang ditulis untuk menasehati anaknya, terutama dalam bab Melembutkan Hati; Upaya Menasehati Anak, Ibnu al-Jauzi berkata, “Ketahuilah wahai anakku, sesungguhnya hari mencakup jam, dan setiap jam mencakup hembusan nafas, dan setiap hembusan nafas adalah bekal. Maka dari itu, hati-hatilah jangan sampai saat menghembuskan nafas tidak melakukan hal-hal yang bermanfaat. Maka pada hari kiamat kamu akan menyaksikan dirimu hanya sebuah tempat yang kosong dan kamu akan menyesal.”

“Coba kamu perhatikan setiap waktu yang kamu lewati, apa saja yang telah kamu kerjakan. Jangan kamu menyia-nyiakan waktumu kecuali sebisa mungkin kamu berusaha berbuat kebajikan. Jangan biarkan dirimu tidak melakukan pekerjaan apa pun. Dan hendaklah kamu membiasakan diri beramal kebajikan dan terus-menerus memperbaikinya. Semoga saja amal kebajikan itu menjadi simpanan amalmu saat di kubur dan akan membahagiakanmu saat hari kiamat tiba.”

Sakitku Ibadahku

Sudah 2 bulan sejak akhir syawal 1433 lalu, usai menunaikan shoum Syawal, tiba-tiba Allah berikan nikmat yg lain. Tepat tgl 10 Sept, aku mesti bedrest dan dirawat di rmh sakit. Dan sepertinya rahmat Allah yg satu ini demikian luas, hingga memasuki bulan kedua aku masih harus bedrest. Tanpa bisa diketahhui apa sebenarnya penyakit yg kuderita saat ini. Ada 4 dokter spesialis yang menanganiku. Bahkan seorang dokter 'diimpor' dari RSPAD Gatot Subroto sebagai pakar penyakit yg sedang kuderita, masih belum bisa memastikan jenis penyakitku...

Sebagai hamba yg beriman, pastinya aku ga boleh mengeluh atas kondisi yg kualami. Aku yakin bahwa Allah punya rencana untukku. Dan, rencana Allah selalu indah pada waktunya, karena rencanaNYA dan keputusanNYA adalah pasti yang terbaik buat hambaNYA.

Alhamdulillah, aku memiliki orang2 hebat di sekitarku. Orang2 yg selalu memotivasi dan menumbuhkan harapan. Mulai dari keluarga 'kecil'ku, istri dan anak2 ku yg luar biasa sabar. Terutama istriku, yg begitu sabar merawatku, mencari info ttg penyakitku. Selalu setia menunggu dan menemani. Semoga Allah membalasnya dg balasan terbaik. Juga keluarga besar Bani Salim... Ibu dan saudara2ku, yg selalu mendoakan dan menyemangati.

Juga segenap ikhwah yg tak kalah hebatnya. Aku dapatkan dan rasakan hak-hak ukhuwah sebagai seorang muslim. Semoga Allah selalu mengampuniku yg terkadang tidak membalas sms, tidak menerima/menjawab telpon mereka, tidak bisa menemui mereka ketika berkunjung ke rumah, atau menemui cuma sebentar saja. Semua karena kondisiku. Sama sekali bukan karena kemalasan atau kebencian.
Ya Allah, ampunilah dosa2 kami, dan dosa saudara2 kami yg telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan ganjalan kebencian dalam hati kami terhadap orang2 yg beriman...

Tak lupa kepada saudara2ku dari forum shalahuddin DJP, keluarga besar komunitas Sekolah Alam Indonesia, keluarga besar Izzatuislam dan izispro, yg ketulusan doa dan ta'awunnya sangat kurasakan. Semoga Allah himpun dan kumpulkan kita di surgaNya kelak.

Setiap kita pasti tak ingin sakit. Kita benci sakit, termasuk dokter sekalipun. Tapi, apa yg tdk kita sukai, boleh jadi justru baik buat kita. "boleh jadi kamu membenci sesuatu, tapi justru baik bagimu" demikian firman Allah.
Dibalik ketidaksukaan kita, pastinya Allah memiliki rencana yg terbaik buat kita. Dan, rencana Allah selalu indah pada waktunya.

Tak perlu menunggu rencanaNYA, karena itu pasti terjadi dan terwujud. Yang mesti disiapkan adalah, bagaimana sikap kita ketika rencana tersebut terjadi. Apakah menjadi pribadi yang bersyukur atau malah kufur ---na'udzu billahi min dzalik.

Allahummar-zuqni qalban muthmainnatan tu'minu bi liqoo-ika, wa turdhii bi qadhaa-ika...
Ya Allah, anugerahilah aku hati yg tenang, yang beriman ketika berjumpa denganMU, dan ridho dengan segala ketetapan-MU. Doa ini selalu kupanjatkan, dalam kondisi apapun.

Senin, 8 Okt 2012....
sehari setelah meminta pulang/keluar (pulang paksa) dari rumah sakit....rencananya hari selasa besok (9 Okt) akan ke Pekalongan utk menyempurnakan ikhtiar dengan terapi herbal dan refleksi. Tapi, masih bingung karena belum dapat transport ---baca : mobil-- utk perjalanan kesana. Mobil belum punya...ada juga punya mertua yang tinggalnya lumayan jauh dan mobilnya pun kemungkinan dipakai.

Di tengah kegalauan ini, tiba-tiba telpon-telponan dengan manajer izzatulislam...dia menanyakan kabar dan kondisiku.. aku ceritakan tentang kondisi dan rencanaku.
"insya Allah kami kirim mobil + drivernya, untuk anter mas fathur dan keluarga ke pekalongan...gratiss..mas fathur tinggal naik dan duduk manis." demikian hasil bincang-bincang kami. Subhanallah walhamdulillah wa Allahu akbar..!!
Betapa Allah begitu pemurahnya....maka nikmat-NYA yang mana lagi yg kau dustakan ?

