Tarbiyah
memiliki sifat –di antaranya- definitif, realistis, obsesif dan dapat
diukur. Dengan sifatnya yang definitif, tarbiyah dapat dilakukan dengan
baik dan jelas oleh para aktivisnya. Dengan sifatnya yang realistis,
tarbiyah menjadi sesuatu yang dapat, mudah, dan sangat mungkin untuk
diwujudkan. Dengan sifatnya yang obsesif, tarbiyah tidak mengijinkan
komunitasnya untuk diam, merasa puas dan kehilangan gairah untuk
membangun masa depan yang lebih baik. Dan dengan sifatnya yang dapat
diukur, tarbiyah membentuk dirinya dalam ukuran-ukuran kuantitatif yang
membuatnya dapat dievaluasi.
’Tahwilul jahaalati ’ilaal ma’rifah’
Setiap
Jenjang Tarbiyah memiliki karakter pembinaan yang berbeda-beda. Pada
jenjang-jenjang awal, Tarbiyah adalah sebuah proses yang membangkitkan
rasa kebutuhan Peserta Tarbiyah kepada Islam, membangkitkan pelaksanaan
adab-adab dan hukum-hukum Islam serta membangkitkan rasa cinta peserta
tarbiyah untuk hidup di bawah naungan Islam. Karakter marhalah
selanjatnya adalah proses tarbiyah yang menumbuhkan urgensi amal jama’i,
merasakan urgensi berkhidmat pada Islam, dan merasakan kemestian
bergabung dengan Gerakan Dakwah. Karakter marhalah selanjutnya adalah
sebuah proses tarbiyah yang menanamkan urgensi berkorban dengan waktu
dan harta, melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dan berinteraksi
secara aktif dengan Manhaj (metodologi) Dakwah. Pada masanya, ada
tarbiyah yang menyiapkan seseorang untuk memiliki komitmen dengan
seluruh pedoman dan aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.
Dan karakter marhalah tertentu adalah proses yang menyiapkan seorang
menjadi da’i teladan dan semua aspeknya – aspek pemikiran, aspek
amaliyah, dan aspek pengorbanannya- menjadi representasi dari Gerakan
Dakwah. Marhalah ini membentuk seorang yang menjadi representasi Gerakan
Dakwah.
Lalu
apa yang dimaksud dengan halaqah tarbawiyah? Halaqah Tarbawiyah adalah
proses tarbiyah secara rutin dalam dinamika kelompok untuk mencapai
ahdaf (tujuan-tujuan yang hendak dicapai) melalui berbagai program dan
ketentuannya. Murabbi bisa mentarbiyah mutarabbi sesuai kesanggupan
optimalnya mengelola forum; baik dari segi jumlah personal dalam satu
kelompok maupun jumlah kelompok halaqah tarbawiyah yang ditanganinya.
Murabbi
(Pembina) adalah seseorang yang melakukan program tarbiyah sesuai
dengan tahapnya. Kata Murabbi digunakan untuk menunjukkan sekaligus
murabbi (laki-laki) dan murabiyah (perempuan). Mutarabbi adalah
seseorang atau sekelompok orang yang tengah mengikuti program tarbiyah.
Kata ini digunakan untuk menunjukkan sekaligus mutarabbi dan
mutarabiyah.
Indikasi
keberhasilan tarbiyah dapat dilihat pada tercapainya tujuan-tujuan
(ahdaf) dan muwashafat setiap tahap sesuai target waktu. Muwashafat
adalah sifat-sifat yang diharapkan muncul pada diri peserta tarbiyah
selama masa pentarbiyahan sesuai tahapnya Dengan demikian, yang menjadi
pokok perhatian dalam tarbiyah adalah upaya pencapaian tujuan dan
muwashafat setiap tahap sesuai target waktu, dengan menggunakan berbagai
macam sarana, materi dan program.
Tersampaikannya materi bukanlah tujuan di dalam tarbiyah
Terlaksananya
kegiatan-kegiatan bukanlah tujuan dari proses tarbiyah. Materi hanyalah
sarana mencapai tujuan. Kegiatan juga hanya sarana untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian mentarbiyah adalah sebuah proses dan manajemen
menghantarkan peserta mencapai tujuan, dalam waktu tertentu.
Lalu ada berapa tahap?