Selasa, 9 Okt....road to pekalongan....segalanya Allah mudahkan selama perjalanan. Sampe di rumah Pekalongan menjelang Isya... sudah ada beberapa kerabat yg nunggu. Malamnya, sekitar pukul 21.30, sang terapis datang. Setelah berbincang sejenak, terapi pun dimulai...di kamar, hanya ada aku yg ditemani istri yg mencatat hasil diagnosa sang terapis...termasuk mencatat pantangan2 makanan yg sebaiknya kuhindari, juga makanan yg bagus utk dikonsumsi.
"yang paling bagus makan ikan tongkol segar..." demikian sang terapis.
keesokan harinya, kuceritakan kepada Ibu hasil diagnosa dan terapi semalam, termasuk kusampekan tentang ikan tongkol tadi.
"ya, nanti insya Allah Ibu ke pasar utk mencari ikan tongkol.ibu mau sholat dhuha dulu..." jawab ibuku.
Belum juga Ibu selesai menunaikan sholat dhuha, tiba2 bel rumah berbunyi..
rupanya tamu ibuku yg datang..
Sebenarnya ga begitu penting menceritakan tamu-tamu ibuku yg datang. Apalagi memang cukup banyak tamu ibuku yg sering berkunjung.
Tapi, tamu yg satu ini terasa 'istimewa'. Ya...istimewa, karena kedatangannya secara ga langsung menunjukkan betapa kebesaran Allah. Tamu tersebut ---sebut saja bu Haji--- datang dengan membawa 15 ekor ikan tongkol segar nan besar. Ternyata suami bu Haji ini seorang nelayan yang semalem baru saja mendarat.
Aku hanya tercenung melihatnya, sambil tak lupa berucap syukur kepada Allah.
Kulihat ibuku pun menangis melihat apa yg dibawa oleh tamunya...

Yaa Rabb...Engkau Maha mengetahui apa-apa yg hamba butuhkan...
bahkan Engkau telah memberi ketika hamba belum sempet meminta...
Betapa Rahman dan Rahim-MU lebih besar dan lebih luas dari rasa syukur-KU..
ampuni hambaMu ini, yang sedikit sekali mensyukuri nikmat-nikmat-MU...



14 Okt...back to Cinere....
Alhamdulillah...setelah beberapa kali terapi...aku diizinkan pulang ke Cinere. Meski belum pulih betul. Insya Allah tinggal  recovery. Selama masa recovery ini, selain masih menjaga pantangan yg ada, juga disarankan mengkonsumsi kurma, apalagi kondisiku yg sering lapar. Jadi kurma bisa buat cemilan. Tapi, mencari kurma diluar bulan Ramadhan ternyata susah. Bahkan di Mall deket rumah juga ga ada. Pun di beberapa market di sekitar.
Akhirnya kami coba browsing. Alhamdulillah dapat, tapi berjarak lumayan jauh dari rumah, dan harganya pun ternyata lumayan mahal :(  😓
Keinginan beli kurma ini sementara dipending dulu.

kutinggal rebahan....
Tapi...sesaat setelah 'melupakan' keinginan beli kurma tersebut, tiba-tiba siang itu ada sms masuk dari seorang ikhwan.
"Assalamu'alaikum pak...ada di rumah ga ? saya mau silaturrahim.."
"Insya Allah saya di rumah" jawabku.
Ketika temenku ini datang, lagi2 aku mesti menangis karena mensyukuri semua nikmat yg DIA berikan..
Bagaimana tidak ? sang ikhwan ---temenku ini, datang ke rumah sambil membawa kurma kemasan 1kg sebanyak 2 dus. kurma tsb persis yg kulihat sewaktu browsing tadi...yg lumayan mahal harganya...



Ya Allah...utk ke sekian kalinya Engkau perlihatkan kebesaran dan kemurahanMU kepadaku....
Engkau menahanku untuk membeli kurma, ternyata  Engkau ---melalui perantara hamba-MU--- akan memberiku secara cuma-cuma ...semoga hamba bisa selalu mensyukuri nikmat-nikmatMU.



Kiranya kucukupkan sampe disini dulu tulisan ini...
Satu hal yang harus kukatakan, bahwa sesungguhnya dibalik ujian ini, Allah perlihatkan kebesaranNYA demikian banyak.
masih banyak kisah yg bisa disampekan...tapi kondisi ku tidak memungkinkan untuk menulis semuanya disini. Biarlah semua ini menjadi penguat keimanan dan kepasrahan atas takdir-NYA.
Tentang hikmah sakit dan ujian, sudah saya posting di awal-awal. silakan membuka-buka kembali blog ini.
Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang selalu bersyukur.

Senin, 29 Oktober 2012

Air Mata Surga


"Ada mata yang diharamkan masuk neraka, yaitu mata yang tidak tidur semalaman dalam perjuangan fisabilillah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah"
 
Dua ilmuwan pernah melakukan penelitian disertasi tentang air mata. Kedua peneliti tersebut berasal dari Jerman dan Amerika Serikat. Hasil penelitian kedua peneliti itu menyimpulkan bahwa air mata yang keluar karena tepercik bawang atau cabe berbeda dengan air mata yang mengalir karena kecewa dan sedih.
 
Air mata yang keluar karena tepercik bawang atau cabe ternyata tidak mengandung zat yang berbahaya. Sedangkan, air mata yang mengalir karena rasa kecewa atau sedih disimpulkan mengandung toksin, atau racun. Kedua peneliti itu pun merekomendasikan agar orang-orang yang mengalami rasa kecewa dan sedih lebih baik menumpahkan air matanya. Sebab, jika air mata kesedihan atau kekecewaan itu tidak dikeluarkan, akan berdampak buruk bagi kesehatan lambung.
 
Menangis itu indah, sehat, dan simbol kejujuran. Pada saat yang tepat, menangislah sepuas-puasnya dan nikmatilah karena tidak selamanya orang bisa menangis. Orang-orang yang suka menangis sering kali dilabeli sebagai orang cengeng. Cengeng terhadap Sang Khalik adalah positif dan cengeng terhadap makhluk adalah negatif.
 
Orang-orang yang gampang berderai air matanya ketika terharu mengingat dan merindukan kasih sayang-NYA, air mata itu akan melicinkannya menembus surga. Air mata yang tumpah karena menangisi dosa masa masa lalu akan memadamkan api neraka.
 
Hal ini sesuai dengan hadis Nabi, "Ada mata yang diharamkan masuk neraka, yaitu mata yang tidak tidur semalaman dalam perjuangan fisabilillah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah."
 
Seorang sufi pernah mengatakan, jika seseorang tidak pernah menangis, dikhawatirkan hatinya gersang. Salah satu kebiasaan para sufi ialah menangis. Beberapa sufi mata dan mukanya menjadi 'cacat' karena air mata yang selalu berderai.
 
Tuhan memuji orang menangis. "Dan, mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (QS Al-Isra' [17]:109). Nabi Muhammad SAW juga pernah berpesan, "Jika kalian hendak selamat, jagalah lidahmu dan tangisilah dosa-dosamu."
 
Ciri-ciri orang yang beruntung ialah ketika mereka hadir di bumi langsung menangis, sementara orang-orang di sekitarnya tertawa dengan penuh kegembiraan. Jika meninggal dunia ia tersenyum, sementara orang-orang di sekitarnya menangis karena sedih ditinggalkan.
 
Tampaknya, kita perlu membayangkan ketika nanti meninggal dunia, apakah akan lebih banyak orang mengiringi kepergian kita dengan tangis kesedihan atau dengan tawa kegembiraan.
 
Jika air mata kerinduan terhadap Allah tidak pernah lagi terurai, apalagi jika air mata selalu kering di atas tumpukan dosa dan maksiat, kita perlu segera melakukan introspeksi. Apakah mata kita sudah mulai bersahabat dengan surga atau neraka.

Yang Berharga Setelah Taqwa

Isteri yang sholihah, dialah yang qanaah. Yang tahu hari tak selalu cerah tapi dia tak berubah. Istri yang sholihah itu tidak harus kaya, kalau pun kaya Alhamdulillah. Dia juga tidak harus cantik, kalau pun cantik itu hadiah. 
Isteri yang sholihah itu adalah yang qana’ah, senangnya berada di rumah.Keluar rumah hanya untuk belanja atau pergi bersama suaminya. Dia tahu bahan makanan telah mengalami kenaikan harga, dan tidak menyusahkan suaminya dengan segala tuntutannya.Ada juga memang wanita yang bekerja di luar rumah,tapi yang sholihah, dia mau berhenti kerja kalau suaminya memerintahkannya, dan tetap bekerja kalau suaminya meridhoinya. 

Kau mungkin bingung bagaimana mungkin mendapatkan wanita shalihah sementara sedari tadi aku terus berkata yang shalihah adalah yang qanaah, sedangkan qanaah itu tidak tampak di mata.Yang jelas, nggak usah muluk-muluk cari yang cantik,karena yang cantik seperti bintang di langit. Mungkin dia mudah ditemukan, bahkan di gelap malam,tetapi sadarilah dia tak mudah dijangkau tangan. 

Ketika itu pun kau mungkin melihatnya berkilauan, tetapi sadarilah ketika siang dia menghilang.Isteri yang sholihah itu seperti mutiara di dasar laut,tak selalu putih terkadang terbungkus lumut. Di dalam cangkangnya dia senang berada,menjaga diri dan tak mudah digoda.Kau mungkin harus menyelam untuk menemukannya. Tapi kau akan tahu seberharga apa dia ketika kau mendapatkannya.

"Tiada kekayaan yg diambil seorang mukmin setelah taqwa kepada Allah yang lebih baik dari istri sholihah.” [Hadits Riwayat Ibn Majah]


Selalu berusaha memahami

Pernahkah kita, ketika suatu hari pulang dari sebuah aktivitas, atau dari perjalanan jauh, lalu terbayang dalam perjalanan nanti dirumah akan disambut oleh istri dan anak-anak yang berwajah ceria serta terhidang makanan siap santap, sehingga sampe dibela-belain untuk tidak makan dalam perjalanan pulang walaupun lapar. Tatkala tiba dirumah, angan-angan yang indah diperjalanan buyar tatkala melihat realita yang sebaliknya. Semua yg terbayang tidak menjadi kenyataan.

Inilah salah satu gambaran peristiwa kehidupan berumah tangga dan masih banyak lagi peristiwa lainnya yang mewarnai nuansa kehidupan berumah tangga setiap anak manusia. Mungkin ketika kita akan menikah terbetik dan terangan dipikiran kita bahwa calon istri kita adalah seorang wanita yang sholehah dan paripurna, dan itulah idola setiap muslim !!

Namun tatkala bahtera kehidupan mulai meninggalkan dermaga untuk mengarungi lautan kehidupan berumah tangga, deburan ombak mulai menghamtam sisi-sisi bahtera dan menggoncang kestabilan perjalanannya. Disaat itulah kita mulai mengetahui akan jati diri istri kita secara transparan. Dari situlah kita mengetahui hakekat sifat fitriah yang dimilikinya. Dan dari situlah kita memulai untuk memformat langkah-langkah kehidupan pada paruh perjalanan kehidupan yang kita akan lalui. Inilah seni kehidupan dan dari sinilah dimulai kehidupan yang hakiki. 

Istri kita bukanlahlah malaikat yang suci dari kemaksiatan dan bukanlah pula syetan (na'udzubillah min dzalika) yang selalu melakukan kemaksiatan pada kholiknya. Istri kita adalah manusia seperti kita yang selalu melakukan kesalahan dan kekhilafan serta memiliki banyak kekurangan. Maka Segala kekurangan, kesalahan dan kekhilafan yang istri kita perbuatan haruslah kita maafkan. Bukankah Allah lebih pemaaf atas kesalahan dan kekhilafan hamba-Nya ?. 'sesungguhnya Allah telah memafkan karenaku- dari umatku segala perbuatan yang khilaf dan lupa serta yang dipaksakan atas mereka.' Istri merupakan amanah dari Allah swt. Amanah yang akan kita pertanggung jawabkan pada mahkamah Allah di akherat kelak. Rosulullah saw telah bersabda,'setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab kepada apa yang dipimpinnya'. 

Janganlah kita termasuk orang yang akan diseret oleh istri kita ke neraka karena kelalaian kita dalam membimbing dan membina mereka sehingga kita termasuk golongan yang dilansir Rosulullah saw dalam sabdanya, 'Seseorang wanita itu apabila di hari akhirat akan menarik empat golongan lelaki bersamanya ke dalam neraka. Pertama : ayahnya Kedua : suaminya Ketiga : abang-abangnya Keempat : anak lelakinya oleh karena itu bekal kehidupan harus kita siapkan sedini mungkin dengan perbekalan yang terbaik yaitu bekal iman dan ketaqwaan sebagai lentera kehidupan serta bekal ilmu sebagi pembimbing perjalanan.

Terakhir marilah kita renungi dan jadikan sabda Rosulullah dibawah ini sebagai motor penggerak demi terciptanya keluarga yang SAMARADA (sakinah, mawaddah, rahmah dan dakwah), 'Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik pada keluarganya.' (HR. Muslim)'Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 25:74)


Jika.....Maka

Jika tidak ada yang dikorbankan maka bukan perjuangan
Jika berdiri tegak tanpa ujian maka bukan ketangguhan
Jika kemenangan diraih tanpa merangkak dari kejatuhan maka bukan kesabaran
Jika tidak ada yang dibanggakan maka bukan kemuliaan
Jika Allah masih bersama kita maka bukan penderitaan

Episode para pelari

Sekelompok pelari akan berlomba, garis finish sudah jelas tergambar
dalam benak mereka, hadiah yang menggiurkan pun sudah menanti
mereka. Mereka tahu bahwa ini perlombaan demi kebaikan, kesungguh-
sungguhan adalah salah satu faktor kemenangan. Latihan yang intensif
dan teori-teori tentang teknik berlari yang benar telah masing-masing
kuasai dan fahami, karena itupun salah satu kunci kemenangan.
 
Akhirnya, lomba pun dimulai, pistol start pun menyalak, maka serentak
semua pelari itupun menghela tubuh mereka dan berusaha berlari
sekencang-kencangnya, tatapan mereka tajam, fokus ke depan, garis
finish tertera jelas di bayangan bola mata mereka, lawan disamping kiri
maupun kanan seolah-olah terlupakan. Namun, pada saat lomba itu
sedang berlangsung, ada sesuatu yang lain, ada satu pelari yang begitu
sibuk untuk membetulkan cara berlari lawan tandingnya, dia menegur ke
kiri, ke depan, ke kanan bahkan ke belakang, untuk menjelaskan
bagaimana cara berlari yang benar. Dia lupa bahwa lawan tandingnya itu
adalah orang-orang yang telah terlatih dan mengetahui konsep dan teknik
untuk berlari. Dia lupa akan hal itu, bahkan dia lupa bahwa saat itu dia
sedang berlomba.

Sementara si pelari “sibuk” itu semakin asyik dengan kegiatan tegur-
menegurnya itu, para lawan-lawannya justru semakin fokus berlarinya.
Akhirnya, para lawan tanding itu terlebih dahulu menyentuh garis finish.
Lalu bagaimana nasib sang pelari “sibuk”, dia kebingungan karena lawan
tandingnya sudah mencapai garis finish lebih dahulu, sementara dirinya
tertinggal jauh dibelakang.
 
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian  terhadap Kitab-Kitab yang
lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah
turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap
umat diantara kamu , Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu, (QS.5 : 48)
 
Fokus dalam ber’amal adalah suatu kemestian. Kita semua adalah bagian
dari satu sistem dakwah yang besar. Perhatian kita pada ‘amal-amal yang
sedang kita laksanakan janganlah sampai melencengkan kita dari agenda
besar dakwah yang telah ditetapkan. Ada keterkaitan diantaranya.
Keterkaitan tersebut menjadikan kita berusaha mensinkronkan antara apa
yang kita lakukan dengan agenda dakwah tersebut. Karenanya kita
berusaha menjauh dari titik-titik yang akan menghambat pencapaian
agenda-agenda tersebut, karenanya kita tidak akan membuang secara
mubazir sumber daya yang kita miliki hanya untuk melakukan kerja-kerja
dakwah yang tidak efisien.
 
Semangat untuk berkompetisi ‘amal kebajikan dalam bingkai ukhuwah,
terus menerus ditumbuhkan seiring dengan semakin kayanya kita akan
berbagai khazanah pemikiran, wacana ataupun teori, karena itulah yang
memberdayakan dakwah dan akan lebih terasa hasilnya. Semangat
berkompetisi ini tidak hanya ditumbuhkan dikalangan kita saja. Tapi juga
sikap ini juga harus muncul ketika kita berada dilapangan dakwah
bersama gerakan/jama’ah dakwah lain yang juga sama-sama mengusung
misi kebaikan.
 
Marilah kita raih kelezatan ‘amaliyah setelah sebelumnya kita menikmati
kelezatan ‘ilmiyah. Janganlah kau batasi dirimu.


Apa yang bisa kau lakukan?

Jika uang hanya bisa membeli kesenangan, bukan kebahagiaan,maka apa yg bisa kau lakukan utk menyempurnakan nikmat-NYA ?
Jika bertambahnya kekayaan tidak menjamin bertambahnya kenikmatan, maka apa yg bisa kau lakukan agar hidup ini penuh rahmat-NYA ?
Jika di malam-malam yg hening kau tak bisa menyungkurkan keningmu utk bersujud kepada-NYA, maka apa yg bisa kau lakukan utk membuka jalan ke surga-NYA?


Zaman Instan

Manusia modern, umumnya menginginkan segala sesuatunya bisa direngkuh secara instan, secara cepat. Kekayaan misalnya, kalau bisa secepat mungkin diraih. Begitu juga dengan kekuasaan dan popularitas. Terkait bagaimana cara menggapainya, ini yang lebih sering diabaikan.
Kini, di zaman yang serba cepat ini, tradisi serba instan begitu mudah ditemukan. Contohnya gelar. Gelar begitu mudah diraih tanpa perlu mengikuti proses pendidikan formal. Begitu juga dengan kredit dan bumbu dapur. Kredit tersedia sistem kredit  yang berproses instan melalui kartu kredit. Bumbu dapur juga tersedia versi  instan siap saji. Sekarang kalau orang mau masak nasi goreng, tak perlu repot-repot lagi nguleg bumbu-bumbu seperti cabe, garam, bawang, dan lainnya.

Ternyata masalah instan ini juga merembet sampai ke masalah pernikahan. Nikah baru empat bulan, anak sudah lahir, saking ngetrend-nya tradisi instan ini.

Semua hal yang instan, sepanjang itu dilakukan untuk kemudahan manusia itu sendiri dan tidak melanggar syari’at Allah & Rasul-Nya, tentulah diperbolehkan. Kalau ada yang instan, kenapa juga kita mesti repot-repot mencari yang tidak instan. Sayangnya, tidak semua hal yang instan ini baik dan memberikan kemudahan bagi manusia. Bahkan lebih sering membuat manusia khilaf, melanggar batasan yang sudah ditetapkan, dan berujung kepada kehinaan dan kegelapan kehidupan.

Lihatlah tampilan manusia-manusia yang serakah, tamak, dan rakus terhadap dunia. Maunya direngkuh serba cepat, tabrak sana, tabrak sini. Lihatlah manusia-manusia pemalas, manusia yang tak pernah berpikir panjang dan selalu mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuan.

Kalau mau makan enak itu mesti berusaha, bukan dengan jalan nyolong. Kalau mau punya kendaraan itu mesti bekerja keras dan mengumpulkan uang dengan cara yang benar, bukan dengan jalan main terabas, lobby sana-lobby sini….Pokoknya kalau mau punya ini-itu harus ada kerangka usaha dan upaya yang jelas. Ini tidak… Selalu dan selalu dicari jalan pintas. Akhirnya bukan hasil yang enak didapat, malah kesusahan yang dibuat…

Dalam kerangka menikmati kenikmatan sebagian manusia juga cenderung ingin serba cepat. Akhirnya kenikmatan yang semestinya nikmat malah menjadi prahara…

Kalau kita mau memperhatikan ayat-ayat-Nya dalam alam ini, akan kita ketahui bahwa sesungguhnya alam ini mengajarkan kita untuk selalu berproses. Lihatlah pengajaran Allah dalam proses penciptaan manusia. 

Tidak ada hasil yang bisa dicapai sekejap mata. Semuanya harus dilakukan setahap demi setahap, penuh usaha, penuh ikhtiar, dan do’a. Janganlah sekali-kali mengambil jalan yang akhirnya malah akan menyulitkan kita.

Dan akan lebih baik lagi, bilamana kita selalu melibatkan Dia di setiap langkah kita. Dengan demikian, setiap langkah kita akan menjadi langkah kesuksesan, langkah keberhasilan.

Melibatkan Dia adalah meniatkan tujuan gerak kita untuk-Nya. Kalau kita berhasil maka keberhasilan itu akan kita gunakan sebagai sarana beribadah kepada-Nya, membantu sesama, dan menggunakannya dengan tidak membuat-Nya murka. Melibatkan Dia juga berarti mengingat bahwa Dia-lah  pusat semua gerak, dan pusat segala harapan bertumpu. 

Wallaahu a’lam…..

Tergantung diri kita

Bila ditanya, maukah kita kalau anak kita menjadi pencuri ? tentu jawabnya tidak mau. Lalu, mengapakah kita mencuri dan memberi makan anak kita makanan hasil curian ? Mencuri ‘secara langsung’ boleh jadi tidak semua orang berani melakukannya. Tapi mencurinya diatas nama jabatan dan dibalik kewenangan seringkali kita lakukan.

Bila ditanya,  sukakah anak kita menjadi perampok ? tentu jawabannya tidak suka. Lalu, mengapakah kita membesarkannya dari hasil rampokan, mengapa ? saat ini, merampok terang-terangan memang tidak kita lakukan. Tapi merampok dibalik nama besar yang kita sandang, dibalik nama suci yang masyarakat lekatkan, kerap kita lakukan.

Bila ditanya, relakah kita bila anak kita menjadi seorang penjudi atau pemabok ? jawabannya pasti tidak rela. Lalu, mengapa kita tidak berhenti memberinya makanan dari yang haram ? Mengapa ?

Dan bila ditanya, sukakah kita memiliki anak seorang pembangkang agama ? jawabnya pasti tidak suka. Lalu mengapa kita sendiri mendustakan agama kita ? kita begitu mudahnya meninggalkan shalat, begitu enteng menginggalkan puasa, begitu berat bersedekah dan enggan berzakat, kita sulit berbuat baik. Bila demikian adanya, bilakah kita memiliki anak yang takut akan kebesaran & keagungan Allah ?

Demikianlah, tidak akan pernah ada orangtua yang suka memiliki seorang anak yang berperilaku buruk, meskipun ia seorang penjahat. Tapi sayangnya, keinginan tinggallah keinginan. Apa yang ada di hati tidak tercermin di perilaku keseharian.  Padahal kita tahu, bahwa anak itu ibarat lembaran putih, akan kita beri warna apa dalam kehidupannya tergantung kita. Inilah sebagian dari pesan Rasul saw.

Mulai sekarang, jangan relakan anak-anak kita rusak oleh sikap dan kelakuan kita sendiri. Jangan biarkan anak kita rusak karena diri kita sendiri.  Apalagi kita tahu bahwa setiap tetes darah yang mengalir dan setiap kerat daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka kerusakan  dan nerakalah yang lebih pantas dan berhak  atas diri mereka.  Dan kita juga tahu, makanan yang haram akan bisa mengubah kesucian anak kita  menjadi kotor.  Semakin sering kita memberinya makanan dari yang haram, maka akan semakin kotor pula anak kita. Kadang kita gerah bila melihat anak tidak mandi, anak kotor. Tapi kita tidak pernah gelisah bila hati kita yang kotor, dan merelakan anak kita berbilas dengan sabun kotor yang didapat dari makanan kotor.

Kita termasuk orang-orang yang membiarkan anak-anak kita menjadi perampok dan pencuri, andai kita memberinya makan dari hasil curian dan hasil rampokan. Kita termasuk orang-orang yang meridhoi anak-anak kita menjadi Raja Maksiat, Biang Kerok Kemunkaran, andai kita terus menerus berada di jalan yang salah dan atau membiarkan mereka meniti titian yang rapuh. Dan kita termasuk orang-orang yang merelakan anak-anak kita memilih jalan yang sesat andai kita  abaikan pendidikan agama dan contoh yang baik untuk mereka. Anak-anak kita adalah tanggung jawab kita, karena mereka adalah amanah Allah SWT.
Wallaahu a’lam

Raja bertelinga sebelah

Raja Negeri itu ingin membuat lukisan dirinya. Dia mengumpulkan semua pelukis ternama dari seluruh penjuru negeri untuk mengerjakan proyeknya. Dia ingin yang terbaik. Rencananya, lukisan diri itu akan dipasang di Balairung Istana, tempat Ia menerima tamu Negara ataupun tempat berkumpulnya rakyat di saat acara persembahan.

Dia ingin setiap orang yang datang melihat gambar dirinya. Karenanya Ia menginginkan yang terbaik. Dan untuk itu, Sang Raja pun menyediakan hadiah yang banyak kepada pelukis yang gambarnya terpilih. Yang tentunya sesuai dengan keinginan hatinya. Semua pelukis bekerja maksimal. Mengerahkan semua kemampuan.

Dan tibalah saat Sang Raja memilih karya yang terbaik menurutnya. “Saya tidak menyukai lukisan ini. Walau pun benar, telingaku hilang sebelah karena pertempuran, tetapi Saya tidak ingin terlihat cacat di mata siapapun. Saya tidak ingin ketika menatap gambarku sendiri, aku melihat kekuranganku itu.” Titahnya menolak hasil karya Pelukis terkenal pertama yang berhasil menyelesaikan lukisannya.

Lukisan itu halus dan sangat realis. Bagus sekali buatannya, tetapi rupanya sang Raja tidak berkenan menerimanya. Sebabnya satu, Ia terlihat sebagai orang cacat di sana. Walaupun sebenarnya, lukisan itu adalah gambaran nyata dirinya. “Berani-beraninya Engkau berbohong hanya untuk menyenangkan diriku ?!”serunya jengkel. “Aku tidak menginginkan Pelukis yang suka menjilat di hadapanku. Bukankah engkau lihat sendiri, bahwa telingaku hilang sebelah karena tertebas pedang lawan, tapi kenapa Engkau menggambarnya lengkap ?” Hasilnya, lukisan kedua pun ditolak Sang Raja.
Lukisan itu pun terlihat sempurna. Bahkan Sang Raja pun digambarkan sedemikian sempurna. Lengkap dengan gambar kedua telinga tentunya. Padahal telinga Sang Raja tinggal sebelah. Itu fakta yang paling tidak disukai Sang Raja.

"Nah..inilah Lukisan yang aku kehendaki. Bagus sekali karyamu. Gambar inilah yang akan kupasang di ruang utama Balairung Istana. Engkau berhak atas sekantung uang emas itu wahai pelukis hebat !” titah sang raja sambil terus memandangi lukisan dirinya. Segera dititahkan kepada pengawalnya untuk memasang lukisan dirinya di dinding Balairung Istana. Dari Wajahnya terlihat kepuasan dan kebanggaan dirinya. Apa yang di lukiskan Pelukis ketiga sehingga membuat Sang Raja begitu berkenan dengan hasil lukisannya ? Padahal kualitas ketiga lukisan dan sapuannya sama-sama sempurna.

Ternyata, pelukis ketiga pandai mengambil angel untuk obyek lukisannya. Kalau dua pelukis sebelumnya mengambil dari sisi depan Sang Raja, yang jelas kedua telinganya harus terlihat, tetapi Pelukis ketiga melihat dari sisi samping. Pada tempat yang daun telinganya masih ada. Dengan mengambil sisi ‘sempurna’ diri Sang Raja, dia mampu menampilkan Raja yang terlihat sempurna fisiknya tetapi dia juga tidak perlu membohongi Sang Raja. Orang bebas berasumsi terhadap sisi lain Sang Raja.Tetapi Ia tidak bertanggungjawab. Karena memang Ia tidak menggambarkannya.
Begitulah, Ia pulang dengan membawa hadiah dan juga kebanggaan Sang Raja.

Begitupun dengan kita ketika berinteraksi dengan orang lain. Seorang Ustadz terhadap jama’ahnya. Seorang Murobbi terhadap Mad’u nya. Seorang Ibu atau Ayah teradap anak-anaknya. Seorang Dai terhadap umatnya. Seorang Guru terhadap muridnya. Itulah, dalam berinteraksi dengan orang lain, mereka ibarat Raja dan kita adalah pelukisnya. Kita tidak dibenarkan untuk menjadi penjilat sehingga kita membutakan kelemahannya. Sekaligus kita juga harus menjaga perasaannya dengan tidak menonjolkan sisi lemahnya (walaupun kelemahan itu benar-benar dimilikinya). Setiap diri, hal nya sang Raja, tidak ingin terlihat cacatnya. Juga dia tidak ingin dijilat mukanya hanya karena mencari sanjungan. Bahkan rela membohonginya. Itu bisa jadi akan menghancurkannya di masa mendatang. Lihat sisi baiknya dari setiap pribadi. Itu pesan yang tersirat dari Pelukis ketiga untuk kita. Setiap pribadi terlahir ke dunia dengan potensi positif yang dianugerahkan Allah kepadanya. Itu yang seharusnya kita ungkap dihadapanya. Semoga kita bisa !
Wallahu a'lamu bishowab !

Minggu, 28 Oktober 2012

Arti Sebuah Obrolan


Tersebutlah dalam buku-buku sejarah bahwa khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang terkenal juga sebagai khalifah Ar-Rasyid yang kelima, telah berhasil merubah gaya obrolan masyarakatnya.

Pada masa khalifah sebelumnya, obrolan masyarakat tidak pernah keluar dari materi dan dunia, di manapun mereka berada; di rumah, di pasar, di tempat bekerja dan bahkan di masjid-masjid.

Dalam obrolan mereka terdengarlah pertanyaan-pertanyaan berikut: “Berapa rumah yang sudah engkau bangun? Kamu sudah mempunyai istana atau belum? Budak perempuan yang ada di rumahmu berapa? Berapa yang cantik? Hari ini engkau untung berapa dalam berbisnis? Dan semacamnya.

Pada zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi pemimpin, dan setelah dia melakukan tajdid (pembaharuan) dan ishlah (reformasi), dimulai dari meng-ishlah dirinya sendiri, lalu istrinya, lalu kerabat dekatnya dan seterusnya kepada seluruh rakyatnya, berubahlah pola obrolan masyarakat yang menjadi rakyatnya.

Dalam obrolan mereka, terdengarlah pertanyaan-pertanyaan sebaai berikut: Hari ini engkau sudah membaca Al Qur'an berapa juz? Bagaimana tahajjud-mu tadi malam? Berapa hari engkau berpuasa pada bulan ini? Dan semacamnya.

Mungkin diantara kita ada yang mempertanyakan, apa arti sebuah obrolan? Dan bukankah obrolan semacam itu sah-sah saja? Ia kan belum masuk kategori makruh? Apalagi haram? Lalu, kenapa mesti diperbincangkan dan diperbandingkan? Bukankah perbandingan semacam ini merupakan sebuah kekeliruan, kalau memang hal itu masuk dalam kategori mubah?

Dari aspek hukum syar'i, obrolan yang terjadi pada masa khalifah sebelum Umar bin Abdul Aziz memang masuk kategori hal-hal yang sah-sah saja, artinya, mubah, alias tidak ada larangan dalam syari'at.

Akan tetapi, bila hal itu kita tinjau dari sisi lain, misalnya dari tinjauan tarbawi da'awi misalnya, maka hal itu menujukkan bahwa telah terjadi perubahan feeling pada masyarakat, atau bisa juga kita katakan, telah terjadi obsesi pada ummat.

Pada masa Sahabat (Ridhwanullah 'alaihim), obsesi orang –dengan segala tuntutannya, baik yang berupa feeling  ataupun 'azam, bahkan 'amal -selalu terfokus pada bagaimana menyebar luaskan Islam ke seluruh penjuru negeri, dengan harga berapapun, dan apapun, sehingga, pada masa mereka Islam telah membentang begitu luas di atas bumi ini.

Namun, pada masa-masa menjelang khalifah Umar bin Abdul Aziz, obsesi itu telah berubah.

Dampak dari adanya perubahan ini adalah melemahnya semangat jihad, semangat da'wah ilallah, semangat men-tarbiyah dan men-takwin masyarakat agar mereka memahami Islam, menerapkannya dan menjadikannya sebagai gaya hidup.

Al Hamdulillah, Allah swt memunculkan dari hamba-Nya ini orang yang bernama Umar bin Abdul Aziz, yang mampu memutar kembali “gaya” dan “pola” obrolan masyarakatnya, sehingga, kita semua mengetahui bahwa pada masa khalifah yang hanya memerintah 2,5 tahun itu, Islam kembali jaya dan menjadi gaya hidup masyarakat.

Tersebut pula dalam sejarah bahwa beberapa saat setelah kaum muslimin menguasai Spanyol, ada seorang uusan Barat Kristen yang memasuki negeri Islam Isbania (Nama Spanyol saat dikuasai kaum muslimin). Tujuan dia memasuki wilayah Islam adalah untuk mendengar dan menyaksikan bagaimana kaum muslimin mengobrol, ya, “hanya” untuk mengetahui bagaimana kaum muslimin mengobrol. Sebab dari obrolan inilah dia akan menarik kesimpulan, bagaimana obsesi kaum muslimin saat itu. Selagi dia berjalan-jalan untuk mendapatkan informasi tentang gaya kaum muslimin, tertumbuklah padangannya kepada seorang bocah yang sedang menangis, maka dihampirilah bocah itu dan ditanya kenapa dia menangis? Sang bocah itu menjelaskan bahwa biasanya setiap kali dia melepaskan satu biji anak panah, maka dia bisa mendapatkan dua burung sekaligus, namun, pada hari itu, sekali dia melepaskan satu biji anak panah, dia hanya mendapatkan seekor burung.

Mendengar jawaban seperti itu, sang utusan itu mengambil kesimpulan bahwa obsesi kaum muslimin Isbania (Spanyol) saat itu masihlah terfokus pada jihad fi sabilillah, buktinya, sang bocah yang masih polos itu, bocah yang tidak bisa direkayasa itu, masih melatih diri untuk memanah dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa orang tua mereka masih terobsesi untuk berjihad fi sabilillah, sehingga terpengaruhlah sang bocah itu tadi.

Antara obrolan orang tua dan tangis bocah yang polos itu ada kesamaan, terutama dalam hal: keduanya sama-sama meluncur secara polos dan tanpa rekayasa, namun merupakan cermin yang nyata dari sebuah obsesi.
Setelah masa berlalu berabad-abad, datang lagi mata-mata dari Barat, untuk melihat secara dekat bagaimana kaum muslimin mengobrol, ia datangi tempat-tempat berkumpulnya mereka, ia datangi pasar, tempat kerja, tempat-tempat umum dan tidak terlupakan, ia datangi pula masjid.

Ternyata, ada kesamaan pada semua tempat itu dalam hal obrolan, semuanya sedang memperbincangkan: Budak perempuan saya yang bernama si fulanah, sudah orangnya cantik, suara nyanyiannya merdu dan indah sekali, rumah saya yang di tempat anu itu, betul-betul indah memang, pemandangannya bagus, designnya canggih, luas dan sangat menyenangkan, dan semacamnya.

Merasa yakin bahwa gaya obrolan kaum muslimin sudah sedemikian rupa, pulanglah sang mata-mata itu dengan penuh semangat, dan sesampainya di negerinya, mulailah disusun berbagai rencana untuk menaklukkan negeri yang sudah delapan abad di bawah kekuasaan Islam itu. Dan kita semua mengetahui bahwa, semenjak saat itu, sampai sekarang, negeri itu bukan lagi negeri Muslim.

Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah …
Betapa seringnya kita mengobrol, sadarkah kita, model manakah gaya obrolan kita sekarang ini? Sadarkah kita bahwa obrolan adalah cerminan dari obsesi kita? Sadarkah kita bahwa obrolan kita lebih hebat pengaruhnya daripada sebuah ceramah yang telah kita persiapkan sedemikian rupa? Bila tidak, cobalah anda reka, pengaruh apa yang akan terjadi bila anda adalah seorang ustadz atau da'i, yang baru saja turun dari mimbar khutbah, khutbah Jum'at dengan tema: “Kezuhuda salafush-Shalih dan pengaruhnya dalam efektifitas da'wah”.

Sehabis shalat Jum'at, anda mengobrol dengan beberapa orang yang masih ada di situ, dalam obrolan itu, anda dan mereka memperbincangkan Bagaimana mobil Merci anda yang hendak anda tukar dengan BMW dalam waktu dekat ini, dan bagaimana mobil Pajero puteri anda yang sebentar lagi akan anda tukar dengan Land Cruiser, dan bagaimana rumah anda yang di Pondok Indah yang akan segera anda rehab, yang anggarannya kira-kira menghabiskan lima milyar rupiah dan semacamnya. Cobalah anda menerka, pengaruh apakah yang akan terjadi pada orang-orang yang anda ajak mengobrol itu? Mereka akan mengikuti materi yang anda sampaikan lewat khutbah Jum'at atau materi yang anda sampaikan lewat obrolan?

Sekali lagi, memang obrolan semacam itu bukanlah masuk kategori “terlarang” secara syar'i, akan tetapi, saya hanya hendak mengajak anda memikirkan apa dampaknya bagi da'wah ilallah.

Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah …
Sadarkah kita bahwa telah terjadi perubahan besar dalam gaya obrolan kita antara era 80-an dengan 90-an dan dengan 2000-an, obrolan yang terjadi saat kita bertemu dengan saudara seaqidah kita, obrolan yang terjadi antar sesama aktifis Rohis di kampus dan sekolah masing-masing kita. Saat itu, obrolan kita tidak pernah keluar dari da'wah, da'wah, tarbiyah dan tarbiyah, nah bagaimana obrolan kita sekarang? Silahkan masing-masing kita menjawabnya, lalu kaitkan antara gegap gempita da'wah dan tarbiyah saat itu dengan seringnya kita mendengar adanya dha'fun tarbawi di sana sini, Wallahu a'lam bish-shawab.
Musyaffa' Ahmad Rahim
musyaffa@centrin.net.id