Dakwah
adalah upaya mengajak manusia kepada keridhaan Allah yang dilakukan
dengan hikmah dan dengan nasehat yang baik sehingga manusia meninggalkan
thaghut dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan
jahiliyah menuju cahaya Islam.
Dakwah
dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan mad’u menerima dakwah.
Prinsip dakwah yang relevan dan yang dikenal luas adalah ; at ta’rif
qobla taklif (Pengenalan sebelum pembebanan). Nabi Muhammad saw
menasehati para aktivis untuk berinteraksi dan menyampaikan gagasan
sesuai dengan kadar berpikir mad’u. Maka, dakwah, tarbiyah atau
pembinaan dilakukan secara bertahap.
Lalu ada berapa tahapan?
Sebenarnya
bukan berapa tahap yang penting untuk dibahas. Para aktivis bisa sangat
berbeda dalam hal jumlah tahapannya. Jumlah tidak penting. Yang harus
dikedepankan adalah persoalan amal dakwah apa yang ada. Lalu Amalud
da’wah itulah yang kemudian menentukan jumlah tahapan dalam tarbiyah.
Sepanjang yang saya ketahui, ada 5 amalud da’wah yaitu ;
1.
Dakwah dalam arti sebuah aktivitas yang mengubah atau
mentransformasikan kebodohan (al jahalah) ke kondisi kefahaman (al
ma’rifah). Dalam adagium bahasa arab, amal ini biasa dirumuskan dengan
’Tahwilul jahaalati ’ilaal ma’ifah’.
2.
Dakwah dalam arti sebuah aktivitas yang mengubah kefahaman atau
mentransformasikan kefahaman dalam diri menjadi fikrah atau gagasan.
Dalam adagium dakwah biasanya dirumuskan dengan ; ’Tahwilul ma’rifah
’ilaal fikrah’.
3.
Dakwah dalam arti sebuah aktivitas yang mentransfomasikan gagasan
menjadi gerakan. Yang dalam rumusannya biasanya dikenal dengan ungkapan ;
’Tahwilul fikrah ’ilaal harokah’.
4.
Dakwah dalam arti sebuah aktivitas yang mentransformasikan gerakan
menjadi sebuah natijah. Natijah kerap diartikan dengan arti hasil. Maka
pada amalud da’wah ini, peserta tarbiyah sedang melakukan transformasi
gerakan menjadi sesuatu yang memiliki arti atau hasil. Para aktivis
mengenal aktivitas ini dengan ungkapan ; ’Tahwilul harokah ’ilaa an
natijah’.
5.
Dakwah dalam arti sebuah aktivitas yang mentransformasikan natihah
menjadi ghoyah. Ghoyah adalah tujuan. Apa perbedaan antara Natijah dan
Ghoyah. Ghoyah adalah tujuan, mungkin semacam orientasi hidup.
Sedangkan
Natijah adalah hasil dalam jangkan yang lebih pendek dan lebih semacam
proyek. Maka dakwah dalam aktivitas ini adalah upaya mengajak manusia
menjadi seorang yang berorientasi dakwah dalam seluruh aspek hidupnya.
Kelimanya khas meski mungkin tidak berupa patahan yang tegas.
Keberadaan
kelima aktivitas ini membuat para aktivis mengenal tahapan dakwah.
Sebenarnya penamaan tahapan itu tidak lain adalah penamaan terhadap
aktivitas dakwah (amalud da’wah). Untuk aktivitas ’Tahwilul jahaalati
’ilaal ma’ifah’ , para aktivis menyebut lembaganya sebagai lembaga
ta’lim atau tabligh. Untuk aktivitas ’Tahwilul ma’rifah ’ilaal fikrah’
dan ’Tahwilul fikrah ’ilaal harokah’, para aktivis mengenal sebuah
marhalah da’wah yang para aktivis sebut dengan Takwin. Untuk aktivitas
mentransformasikan gerakan menjadi sebuah natijah,, para aktivis
mengenal marhalah tandzim.
Dan
marhalah tanfidz adalah sebuah episode dakwah yang mentransformasikan
natijah menjadi ghoyah. Jadi, para aktivis mengenal 5 marhalatud da’wah ;
ta’lim, tabligh, takwin, tandzim, dan tanfidz.
Maka,
bukan penamaannya yang terpenting, namun alamatud da’wah-nya yang lebih
penting. Apa hebatnya para aktivis merasa ada di marhalah dakwah yang
para aktivis nilai prestisius jika para aktivis tak melakukan amalud
da’wah yang sesuai? Apa ada alasan untuk sedih ketika faktanya para
aktivis sedang melakukan amal dakwah yang tampak tak terlalu ’tinggi’?
Bukan penamaan yang terpenting dalam tarbiyah ini.
Juga
bukan soal jumlah yang menentukan ’benar’ atau ’tidaknya’ sebuah
gerakan. Bukan semakin banyak berarti semakin bagus, sebagaimana bukan
berarti semakin sedikit berarti semakin bagusnya sebuah cita cita
gerakan dakwah. Jumlah bisa berbeda beda, nama tahapan bisa
diperdebatkan, dan definisi bisa angat beragam. Berbangga bangga pada
tahapan -yang sebenarnya bersifat teoritis- adalah hal yang mencerminkan
hal sebaliknya dari kematangan individual.
Setiap
tahapan menuntut para aktivis untuk memainkan peran yang khas. Pada
tahapan ta’lim wa tabligh, para aktivis mungkin harus lebih banyak
menerima, bersikap sebagai murid, menghafal, mengulang,
melatih/riyadhoh, dan terus mengunyah ide dan gagasan serta mencatat dan
mengamalkan ilmu yang disampaikan murabbi atau pak kyai atau sang
muballigh. Para aktivis dengar dan para aktivis pikirkan dengan seksama.
Sesekali menunjukkan dan berbagi ide serta gagasan adalah bagus untuk
persiapan selanjutnya. Tapi para aktivis harus sadar bahwa para aktivis
sedang menghilangkan sekian ketidakmengertian dan menggantinya dengan
pemahaman yang bagus. Maka –sebenarnya- kekaguman pihak eksternal
terhadap perubahan yang terjadi pada diri para aktivis tarbiyah bukanlah
hal yang menjadi prioritas utama.
Marhalah ini sebenarnya tak bagus jika terlalu ramai dan gegap gempita
Murabbi,
ustad atau pak kyai yang sedang mentransformasikan kebodohan menjadi
pemahaman ini juga tak boleh terlalu terpukau dengan pertunjukkan yang
sesekali itu. Tak boleh tergesa gesa dan menikmati ini secara
berlebihan. Kadang ini lebih sering menipu daripada memberi manfaat.
Pada
tahapan ini, bukan sama sekali tak boleh menunjukkan aksi. Tapi aksi
bukan hal utama dalam tahapan ini. Justru di sini kadang ironis. Pada
tahapan ini, energi besar –jika tak bisa disebut terbesar- adalah
pertunjukkan dan penampakkan. Inqilab dan revolusioner. Bagus. Tetapi
itu bukan kewajiban marhalah. Kewajiban para aktivis sebagai mutarabbi
adalah menguatkan energi untuk bersikap mulia dan menguatkan pemahaman.
Ini
bukan salah para aktivis semata. Dunia menuntut para aktivis untuk
tampil dengan sedikitnya kesiapan dan kesiagaan. Dunia tak pernah
menunggu. Selalu ada target di depan para aktivis yang mengharuskan para
aktivis melangkah dan bahkan berlari. Allah maha mengerti apa yang
terbaik untuk mereka. Tapi di saat seperti itu, para aktivis harus sadar
bahwa bergerak bukanlah target utama para aktivis dalam marhalah ini.
Seperti kalimat awal saya, tahapan tahapan ini memang khas tetapi tak
selalu tegas dalam perbedaannya.
Penutup
Saya
ingin para aktivis adil menatap. Hari ini para aktivis saksikan
sebagian para aktivis sudah kelelahan dalam usaha menjadi bagian penting
dalam barisan dakwah. Sebagian lagi repot dan kaget. Sebagian para
aktivis yang lelah kemudian tak sanggup lagi melangkah dan
mentrasnformasikan aspek aspek yang belum tuntas. Dan sebagian para
aktivis repot dan kaget dengan fakta yang berkembang yang ternyata tak
bisa atau tak mudah lagi dikendalikan.
Saya
juga ingin dunia adil menatap upaya mereka. Biarkan mereka menapaki
tahapan demi tahapan. Bantu mereka menapaki tahapannya dengan baik.
dikutip dari tulisan ust Ekonov...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar