Rabu, 30 September 2015

Mengenal Ibunda dari Abu Hurairah

Ummu Abu Hurairah Ra

Ummu Abu Hurairah adalah Ibu dari sahabat Abu Hurairah. Walau dalam keadaan miskin, Abu Hurairah membawa serta ibunya yang masih musyrik itu hijrah ke Madinah, karena tidak ada keluarga atau kerabat lainnya yang bisa merawat ibunya itu jika tetap tinggal di kabilah Bani Daus di Yaman.

Suatu ketika Abu Hurairah RA mengajak ibunya yang masih musyrik untuk memeluk Islam, tetapi sang ibu menolaknya, bahkan mengatakan sesuatu tentang Rasulullah SAW, yang sangat tidak disukainya. Abu Hurairah menjadi sedih. Ia menemui Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang dilakukannya ibunya, Setelah itu ia memohon agar beliau berkenan mendoakan ibunya agar memperoleh hidayah Allah SWT. Nabi SAW berdoa, "Ya Allah, berilah petunjuk kepada ibunya Abu Hurairah.."

Abu Hurairah amat gembira dengan doa Nabi SAW, ia yakin bahwa Allah akan mengabulkan doa tersebut. Ia pamitan kepada Nabi SAW dan bergegas menuju rumah ibunya. Ketika sampai, belum sempat ia mengetuk pintu yang tertutup rapat, sepertinya ibunya telah mendengar langkah kakinya, sang ibu berkata, "Tunggulah di luar, wahai Abu Hurairah."

Abu Hurairah mendengar gemericik air, dan ketika pintu terbuka, tampak ibunya memakai baju panjang, wajahnya masih basah dengan air. Sang ibu berkata, "Hai Abu Hurairah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammadadalah utusan Allah."

Abu Hurairah sangat gembira melihat ibunya memeluk Islam. Segera saja ia menemui Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang terjadi dengan ibunya. Tetapi lagi-lagi ia meminta didoakan, agar ia dan ibunya selalu disayangi oleh setiap orang lelaki dan perempuan yang beriman. Lagi-lagi Nabi SAW memenuhi permintaannya ini, "Wahai Allah, jadikanlah hambaMu ini dan ibunya, disayangi oleh setiap orang-orang yang beriman, lelaki ataupun perempuan."

Selasa, 29 September 2015

Keikhlasan Kolektif, Kunci Kemenangan Dakwah

Keikhlasan kolektif? Kedengarannya mungkin aneh. Kita terbiasa memaknai keikhlasan sebagai sesuatu yang sangat pribadi, bahwa keikhlasan adalah rahasia antara hamba dan Sang Pencipta. Tetapi jika merenungi banyak ayat dalam al-Qur’an ternyata keikhlasan tidak hanya dituntut secara individual, tetapi juga diperintahkan untuk terealisasi secara kolektif.

Ayat 5 surat al-Bayyinah tidak asing bagi kita, Allah berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya secara lurus .” (QS al-Bayyinah: 4)


Kata “umiru” dan kata “mukhlishin” pada ayat di atas menggunakan bentuk jama’, sehingga secara zhahir ayat tersebut memerintahkan terealisasikannya keikhlasan secara kolektif.


Al-Qur’an menghendaki keikhlasan terlaksana dalam komunitas orang-orang beriman, sebagaimana dalam surat al-Fatihah setiap muslim selalu mengatakan “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), bukan “iyyaka a’budu wa iyyaka asta’in” (hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan).


Lebih jauh lagi bahkan tidak teralisasinya keikhlasan kolektif dalam suatu komunitas mengakibatkan bencana dan kekalahan bagi seluruh personal komunitas tersebut. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ketika mengomentari kekalahan umat Islam di perang Uhud:


وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآَخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Dan Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka (orang-orang musyrik Quraisy) dengan izin-Nya, sampai pada sa’at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai (yaitu terhamparnya ghanimah). Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema’afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman. (QS Ali Imran: 152)

Ayat tersebut mengungkapkan bahwa ketika keikhlasan sebagian kaum mukminin tercoreng dan motivasi sudah bercampur, kekalahan dan kegagalan perjuangan adalah suatu keniscayaan.

Sampai di sini ada dua pertanyaan menghadang:

Pertama, apakah keikhlasan kolektif berarti bahwa dalam komunitas orang beriman tidak boleh ada yang bersalah dan berdosa sampai-sampai niat melenceng saja dapat mengakibatkan kekalahan bersama?

Kedua
, apakah hal itu berarti kita harus mengetahui dan menyingkap niat orang lain di sekitar kita padahal masalah keikhlasan adalah rahasia hati yang tidak bisa diketahui kecuali oleh yang bersangkutan dan Allah SWT?


Mengenai pertanyaan pertama, kesalahan dan dosa selain memiliki efek terhadap individu yang melakukan, juga berefek pada masyarakat sekitar. 


Tetapi efek tersebut hanya berpengaruh dalam kondisi-kondisi berikut:
1. Yang bersangkutan tidak bertaubat. Jika seseorang bertaubat maka kesalahan dan dosa diampuni. (QS Ali Imran: 153)

2. Yang bersangkutan melakukan dosa dan kesalahan secara terang-terangan. Jika dilakukan secara tersembunyi maka dosa hanya akan berefek pada pribadi yang melakukan. 

Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَاةٌ إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ

“Seluruh umatku terselamatkan kecuali orang-orang yang berbuat (dosa) terang-terangan.” (HR Bukhari dan Muslim)

3. Niat buruk telah menjelma menjadi perkataan, konsep, atau perbuatan. Niat yang melenceng jika terlintas dalam hati saja, tetapi tidak diterjemahkan dalam perkataan atau perbuatan, tidak berbahaya sama sekali. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ. متفق عليه

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku dari hal-hal yang mereka katakan dalam hati mereka selama tidak mereka amalkan atau ucapkan.” (HR Bukhari dan Muslim)


4. Tidak ada yang mengingatkan dan mengingkari kesalahan dan dosa yang diperbuat secara terang-terangan. Jika ada yang mengingkari dan melarang perbuatan dosa, maka orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar tersebut selamat dari akibat perbuatan dosa tersebut. (QS al-A’raf: 165)


Masyarakat yang diinginkan al-Qur’an bukanlah masyarakat malaikat yang tidak pernah berbuat salah atau berniat melenceng. Kesalahan dan penyelewengan masih bisa ditolerir jika tidak mendominasi dan menjadi fenomena umum. Karena itu amar ma’ruf nahi munkar, tawashi bil haq dan tawashi bish shobr, menjadi pilar keberlangsungan komunitas orang-orang beriman. Dalam masyarakat Nabi SAW dan para sahabat terdapat orang-orang yang berdosa dan bahkan orang munafiq bahkan orang yahudi. Tetapi dominasi ada pada suara keimanan dan ajaran Islam.


Mengenai pertanyaan kedua, membongkar hati orang lain bukanlah hal yang mungkin dilakukan bahkan tidak boleh dilakukan. Yang harus dilakukan hanyalah memberi peringatan dan membangkitkan motivasi.

Bahkan itulah sesungguhnya tugas Nabi SAW dan para pengikutnya. Allah berfirman:

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ . لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ

“Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS al-Ghasyiyah: 21-22)


Keberhasilan seorang juru dakwah bukanlah dikarenakan dia dapat memaksakan kehendaknya atau pikirannya kepada para pengikutnya, tetapi keberhasilan sejatinya adalah ketika dia dapat memotivasi para pengikut dengan motivasi yang lurus dan membuat para pengikut bergerak dengan keikhlasan menjalankan perintah Allah. Seringkali kepentingan duniawi menggoda para pejuang di jalan Allah, di sinilah tantangan keteguhan motivasi dan kekuatan ikhlas diuji.


Di sisi lain, meskipun keikhlasan merupakan rahasia hati, tetapi keikhlasan tercermin dalam ucapan dan perbuatan. Al-Qur’an mengungkapkan bahwa sikap nifaq meskipun disembunyikan dalam hati, tetap akan tampak dalam sela-sela ucapan dan indikasi perbuatan. Allah berfirman:

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ وَلَوْ نَشَاءُ لأرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ

“Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. dan kamu benar-benar akan Mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu”. (QS Muhammad: 29-30)


Tanda-tanda ketidakikhlasan dapat ditangkap dari perkataan dan perbuatan. Meskipun kita juga diajarkan untuk tidak berprasangka buruk (su’uzh-zhon) (QS al-Hujurat: 12), tetapi seorang mukmin haruslah cerdas dan bijaksana, dia waspada dan peka terhadap gejala ketidakikhlasan tanpa harus berprasangkapa buruk. Bagaimana caranya?

Ada beberapa langkah yang diajarkan al-Qur’an kepada kita tentang hal ini.

Pertama, biasakan kita untuk selalu dekat dengan majelis dzikir wal ikhlas dan orang-orang yang rajin berdzikir dan ikhlas. Apa dan siapa mereka itu?
Mari dengarkan firman Allah ini:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“Dan bersabarlah kamu (wahai Muhammad) bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS al-Kahfi: 28)


Redaksi perintah seperti ini Allah tujukan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Begitu pentingnya sehingga secara khusus Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk melakukan hal tersebut.


Sayyid Qutb berkata tentang makna ayat ini, “Sabarkan dirimu, yaitu jangan bosan dan tergesa-gesa, bersama “orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya” karena Allah-lah tujuan mereka. Mereka menghadap Allah pagi dan senja, tidak menyimpang dari-Nya, tidak mengharapkan selain ridho-Nya.

Yang mereka idamkan lebih agung dan lebih luhur dari semua yang diidamkan para pencari dunia. Sabarkan dirimu bersama mereka itu.

Bersahabatlah dengan mereka, ikutlah dalam majelis mereka dan ajarkan mereka (wahai Muhammad). Pada merekalah terdapat kebaikan. Dan atas pundak merekalah gerakan dakwah dapat berdiri. Karena dakwah tidak berdiri di tangan orang-orang yang menganutnya demi merealisir ambisi-ambisi, demi memperdagangkannya di pasar dakwah sehingga dibeli atau dijual! Dakwah hanyalah berdiri pada hati-hati yang menghadap kepada Allah dengan ikhlas, tidak menginginkan kedudukan, kenikmatan, ataupun kepentingan. Tetapi hanya mengharapkan wajah-Nya dan menginginkan ridha-Nya.


Ayat ini begitu unik. Keunikan tersebut perlu kita perhatikan. Biasanya orang-orang mukminlah yang diperintahkan untuk bersama dengan Nabi Muhammad SAW. Tetapi pada ayat ini Nabi Muhammadlah yang diperintahkan untuk bersabar bersama orang-orang mukmin tersebut. Mengapa?
Untuk lebih memahami hal tersebut, coba kita lihat bersama latar belakang diturunkannya ayat ini:

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya bahwa Sa’d bin Abi Waqqash berkata, “Kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW enam orang. Datanglah orang-orang musyrik dan mereka berkata: “Usirlah mereka itu, jangan sampai mereka berani duduk dengan kami.” Ketika itu saya bersama Ibnu Mas’ud, seorang dari Hudzail, Bilal, dan dua orang saya lupa namanya. Lalu turunlah ayat tersebut.”

Ibnu Katsir menfsirkan ayat tersebut sebagai berikut, “Duduklah bersama orang-orang yang mengingat Allah, bertahlil, bertahmid, bertasbih dan bertakbir setiap pagi dan petang, baik mereka itu miskin ataupu kaya, kuat ataupun lemah.” Ayat tersebut memerintahkan Nabi Muhammad untuk tidak terpengaruh dengan orang pembesar-pembesar Quraisy yang enggan duduk bersama orang-orang mukmin yang mayoritas tergolong miskin yang lemah demi mengambil hati golongan elit tersebut.

Keikhlasan dapat dengan mudah ditemukan pada komunitas orang-orang yang sederhana dan tawadhu, yang selalu berkumpul dalam suasana dzikir, mengingat Allah. Sebagaimana manusia dituntut untuk memilih pemimpin, pemimpin juga harus selektif dalam memilih orang-orang dekatnya dan orang-orang kepercayaannya. Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk menjadikan orang-orang dekatnya adalah orang-orang yang rajin berdzikir siang malam, pagi dan petang, orang-orang yang biasa beramal hanya demi akhirat, orang-orang yang kesibukan utamanya adalah mencari ridha Allah.

Mereka yang hidupnya senantiasa dalam suasana mengingat Allah dan akhirat, akan memiliki sensitifitas tinggi terhadap gejala-gejala penyimpangan. Sebaliknya, mereka yang terlalu banyak bergaul dengan para pembela kepentingan dunia, hati mereka akan terkontaminasi dengan polusi-polusi niat yang tidak lurus. Lebih parah lagi jika para pencari dunia tersebut adalah orang-orang yang pandai dan terbiasa membuat pembenaran-pembenaran terhadap segala perbuatannya.

Kedua, membiasakan diri kita untuk secara ketat mengawasi niat kita sendiri, sebelum melihat dan menilai orang lain. Allah memerintahkan kita untuk membersihkan hati kita, tetapi Allah melarang kita untuk merasa dan menganggap diri sebagai orang bersih. Allah berfirman:

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS an-Najm: 32

Adalah sifat orang mukmin sejati, mereka selalu khawatir diri mereka terjangkiti penyakit nifaq (kemunafikan) tanpa mereka sadar. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Saya bergaul dengan lebih dari tiga puluh sahabat Nabi SAW, mereka semua takut dirinya terjangkiti penyakit nifaq, dan tak seorangpun dari mereka mengatakan bahwa iman mereka seperti imannya Jibril dan Mikail.”

Bahkan Hasan al-Bashri berkata, “Tidaklah seseorang merasa takut dari penyakit nifaq kecuali dia mukmin, tidaklah seseorang merasa aman dari penyakit nifaq kecuali pasti dia munafik.”

Keikhlasan adalah sebuah perjuangan hati melawan bisikan nafsu dan dorongan setan, bukan sesuatu yang hanya diklaim atau diaku-aku. Hati yang peka dan bersih akan selalu sibuk meluruskan niat, bukan mengakui keikhlasan dan merasa aman. Begitu sulitnya meluruskan niat ini sampai-sampai seorang ulama besar, Sufyan ats-Tsauri berkata, “Saya tidak menemukan amal yang lebih sulit dari pada mengikhlaskan niat.”

Seseorang yang terbiasa mengawasi hatinya akan mendapat dua faidah, pertama dia dapat memelihara kebersihan hati, dan kedua dia mengatahui bagaimana setan dan hawa nafsu mengelabui hati. Dan dengan bekal itu, dia akan mengetahui bagaimana cara meluruskan niat orang lain, tanpa menuduh keikhlasan seseorang.

Ketiga, harus dilakukan penguatan dan pelurusan motivasi secara berkala dan masif. Meskipun bab Ikhlas adalah bab yang aksiomatis dan sudah begitu familiar bagi setiap aktifis, tetapi bukan berarti kita cukup hanya membicarakannya sekali untuk diketahui saja. Karena kebutuhan hati terahadap tadzkir (peringatan/nasehat) sama dengan kebutuhan tubuh terhadap makanan. Tidak mungkin manusia hanya sekali makan, kemudian berhenti. Begitu pula hati manusia dia harus diisi dengan tadzkiroh secara rutin.

Surat Wal Ashri adalah surat yang tidak asing bagi setiap muslim. Tetapi para sahabat Nabi SAW merasa perlu untuk saling mengingatkan pesan surat ini setiap mereka bertemu. Itu karena mereka sadar bahwa hati dan keimanan akan melemah jika tidak mengkonsumsi taushiyah secara berkala. Dr Yusuf al-Qardhawi sering berkata tentang ayat 3 surat tersebut, “Semua manusia wajib menerima dan memberi taushiyah. Tidak ada orang yang terlalu rendah untuk memberi nasehat. Dan tidak ada orang yang terlalu tinggi untuk menerima nasehat.”

Allah berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS adz-Dzariyat: 55)

Wallahu Waliyyut taufiq.

http://www.dakwatuna.com/2009/keikhlasan-kolektif-syarat-kemenangan-dakwah/

Adab-Adab Ikhtilaf


Islam telah meletakkan sendi-sendi adab yang tinggi bagi seorang muslim yang berjalan diatas manhaj Sunnah, dalam pergaulannya bersama saudara-saudaranya ketika berselisih faham dengan mereka dalam masalah-masalah ijtihadiyah. Cukuplah kiranya, sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, pembawa rahmat dan petunjuk:

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia".
[Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam 'Adabul Mufrad' dan Imam Ahmad. Lihat 'Silsilah Ash-shahihah 15']

Di antara adab-adab itu ialah :

[1]. Lapang Dada Menerima Kritik Yang Sampai Kepada Anda Untuk Membetulkan Kesalahan, Dan Hendaklah Anda Ketahui Bahwa Ini Adalah Nasehat Yang Dihadiahkan Oleh Saudara Seiman Anda.

Ketahuilah ! Bahwa penolakan anda terhadap kebenaran dan kemarahan anda karena pembelaan terhadap diri adalah kesombongan -A'aadzanallah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain".
[Hadits Riwayat Muslim]

Banyak sekali contoh sekitar adab yang mulia ini yang telah dijelaskan oleh para salafus shalih, diantaranya adalah :

Kisah yang diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Bar, beliau berkata :

"Banyak orang telah membawa berita kepada saya, berasal dari Abu Muhammad Qasim bin Ashbagh, dia berkata : "Ketika saya melakukan perjalanan ke daerah timur, saya singgah di Qairawan. Disana saya mempelajari hadits Musaddad dari Bakr bin Hammad. Kemudian saya melakukan perjalanan ke Baghdad dan saya temui banyak orang (Ulama) disana. Ketika saya pergi (dari Baghdad), saya kembali lagi kepada Bakr bin Hammad (di Qairawan-red) untuk menyempurnakan belajar hadits Musaddad.

Suatu hari saya membacakan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dihadapan beliau (untuk mempelajarinya) :

"Artinya : Sungguh telah datang satu kaum dari Muldar yang (Mujtaabin Nimar)"

Beliau (Bakr bin Hammad) berkata kepadaku "Sesungguhnya yang benar adalah Mujtabits Tsimar. Aku katakan padanya Mujtaabin Nimar, demikianlah aku membacanya setiap kali aku membacakannya di hadapan setiap orang yang aku temui di Andalusia dan Irak"

Beliau berkata kepadaku : "Karena engkau pergi ke Irak, maka kini engkau (berani) menentang aku dan menyombongkan diri dihadapanku ?" Kemudian dia berkata kepadaku (lagi) : "Ayolah kita bersama-sama bertanya kepada syaikh itu (menunjuk seorang syaikh yang berada di Masjid), dia punya ilmu dalam hal seperti ini"

Kami pun pergi ke syaikh tersebut dan kami menanyainya tentang hal ini.

Beliau berkata : "Sesungguhnya yang benar adalah [Mujtaabin Nimar]" seperti yang aku baca. Artinya adalah : Orang-orang yang memakai pakaian, bagian depannya terbelah, kerah bajunya ada di depan. Nimar adalah bentuk jama' dari Namrah. Bakr bin Hammad berkata sambil memegangi hidungnya : "Aku tunduk kepada al-haq, aku tunduk kepada al-haq !" lalu ia pergi.
[Mukhtasyar Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal.123 yang diringkas oleh Syaikh Ahmad bin Umar al-Mahmashaani]

Saudaraku, cobalah anda perhatikan -semoga Allah senantiasa menjaga anda- betapa menakjubkan sikap Adil ini ! Alangkah perlunya kita pada sikap adil seperti sekarang ! Akan tetapi mana mungkin hal itu terjadi kecuali bagi orang yang ikhlas niatnya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Inilah dia Imam Malik rahimahullah (pada masa hidupnya-red) pernah berkata : "Tidak ada sesuatupun yang lebih sedikit dibandingkan dengan sifat adil pada zaman sekarang ini" [Mukhtasyar Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal . 120 yang diringkas oleh Syaikh Ahmad bin Umar al-Mahmashaani]

Maka apa lagi dengan zaman sekarang ini yang sudah demikian berkecamuknya hawa nafsu!! -Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan-. 


[2]. Hendaklah Memilih Ucapan Yang Terbaik Dan Terbagus Dalam Berdiskusi Dengan Sesama Saudara Muslim.

Allah berfirman.

"Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia"
[Al-Baqarah : 83]

Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat dibanding akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah murka kepada orang yang keji dan jelek (akhlaqnya)".
[Hadits Riwayat Tirmidzi).


[3]. Hendaklah Diskusi Yang Dilakukan Terhadap Saudara Sesama Muslim, Dengan Cara-Cara Yang Bagus Untuk Menuju Suatu Yang Lebih Lurus.

Yang menjadi motif dalam berdiskusi hendaklah kebenaran, bukan untuk membela hawa nafsu yang sering memerintahkan pada kejelekan. Akhlak anda ketika berbicara terletak pada keikhlasan anda. Jika diskusi (tukar fikiran) sampai ketingkat adu mulut, maka katakanlah : "salaam/selamat berpisah !" dan bacakanlah kepadanya sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Saya adalah pemimpin di sebuah rumah di pelataran sorga bagi orang yang meninggalkan adu mulut meskipun ia benar"
[Hadits Riwayat Abu Daud dari Abu Umamah al-Bahily]

Al-Hafizh Ibnu Abdil Bar menyebutkan dari Zakaria bin Yahya yang berkata : "Saya telah mendengar Al-Ashma'i berkata : "Abdullah bin Hasan berkata : Adu mulut akan merusak persahabatan yang lama, dan mencerai beraikan ikatan (persaudaraan) yang kuat, minimal (adu mulut) akan menjadikan mughalabah (keinginan untuk saling mengalahkan) dan mughalabah adalah sebab terkuat putusnya ikatan persaudaraan. [Mukhtasyar Jaami' Bayan al-Ilmi wa Fadlihi hal. 278]

Dari Ja'far bin Auf, dia berkata : saya mendengar Mis'ar berkata kepada Kidam, anaknya :

Kuhadiahkan buatmu wahai Kidam nasihatku
Dengarlah perkataan bapak yang menyayangimu
Adapun senda gurau dan adu mulut, tinggalkanlah keduanya
Dia adalah dua akhlak yang tak kusuka dimiliki teman
Ku pernah tertimpa keduanya lalu akupun tak menyukainya
Untuk tetangga dekat ataupun buat teman

Para salaf shalih telah membuat permisalan yang sangat cemerlang tentang etika ikhtilaf (perselisihan pendapat), diantaranya adalah :

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Hushain bin Abdurrahman, dia berkata :

"Saya berada di tempat Said bin Jubair, lalu ia berkata : "Siapakah diantara kalian yang melihat bintang jatuh tadi malam ?
Saya jawab : "Saya, tetapi ketahuilah bahwa saya tidak dalam keadaan shalat, saya kena sengat binatang berbisa!".
Sa'id bertanya : "Apa yang kau perbuat ?"
Saya menjawab : "Saya melakukan ruqyah (baca-bacaan sebagai obat)"
Said bertanya : "(Dalil) apakah yang membawamu untuk melakukan itu ?"
Saya jawab : "Sebuah hadits yang diceritakan kepada kami oleh As-Sya'bi".
Sa'id berkata :"Apa yang diceritakan Asy-Sya'bi kepadamu ?"
Saya jawab : "Dia bercerita kepada kami dari Buraidah bin Al-Hushain bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Tidak ada ruqyah kecuali pada 'ain (penyakit yang timbul dari mata orang yang dengki) dan bisa (racun) hewan"

Dia berkata : "Sungguh bagus orang yang berpedoman pada apa (riwayat) yang ia dengar, akan tetapi Ibnu Abbas menceritakan kepada kami bahwa .....(sampai akhir hadits)"

Perhatikanlah adab mulia yang dimiliki pewaris ilmunya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ini, ia tidak memaki Hushain bin Abdurrahman (orang yang berselisih dengannya), bahkan menganggapnya baik karena Hushain mengamalkan dalil yang ia ketahui. Kemudian baru setelah itu. Sa'id bin Jubair menjelaskan hal yang lebih utama (untuk dilakukan) dengan cara yang lembut dan dikuatkan dengan dalil. 
 
Akhirnya melalui hadits ini kita dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

[1] Ikhtilaf, meskipun ia sudah menjadi perkara yang ditakdirkan oleh Allah akan tetapi wajib bagi kita untuk menjauhinya dan tidak punya keinginan untuk berikhtilaf pada suatu yag boleh selama kita masih ada jalan untuk menghindarinya.

[2] Perkara-perkara yang diperbolehkan ijtihad padanya, memiliki beberapa syarat dan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh ilmu dan keikhlasan bukan diatur oleh perkiraan dan kemauan hawa nafsu.

[3] Ahlu Sunnah memiliki manhaj dalam memahami ikhtilaf yang diambil dari Al-Qur'an dan Sunnah. Diantara adab-adabnya adalah mengikuti akhlak para salafush shalih dalam pergaulan dengan sesama mereka ketika terjadi ikhtilaf.

[4] Tidak boleh bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menuduh saudaranya memisahkan diri dari manhaj Ahlus Sunnah kecuali berdasarkan ilmu dan keadilan, bukan berdasarkan kebodohan dan kezhaliman.

[5] Tidak mencampur adukkan antara masalah-masalah ijtihadiyah dengan masalah iftiraq (perpecahan) demikian juga tidak boleh mencampur-adukkan antara orang yang membuat bid'ah juz'iyah dengan orang yang meninggalkan sunnah dengan bid'ah kulliyah 


 ----------------
Oleh
Salim bin Shalih al-Marfadi

Ujian bagi orang Mukmin

🍁 | قال ابن القيم :

" ابتلاء المؤمن كالدواء له يستخرج منه الأدواء التي لو بقيت فيه لأهلكته أو نقصت ثوابه وأنزلت درجته فيستخرج الابتلاء والامتحان منه تلك الأدواء ويستعد به لتمام الأجر وعلو المنزلة "

Ibnul-Qayyim Berkata :

"Ujian orang mukmin itu seperti obat baginya, ia mengeluarkan dari dirinya berbagai penyakit yang bila tetap ada di dalam dirinya maka tentu ia itu membinasakannya atau mengurangi pahalanya atau menurunkan derajatnya. Maka ujian dan cobaan itu mengeluarkan dari dirinya penyakit-penyakit itu dan menyiapkannya untuk meraih kesempurnaan pahala dan ketinggian kedudukan."

Doa ketika ditimpa Musibah

Ummu Salamah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang ditimpa musibah lalu membaca doa sebagaimana yang diperintahkan Allah:

إِنَّا للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ. اللَّهُمَّ آجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَعْقِبْنِي خَيْراً مِنْهَا

(Sungguh kami adalah milik Allah dan sungguh kami akan kembali kepadaNya. Ya Allah, berilah aku pahala dari musibahku ini dan gantilah dengan ganti yang lebih baik.)

Pasti Allah akan mengabulkannya."

Ummu Salamah mengatakan, "Ketika Abu Salamah (mantan suaminya) meninggal dunia, saya membaca doa itu lalu saya bertanya dalam hati: siapakah orang yang lebih baik daripada Abu Salamah? Ternyata Allah menggantinya dengan Rasulullah SAW."

Beliau tak lama setelah itu menikahi Ummu Salamah.

(Hadits riwayat Imam Malik dalam Al-Muwattho' nomor 269)

Zainab ats Tsaqofiyah, istri Ibnu Mas'ud

Zainab Ats Tsaqafiyah Ra

Zainab Ats Tsaqafiyah RA adalah seorang wanita bangsawan yang kaya-raya, yang berasal dari kabilah Bani Tsaqif di Thaif. Ia menikah denganAbdullah bin Mas'ud, seorang sahabat Nabi SAW yang tadinya hanyalah seorang buruh penggembala kambing, tetapi Islam telah memuliakannya dengan kemampuannya di dalam Al Qur'an, bahkan Nabi SAW memuji bacaannya, tepat seperti ketika Al Qur'an diturunkan. Tentu saja Ibnu Mas’ud hanyalah dari kalangan biasa dan miskin, bahkan kondisi fisiknya ada kekurangan (cacat).

Walau dengan ‘derajad’ duniawiah yang begitu jauh berbeda, Zainab bersedia dinikahi Ibnu Mas’ud, karena ia menyadari kekayaan dan kebangsawanannya belum tentu bisa menjamin keselamatannya di akhirat kelak. Tetapi dengan menjadi istri dan pendamping seorang sahabat yang begitu dimuliakan Rasulullah SAW, ia yakin akan memperoleh ‘freepass’ masuk surga, asal dengan ikhlas mengabdi pada suaminya tersebut.

Suatu ketika Zainab mendengar Nabi SAW bersabda, "Wahai kaum wanita, bersedekahlah kamu sekalian, walaupun harus dengan perhiasanmu…!!"

Ketika tiba di rumah dan bertemu dengan suaminya, Abdullah bin Mas'ud, ia menceritakan sabda Nabi SAW tersebut dan berkata, "Sesungguhnya engkau adalah orang yang tidak mampu, tolong datang dan tanyakan kepada Nabi SAW, apa boleh aku bersedekah kepadamu, jika tidak boleh, aku akan memberikannya kepada orang lain…!!"

Tetapi Ibnu Mas'ud merasa tidak enak dan malu menanyakan hal tersebut kepada Nabi SAW, karena ia dalam posisi berhak tidaknya menerima sedekah dari istrinya sendiri. Apalagi ia mempunyai kedekatan khusus dengan beliau. Karena itu ia berkata kepada istrinya, "Kamu sendiri saja yang datang kepada beliau dan menanyakannya…!!"

Dengan perintah atau ijin suaminya tersebut, Zainab datang ke rumah Nabi SAW, ternyata di sana telah ada seorang wanita Anshar menunggu Nabi SAW hadir/datang untuk menanyakan hal yang sama dengan dirinya. Seperti telah memperoleh isyarat, Nabi SAW memerintahkan Bilal keluar menemui dua wanita tersebut, dan Zainab berkata, "Wahai Bilal, sampaikan kepada Rasulullah SAW, dua orang wanita menanyakan kepada kepada beliau, apa boleh kami memberikan shadaqah kami kepada suami dan anak-anak yatim yang kami asuh? Tetapi, tolong jangan dijelaskan siapa kami!!"

Bilal masuk kembali menemui beliau dan menyampaikan pertanyaan mereka berdua. Tetapi Nabi SAW justru menanyakan identitas mereka berdua sehingga Bilal tidak mungkin menyembunyikannya, ia berkata, "Seorang wanita Anshar dan Zainab, ya Rasulullah!!"

"Zainab yang mana?" Tanya Nabi SAW.

"Istri Abdullah bin Mas'ud…!!"

Nabi SAW bersabda, "Jika itu yang dilakukannya, kedua wanita tersebut akan mendapat dua macam pahala, pahala membantu kerabatnya, dan pahala shadaqah….!!" Bilal menyampaikan jawaban Nabi SAW, dan tentu saja Zainab beserta wanita Anshar tersebut sangat gembira. "Ijtihad" mereka tentang shadaqah ternyata dibenarkan beliau, bahkan memperoleh pahala berlipat.

Sabtu, 26 September 2015

Menang tapi Kalah

MENANG TAPI KALAH

Kalau berselisih dengan pelanggan...
walaupun kita menang...
Pelanggan tetap akan lari...

Kalau berselisih dengan rekan sekerja...
Walaupun kita menang...
Tiada lagi semangat bekerja dalam tim...

Kalau kita berselisih dengan boss...
Walaupun kita menang...
Tiada lagi masa depan di tempat itu...

Kalau kita berselisih dengan keluarga...
Walaupun kita menang...
Hubungan kekeluargaan akan renggang...

Kalau kita berselisih dengan guru...
Walaupun kita menang...
Keberkahan menuntut ilmu dan kemesraan itu akan hilang...

Kalau berselisih dengan teman...
Walaupun kita menang...
Yang pasti kita akan kekurangan teman...

Kalau berselisih dengan pasangan...
Walaupun kita menang...
Perasaan sayang pasti akan berkurang...

Kalau kita berselisih dengan siapapun...
Walaupun kita menang...
Kita tetap kalah...
Yang menang,hanya ego diri sendiri...
Yang tinggi dan naik adalah emosi...
Yang jatuh adalah citra dan jati diri kita...
Tidak ada artinya kita menang dalam perselisihan...

Apabila menerima teguran, tidak usah terus melenting atau berkelit, bersyukurlah, masih ada yang mau menegur kesalahan kita...
Berarti masih ada orang yang memperhatikan kita...

Jaga selalu kekompakan dalam kebersamaan...
Jaga lisan dan tulisan agar tidak ada hati yang tersakiti

#copasanGrupWasap

Jumat, 25 September 2015

Awas !!! daging Kurban (bisa) HARAM

Untuk yang berkurban, juga panitia kurban, monggo baca info berikut ini....

Daging Qurban bisa haram jika...

1. Hewan belum mati (setelah disembelih), namun sudah mulai dikuliti, atau kaki sudah dipotong, atau ekornya dipotong. Jika hewan belum mati koq sudah mulai dikuliti, atau dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, maka hewan bisa KESAKITAN...dan mati krn kesakitan. Jika ia mati krn kesakitan (bukan krn disembelih), maka dagingnya HARAM.

2. Jika hewan belum mati koq kakinya dipotong, maka ia HARAM dimakan.

Dari Abu Waqidi Al-Laitsi ra, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu a'laihi wa sallam bersabda, yang artinya: Bagian mana saja yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka itu sama dengan BANGKAI."
(HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

CARA MEMASTIKAN hewan telah mati setelah disembelih adalah dgn menggunakan salah satu sari 3 macam reflek:

1. REFLEK MATA
Gunakan jari tangan kita utk menyentuh orang2an (pupil) mata. Jika masih berkedip maka ia MASIH HIDUP. Namun jika sdh tidak ada respon, maka ia telah mati.

2. REFLEK EKOR
Pegang dan geser ekor sapi tsb ke kanan atau ke kiri. Jika ekornya melawan (ngeyel), maka ia MASIH HIDUP. Namun bila sdh tidak ada respon, maka berarti ia telah mati.
Bisa pula dgn MEMENCET ekor sapi. Di ekor sapi ada ujung saraf2 yg sangat sensitif. Jika ia masih hidup, maka ia akan bereaksi saat ekornya dipencet.

3. REFLEK KUKU.
Sapi, kerbau, unta, kambing, & domba adalah hewan berkuku genap (ungulata). Di antara kedua kuku kakinya ada daging yg sangat sensitif. Ada ujung2 saraf disitu. Gunakan ujung pisau yg runcing, sentuh/tusuk pelan bagian tsb. Jika masih ada reaksi menghindar, berarti ia MASIH HIDUP. Namun jika sdh tidak merespon, berarti ia telah mati.

_______
Oleh:
DR. H. Nanung Danar Dono
Pengurus Bidang Dakwah MIUMI DIY & Direktur Pusat Kajian Halal Fak.Peternakan UGM

Pentingnya ADAB

PENTINGNYA ADAB

Sholat di masjid itu penting tapi adab dalam masjid itu lebih penting

Sholat itu penting namun adab sholat itu lebih penting

Membaca Alquran itu penting namun adab membaca Al quran itu lebih penting

Karena amalan tanpa adab tidak akan ada keberkahannya.

Sebagaimana ada seseorang yang ingin memberikan hadiah yang besar kepada raja namun dengan pakaian yang tidak sopan, dgn tangan kiri.. tentu saja raja akan marah dan menolak hadiah tersebut karena hakikatnya raja tidak perlu pemberian.

Namun sebaliknya walaupun pemberiaan yang kecil namun dengan adab yang baik akan membuat seorang raja senang dan menerima pemberian tersebut walaupun hakikatnya raja tidak perlu dengan pemberian tersebut.

Adab adalah mengagungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.

Lahirnya para ulama tidak lepas karena orang tuanya memuliakan Adab.

Muhammaf Al fatih, panglima besar penakluk konstantinopel (istanbul) tidak lepas karena orang tuanya sangat memuliakan adab. Dikisahkan orang tuanya tidak pernah duduk apabila dirumahnya ada alquran (yg tergeletak)

Dalam kitab ihya, Seseorang yang menghormati orang yg cinta dunia lebih daripada orang yg cinta akhirat maka anaknya tidak akan pernah jadi anak sholeh apalagi ulama

Raja Romawi mendapatkan keberkahan karena adab, Ketika dikirim surat oleh Rasul SAW dia menjaga surat dan menyimpannya maka Rasulullah SAW berkata bahwa kerajaan romawi (eropa) tidak akan runtuh.

Sebaliknya Raja persia ketika dikirimi surat oleh Nabi SAW dia menyobek dan membuangnya maka Rasul SAW berkata kerajaan dia akan runtuh. Maka runtuhlah kerajaan persia.

Dengan adab, amal kecil akan bernilai besar dan sebaliknya tanpa adab amal besar bisa tidak bernilai...

Semoga kita bisa menjaga adab2 dalam setiap amal perbuatan kita..

Minggu, 13 September 2015

Fiqih Kurban

📚 FIQH QURBAN

📢 Saudara dan Saudariku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

🍀 Hewan yang Boleh Digunakan Untuk Qurban

🔖 Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406).

🌿 Dalilnya adalah firman Allah yang artinya,“Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34)

🍃 Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika seandainya ada orang yang berqurban dengan jenis hewan lain yang lebih mahal dari pada jenis ternak tersebut maka qurbannya tidak sah. Andaikan dia lebih memilih untuk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tidak sah…” (Syarhul Mumti’, III/409)

🍀 Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga

🍒 Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266).

🍂 Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya kambing 1 untuk anak si A, kambing 2 untuk anak si B, karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.

🍃 Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan: "Yaa Allah ini -qurban- dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’4/349).

🔖 Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

🍂 Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dst.

🍃 Namun seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul qurban yang kekurangan biaya untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status qurbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul qurban.

🍀 Apakah harus izin terlebih dahulu kepada pemilik hewan?

Jawab: Tidak harus, karena dalam transaksi hadiah tidak dipersyaratkan memberitahukan kepada orang yang diberi sedekah.

🍀 Ketentuan Untuk Sapi & Onta

🍂 Seekor Sapi dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor onta untuk 10 orang. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan, “Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Iedul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor onta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (Shahih Sunan Ibnu Majah 2536, Al Wajiz, hal. 406)

🍒 Dalam masalah pahala, ketentuan qurban sapi sama dengan ketentuan qurban kambing. Artinya urunan 7 orang untuk qurban seekor sapi, pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga dari 7 orang yang ikut urunan. Wallahu Waliyut Taufiq

♻ semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah serta memudahkan jalan kita semua menuju Surga… Aamiin, Jazakumullahu Khairan.

Syariat Kurban, menurut hasil penelitian Ilmiah

ORANG BARAT SANGAT TERKEJUT DG SYARIAT INI, SETELAH DI ILMIAHKAN....

JANGAN PERNAH MAKAN DAGING SAPI TANPA DI SEMBELIH SECARA SYARIAT ISLAM

🐂Semakin Maju Penelitian Ilmiyah Semakin Membuktikan Kebenaran Islam.

🐂Rasulullah tak pernah belajar cardiology tapi syari'atnya membuktikan penelitian ilmu modern.

🐄Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

🐄Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.

🐄Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

🐄Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.

🐄Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.

🐄Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!

🐄Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb.:

🐄Penyembelihan Menurut Syariat Islam

🐄Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama

pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua

pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga

setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).

Keempat

karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan Cara Barat

Pertama

🐪segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua

🐪segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga

🐪grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat

🐪karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Bukan Ekspresi Rasa Sakit!

Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

Subhanallah…  Memang selalu ada jawaban dari setiap pertanyaan tentang kebenaran Islam. Selalu ada penguatan Allah dari setiap adanya usaha pelemahan dari musuh Dien-Nya yang mulia ini.

Sebenarnya, sudah tidak ada alasan lagi menyimpan rasa tak tega melihat proses penyembelihan kurban, karena aku sudah tahu bahwa hewan ternak tersebut tidak merasakan sakit ketika disembelih. Dan yang paling penting, aku dapat mengerti hikmah dari salah satu Syariah Islam dan keberkahan  yang tersimpan di dalamnya.

Copas dari Ustz. Muhammad...

Memberi = Menerima

Sebuah sumur bila di timba airnya setiap hari tidak akan pernah kering, terus ada air di dalam nya..

A n e h n y a... kalau dalam satu hari saja airnya  tidak di timba, ketinggian air yang ada di dalam sumur itu tidak meningkat.. Tetap saja seperti semula..
Inilah hukum alam..
Di mana di dalam alam terdapat misteri yang bertujuan untuk selalu memberi & keseimbangan..

Sesungguhnya kehidupan kita juga sama & serupa dengan sumur ini..

Pada umumnya orang berpikir bahwa jika kita memberi apa yang kita miliki pasti akan berkurang dari apa yang di miliki semula..

Tapi kalau kita mau belajar dari sumur ini, semakin banyak memberi akan semakin banyak air yang mengalir kepadanya..

Dalam hal memberi tidak harus dalam bentuk uang atau materi..
Kita bisa memberi dalam bentuk apa saja yang kita miliki..

Saat kita mengajarkan & memberi ilmu, maka dengan sendirinya kemampuan kita akan semakin meningkat..

Yang perlu diperhatikan adalah jangan memberi karena terpaksa,
jangan memberi karena ingin dipuji, jangan memberi untuk menunjukkan bahwa kita kaya & jangan memberi dgn kemelekatan.

Sebaiknya kita memberi karena menginginkan orang lain bisa bahagia, bisa hidup lebih baik & layak..

Dengan mengembangkan sikap mental memberi yang murni, kita yakin setiap orang bisa melakukannya..

Pilihan terserah pada diri  kita..
Sedangkan manfaat langsung yang bisa kita rasakan saat memberi adalah perasaan kepuasan batin..
Dan inilah sebenarnya kebahagiaan sejati..

THE MORE YOU GIVE... THE MORE YOU RECEIVE..

Senin, 07 September 2015

Wahai Jiwa Yang Tertipu


Dosa-dosamu akan dihitung wahai dikau yang tertipu, dihimpun dalam catatan yang terjaga dan diabadikan, sementara hatimu lupa, lengah, lalai dan engkau tamak terhadap hartamu itu. Engkau pun berbangga-bangga dengan harta yang tidak jelas engkau dapatkan darimana dan engkau pun terus bergemilangan dosa dan noda. Tidakkah engkau ingat kematian menjemputmu esok hari secara tiba-tiba ?

Jika engkau segar bugar, tidakkah akan hancur binasa ? tidakkah engkau ingat kubur yang lahatnya sunyi sepi ? tidakkah engkau ingat timbangan amal yang dipancangkan dengan penuh keadilan ?

Engkau isi hidupmu dengan canda ria dan senda gurau padahal jerat-jerat kematian siap mencengkram dirimu ?

Engkau berusaha menahan keluarnya ruh dari persendian tubuhmu, tak ada yang dapat menyelamatkannya, tempat lari pun tak ada. Kedua matamu dipejamkan sesaat setelah ruh meninggalkanmu, kakimu direntangkan, kepalamu ditundukkan. Mereka yang hidup segera bangkit untuk mengurusimu, mereka membawa balsam dan kain kafan seraya mendekatkan tubuhmu ke air.

Orang-orang yang memandikanmu menangis tak kuasa menahan derasnya air mata, air mata yang mengalir dikedua pipinya. Setiap yang mencintaimu hatinya merasa terbakar, mereka usap kedua telapak tangannya padamu dan meratap, mereka mulai membuka kain kafan lipatan demi lipatan seraya menaburkan kayu wewangian di atas kainnya lalu mereka mengangkat dan meletakkan diatasnya dan melipatnya, kain kafan itu membungkusmu. Dengan berat hati mereka meletakkanmu yang kebingungan dalam dekapan bumi di tengah sahara yang hening.

Jika demikian keadaan kita setelah mati, bagaimana kita bisa merasakan nikmatnya makan dan minum, bagaimana kita bisa hidup bersenang-senang padahal kubur adalah tempat tinggal yang gelap, pekat, tempat mencekam penuh dengan cacing, sunyi, segala yang berada di dalamnya akan hancur dan musnah.

Wahai dirimu…. Takutlah akan Allah dan carilah karuniaNya. Tak lama lagi tiba masanya segala kelezatan tak terasa nikmat dan katakanlah “ilahi cintaku padaMu, curahkanlah rahmat dan maafMu, karena Engkaulah penghapus segala dosa.

Ya Ilahi, betapa lemah tubuhku menerima siksaMu, hanya Engkaulah tempat menggantungkan harapanku. Wahai Allah Penguasa, tak mungkin berpisah selain dari padaMu, karena Engkaulah tempat perlindungan dari segala makhlukMu dan limpahkanlah shawalat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW pilihanMu.....

sumber : Rihlatu lillaah....

--

Jumat, 04 September 2015

Hukum Menghadiahkan Pahala al Fatihah

Hukum Menghadiahkan al-Fatihah

Apa hukum menghadiahkan bacaan al-Fatihah kepada mayit? Apakah pahalanya sampai?

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelumnya kita perlu memahami bahwa ditinjau dari bentuk pengorbanan hamba, ibadah dibagi menjadi 3,

Pertama, ibadah murni badaniyah, itulah semua ibadah yang modal utamanya gerakan fisik.

Seperti shalat, puasa, dzikir, adzan, membaca al-Quran, dst.

Kedua, ibadah murni maliyah. Semua ibadah yang pengorbanan utamanya harta.

Seperti zakat, infaq, sedekah, dst.

Ketiga, ibadah badaniyah maliyah. Gabungan antara ibadah fisik dan harta sebagai pendukung utamanya. Seperti jihad, haji atau umrah.

Ulama sepakat bahwa semua ibadah yang bisa diwakilkan, seperti ibadah maliyah atau yang dominan maliyah, seperti sedekah, atau haji, atau ibadah yang ditegaskan bisa diwakilkan, seperti puasa, maka semua bisa dihadiahkan kepada mayit.

Imam Zakariya al-Anshari mengatakan,

وينفعه أي الميت من وارث وغيره صدقة ودعاء، بالإجماع وغيره

Sedekah atau doa baik dari ahli waris maupun yang lainnya, bisa bermanfaat bagi mayit dengan sepakat ulama. (Fathul Wahhab, 2/31).

Keterangan lain disampaikan Ibnu Qudamah,

أما الدعاء والاستغفار والصدقة وقضاء الدين وأداء الواجبات فلا نعلم فيه خلافاً إذا كانت الواجبات مما يدخله النيابة

Doa, istighfar, sedekah, melunasi utang, menunaikan kewajiban (yang belum terlaksana), bisa sampai kepada mayit. Kami tidak tahu adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama, apabila kewajiban itu bisa diwakilkan. (as-Syarhul Kabir, 2/425).

Sementara itu, ulama berbeda pendapat untuk hukum mengirim pahala ibadah yang tidak bisa diwakilkan kepada mayit, seperti bacaan al-Quran. Kita akan sebutkan secara ringkas,

Pertama, madzhab hanafi

Ulama hanafiyah menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit. Dalam

Imam Ibnu Abil Izz – ulama Hanafiyah – menuliskan,

إن الثواب حق العامل، فإذا وهبه لأخيه المسلم لم يمنع من ذلك، كما لم يمنع من هبة ماله له في حياته، وإبرائه له منه بعد وفاته. وقد نبه الشارع بوصول ثواب الصوم على وصول ثواب القراءة ونحوها من العبادات البدنية

Sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.

Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya. (Syarh Aqidah Thahawiyah, 1/300).

Kedua, madzhab Malikiyah

Imam Malik menegaskan, bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.

Dalam Minah al-Jalil, al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga,

Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaa al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya. (Minan al-Jalil, 1/509).

Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan,

فينبغي للإنسان أن لا يتركه، فلعل الحق هو الوصول، فإنه مغيب

Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah ghaib. (Minan al-Jalil, 7/499).

Ada juga ulama malikiyah yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran  tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit  mendapatkan pahala mendengarkan bacaan al-Quran. Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif).  (Minan al-Jalil, 1/510).

Ketiga, Pendapat Syafiiyah

Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.

An-Nawawi mengatakan,

وأما قراءة القرآن، فالمشهور من مذهب الشافعي، أنه لا يصل ثوابها إلى الميت، وقال بعض أصحابه: يصل ثوابها إلى الميت

Untuk bacaan al-Quran, pendapat yang masyhur dalam madzhab as-Syafii, bahw aitu tidak sampai pahalanya kepada mayit. Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai kepada mayit. (Syarh Shahih Muslim, 1/90).

Salah satu ulama syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir, penulis kitab tafsir.

Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” (an-Najm: 39).

Kata Ibnu Katsir,

ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم

“Dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/465).

Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.

Keempat, Pendapat Hambali

Dalam madzhab hambali, ada dua pendapat. Sebagian ulama hambali membolehkan dan sebagian melarang, sebagaimana yanng terjadi pada madzhan Malikiyah. Ada 3 pendapat ulama madzhab hambali dalam hal ini,

Boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit dan itu bisa bermanfaat bagi mayit. Ini pendapat yang mayhur dari Imam Ahmad.Tidak boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit, meskipun jika ada orang yang mengirim pahala, itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Al-Buhuti menyebut, ini pendapat mayoritas hambali.Pahala tetap menjadi milik pembaca (yang hidup), hanya saja, rahmat bisa sampai ke mayit.

Al-Buhuti mengatakan,

وقال الأكثر لا يصل إلى الميت ثواب القراءة وإن ذلك لفاعله

Mayoritas hambali mengatakan, pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit, dan itu milik orang yang beramal. (Kasyaf al-Qana’, 2/147).

Sementara Ibnu Qudamah mengatakan,

وأي قربة فعلها وجعل ثوابها للميت المسلم نفعه ذلك

Ibadah apapun yang dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk mayit yang muslim, maka dia bisa mendapatkan manfaatnya. (as-Syarhul Kabir, 2/425).

Ibnu Qudamah juga menyebutkan pendapat ketiga dalam madzhab hambali,

وقال بعضهم إذا قرئ القرآن عند الميت أو اهدي إليه ثوابه كان الثواب لقارئه ويكون الميت كأنه حاضرها فترجى له الرحمة

Ada sebagian ulama hambali mengatakan, jika seseorang membaca al-Quran di dekat mayit, atau menghadiahkan pahala untuknya, maka pahala tetap menjadi milik yang membaca, sementara posisi mayit seperti orang yang hadir di tempat bacaan al-Quran. Sehingga diharapkan dia mendapat rahmat. (as-Syarhul Kabir, 2/426).

Menimbang Pendapat

Seperti yang disampaikan al-Qarrafi, bahwa kajian masalah ini termasuk pembahasan masalah ghaib. Tidak ada yang tahu sampainya pahala itu kepada mayit, selain Allah. Kecuali untuk amal yang ditegaskan dalam dalil, bahwa itu bisa sampai kepada mayit, seperti doa, permohonan ampunan, sedekah, bayar utang zakat, atau utang sesama mannusia, haji, dan puasa.

Sementara bacaan al-Quran, tidak ada dalil tegas tentang itu. Ulama yang membolehkan mengirimkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit mengqiyaskan (analogi) bacaan al-Quran dengan puasa dan haji. Sehingga kita berharap pahala itu sampai, sebagaimana pahala puasa bisa sampai.

Sementara ulama yang melarang beralasan, itu ghaib dan tidak ada dalil. Jika itu bisa sampai, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat akan sibuk mengirim pahala bacaan al-Quran untuk keluaganya yang telah meninggal dunia.

Beberapa keluarga tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Khadijah, Hamzah, Zainab bintu Khuzaimah (istri beliau), semua putra beliau, Qosim, Ibrahim, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Zainab, mereka meninggal sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak dijumpai riwayat, beliau menghadiahkan pahala bacaan al-Quran untuk mereka.

Saran

Melihat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang masalah menghadiahkan pahala amal badaniyah kepada mayit, kita bisa menegaskan bahwa masalah ini termasuk masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.

Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ.

“Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala”. (HR. Bukhari 7352 & Muslim 4584)

Kaitannya dengan ini, ada satu sikap yang perlu kita bangun, ketika kita bersinggungan dengan masalah yang termasuk dalam ranah ijtihadiyah fiqhiyah, yaitu mengedepankan sikap dewasa, toleransi dan tidak menjatuhkan vonis kesesatan. Baik yang berpendapat boleh maupun yang berpendapat melarang.

Masing-masing boleh menyampaikan pendapatnya berdasarkan alasan dan dalil yang mendukungnya. Sekaligus mengkritik pendapat yang tidak sesuai dengannya. Sampai batas ini dibolehkan.

Dan perlu dibedakan antara mengkritik dengan menilai sesat orang yang lain pendapat. Dalam masalah ijtihadiyah, mengkritik atau mengkritisi pendapat orang lain yang beda, selama dalam koridor ilmiyah, diperbolehkan. Kita bisa lihat bagaiamana ulama yang menyampaikan pendapatnya, beliau sekaligus mengkritik pendapat lain. Namun tidak sampai menyesatkan tokoh yang pendapatnya berbeda dengannya.

Terkadang, orang yang kurang dewasa, tidak siap dikritik, menganggap bahwa kritik pendapatnya sama dengan menilai sesat dirinya. Dan ini tidak benar.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Kamis, 03 September 2015

Kumpulan Peribahasa Arab

صباح الحير!

حيّ نتناول الفطور بالمحفوظات !

Kumpulan Mahfudzat (Peribahasa Arab)

1. ﻣَﻦْ ﺳَﺎﺭَ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﺪَّﺭْﺏِ ﻭَﺻَﻞَ
Barang siapa berjalan pada jalannya sampailah ia

2. ﻣَﻦْ ﺟَﺪَّ ﻭَﺟَﺪَ
Barang siapa bersungguh-sungguh, dapatlah ia.

3. ﻣَﻦْ ﺻَﺒَﺮَ ﻇَﻔِﺮَ
Barang siapa sabar beruntunglah ia.

4. ﻣَﻦْ ﻗَﻞَّ ﺻِﺪْﻗُﻪُ ﻗَﻞَّ ﺻَﺪِﻳْﻘُﻪُ
Barang siapa sedikit benarnya/kejujurannya, sedikit
pulalah temannya.

5. ﺟَﺎﻟِﺲْ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺼِّﺪْﻕِ ﻭَﺍﻟﻮَﻓَﺎﺀِ
Pergaulilah orang yang jujur dan menepati janji.

6. ﻣَﻮَﺩَّﺓُ ﺍﻟﺼَّﺪِﻳْﻖِ ﺗَﻈْﻬَﺮُ ﻭَﻗْﺖَ ﺍﻟﻀِّﻴْﻖِ
Kecintaan/ketulusan teman itu, akan tampak pada waktu
kesempitan.

7. ﻭَﻣَﺎﺍﻟﻠَّﺬَّﺓُ ﺇِﻻَّ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺘَّﻌَﺐِ
Tidak kenikmatan kecuali setelah kepayahan.

8. ﺍﻟﺼَّﺒْﺮُ ﻳُﻌِﻴْﻦُ ﻋَﻠﻰَ ﻛُﻞِّ ﻋَﻤَﻞٍ
Kesabaran itu menolong segala pekerjaan.

9. ﺟَﺮِّﺏْ ﻭَﻻَﺣِﻆْ ﺗَﻜُﻦْ ﻋَﺎﺭِﻓًﺎ
Cobalah dan perhatikanlah, niscaya kau jadi orang yang
tahu.

10. ﺍُﻃْﻠُﺐِ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻤَﻬْﺪِ ﺇِﻟﻰَ ﺍﻟﻠَّﺤْﺪِ
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang kubur.

11. ﺑَﻴْﻀَﺔُ ﺍﻟﻴَﻮْﻡِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺩَﺟَﺎﺟَﺔِ ﺍﻟﻐَﺪِ
Telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari.

12. ﺍﻟﻮَﻗْﺖُ ﺃَﺛْﻤَﻦُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺬَّﻫَﺐِ
Waktu itu lebih mahal daripada emas.

13. ﺍﻟﻌَﻘْﻞُ ﺍﻟﺴَّﻠِﻴْﻢُ ﻓﻲِ ﺍﻟﺠِﺴِْﻢ ﺍﻟﺴَّﻠِﻴْﻢِ
. Akal yang sehat itu terletak pada badan yang sehat.

14. ﺧَﻴْﺮُ ﺟَﻠِﻴْﺲٍ ﻓﻲِ ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥِ ﻛِﺘَﺎﺏٌ
Sebaik-baik teman duduk pada setiap waktu adalah buku.

15. ﻣَﻦْ ﻳَﺰْﺭَﻉْ ﻳَﺤْﺼُﺪْ
Barang siapa menanam pasti akan memetik (mengetam).

16. ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻷَﺻْﺤَﺎﺏِ ﻣَﻦْ ﻳَﺪُﻟُّﻚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﺨَﻴْﺮِ
Sebaik-baik teman itu ialah yang menunjukkan kamu
kepada kebaikan.

17. ﻟَﻮْﻻَ ﺍﻟﻌِﻠْﻢُ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻛَﺎﻟﺒَﻬَﺎﺋِﻢِ
Seandainya tiada berilmu niscaya manusia itu seperti
binatang.

18. ﺍﻟﻌِﻠْﻢُ ﻓﻲِ ﺍﻟﺼِّﻐَﺮِ ﻛَﺎﻟﻨَّﻘْﺶِ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﺤَﺠَﺮِ
Ilmu pengetahuan diwaktu kecil itu, bagaikan ukiran di
atas batu.

19. ﻟَﻦْ ﺗَﺮْﺟِﻊَ ﺍﻷَﻳﺎَّﻡُ ﺍﻟَّﺘﻲِ ﻣَﻀَﺖْ
Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu.

20. ﺗَﻌَﻠَّﻤَﻦْ ﺻَﻐِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺍﻋْﻤَﻞْ ﺑِﻪِ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ
Belajarlah di waktu kecil dan amalkanlah di waktu besar.

21. ﺍﻟﻌِﻠْﻢُ ﺑِﻼَ ﻋَﻤَﻞٍ ﻛَﺎﻟﺸَّﺠَﺮِ ﺑِﻼَ ﺛَﻤَﺮ
Ilmu tiada amalan bagaikan pohon tidak berbuah.

22. ﺍﻻﺗِّﺤَﺎﺩُ ﺃَﺳَﺎﺱُ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺡِ
Bersatu adalah pangkal keberhasilan.

23. ﻻَ ﺗَﺤْﺘَﻘِﺮْ ﻣِﺴْﻜِﻴْﻨًﺎ ﻭَﻛُﻦْ ﻟَﻪُ ﻣُﻌِﻴْﻨﺎً
. Jangan engkau menghina orang miskin bahkan jadilah
penolong baginya.

24. ﺍﻟﺸَّﺮَﻑُ ﺑِﺎﻷَﺩَﺏِ ﻻَ ﺑِﺎﻟﻨَّﺴَﺐِ
Kemuliaan itu dengan adab kesopanan, (budi pekerti)
bukan dengan keturunan.

25. ﺳَﻼَﻣَﺔُ ﺍﻹِﻧْﺴَﺎﻥِ ﻓﻲِ ﺣِﻔْﻆِ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥِ
. Keselamatan manusia itu dalam menjaga lidahnya
(perkataannya).

26. ﺁﺩَﺍﺏُ ﺍﻟﻤَﺮْﺀِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺫَﻫَﺒِﻪِ
Adab seseorang itu lebih baik (lebih berharga) daripada
emasnya.

27. ﺳُﻮْﺀُ ﺍﻟﺨُﻠُﻖِ ﻳُﻌْﺪِﻱ
Kerusakan budi pekerti/akhlaq itu menular.

28. ﺁﻓَﺔُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﻨِّﺴْﻴﺎَﻥُ
Bencana ilmu itu adalah lupa.

29. ﺇِﺫَﺍ ﺻَﺪَﻕَ ﺍﻟﻌَﺰْﻡُ ﻭَﺿَﺢَ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴْﻞُ
Jika benar kemauannya niscaya terbukalah jalannya.

30. ﻻَ ﺗَﺤْﺘَﻘِﺮْ ﻣَﻦْ ﺩُﻭْﻧَﻚَ ﻓَﻠِﻜُﻞِّ ﺷَﻴْﺊٍ ﻣَﺰِﻳَّﺔٌ
Jangan menghina seseorang yang lebih rendah daripada
kamu, karena segala sesuatu itu mempunyai kelebihan.

31. ﺃَﺻْﻠِﺢْ ﻧَﻔْﺴَﻚَ ﻳَﺼْﻠُﺢْ ﻟَﻚَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ
. Perbaikilah dirimu sendiri, niscaya orang-orang lain akan
baik padamu.

32. ﻓَﻜِّﺮْ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﺗَﻌْﺰِﻡَ
Berpikirlah dahulu sebelum kamu berkemauan
(merencanakan).

33. ﻣَﻦْ ﻋَﺮَﻑَ ﺑُﻌْﺪَ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﺍِﺳْﺘَﻌَﺪَّ
Barang siapa tahu jauhnya perjalanan, bersiap-siaplah ia.

34. ﻣَﻦْ ﺣَﻔَﺮَ ﺣُﻔْﺮَﺓً ﻭَﻗَﻊَ ﻓِﻴْﻬَﺎ
Barang siapa menggali lobang, akan terperosoklah ia di
dalamnya.

35. ﻋَﺪُﻭٌّ ﻋَﺎﻗِﻞٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺻَﺪِﻳْﻖٍ ﺟَﺎﻫِﻞٍ
. Musuh yang pandai, lebih baik daripada
Teman yg bodoh

36. ﻣَﻦْ ﻛَﺜُﺮَ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧُﻪُ ﻛَﺜُﺮَ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧُﻪُ
Barang siapa banyak perbuatan baiknya, banyak pulalah
temannya.

37. ﺍِﺟْﻬَﺪْ ﻭَﻻَ ﺗَﻜْﺴَﻞْ ﻭَﻻَ ﺗَﻚُ ﻏَﺎﻓِﻼً ﻓَﻨَﺪَﺍﻣَﺔُ ﺍﻟﻌُﻘْﺒﻰَ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺘَﻜﺎَﺳَﻞُ
Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermala-malas dan
jangan pula lengah, karena penyesalan itu bagi orang yang
bermalas-malas.

38. ﻻَ ﺗُﺆَﺧِّﺮْ ﻋَﻤَﻠَﻚَ ﺇِﻟﻰَ ﺍﻟﻐَﺪِ ﻣَﺎ ﺗَﻘْﺪِﺭُ ﺃَﻥْ ﺗَﻌْﻤَﻠَﻪُ ﺍﻟﻴَﻮْﻡَ
Janganlah mengakhirkan pekerjaanmu hingga esok hari,
yang kamu dapat mengejakannya hari ini.

39. ﺍُﺗْﺮُﻙِ ﺍﻟﺸَّﺮَّ ﻳَﺘْﺮُﻛْﻚَ
Tinggalkanlah kejahatan, niscaya ia (kejahatan itu) akan
meninggalkanmu.

40. ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺃَﺣْﺴَﻨُﻬُﻢْ ﺧُﻠُﻘﺎً ﻭَﺃَﻧْﻔَﻌُﻬُﻢْ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ
Sebaik-baik manusia itu, adalah yang terlebih baik budi
pekertinya dan yang lebih bermanfaat bagi manusia.

41. فيِ التَّأَنِّي السَّلاَمَةُ وَفيِ العَجَلَةِ النَّدَامَةُ
41. Di dalam hati-hati itu adanya keselamatan, dan di dalam tergesa-gesa itu adanya penyesalan.

42. ثَمْرَةُ التَّفْرِيْطِ النَّدَامَةُ وَثَمْرَةُ الحَزْمِ السَّلاَمَةُ
42. Buah sembrono/lengah itu penyesalan, dan buah cermat itu keselamatan.

43. الرِّفْقُ بِالضَّعِيْفِ مِنْ خُلُقِ الشَّرِيْفِ
43. Berlemah lembut kepada orang yang lemah itu, adalah suatu perangai orang yang mulia (terhormat).

44. فَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
44. Pahala/imbalan suatu kejahatan itu adalah kejahatan yang sama dengannya.

45. تَرْكُ الجَوَابِ عَلىَ الجَاهِلِ جَوَابٌ
45. Tidak menjawab terhadap orang yang bodoh itu adalah jawabannya.

46. مَنْ عَذُبَ لِسَانُهُ كَثُرَ إِخْوَانُهُ
46. Barang siapa manir tutur katanya (perkataannya) banyaklah temannya.

47. إِذَا تَمَّ العَقْلُ قَلَّ الكَلاَمُ
47. Apabila akal seseorang telah sempurna maka sedikitlah bicaranya.

48. مَنْ طَلَبَ أَخًا بِلاَ عَيْبٍ بَقِيَ بَلاَ أَخٍ
48. Barang siapa mencari teman yang tidak bercela, maka ia akan tetap tidak mempunyai teman.

49. قُلِ الحَقَّ وَلَوْ كَانَ مُرًّا
49. Katakanlah yang benar itu, walaupun pahit.

50. خَيْرُ مَالِكَ مَا نَفَعَكَ
50. Sebaik-baik hartamu adalah yang bermanfaat bagimu.

51. خَيْرُ الأُمُوْرِ أَوْسَاطُهَا
51. Sebaik-baik perkara itu adalah pertengahanya (yang sedang saja).

52. لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ وَلِكُلِّ مَقَالٍ مَقَامٌ
52. Tiap-tiap tempat ada kata-katanya yang tepat, dan pada setiap kata ada tempatnya yang tepat.

53. إِذاَ لمَ ْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
53. Apabila engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu (apa yang engkau kehendaki).

54. لَيْسَ العَيْبُ لِمَنْ كَانَ فَقِيْرًا بَلِ العَيْبُ لِمَنْ كَانَ بَخِيْلاً
54. Bukanlah cela itu bagi orang yang miskin, tapi cela itu terletak pada orang yang kikir.

55. لَيْسَ اليَتِيْمُ الَّذِي قَدْ مَاتَ وَالِدُهُ بَلِ اليَتِيْمُ يَتِيْمُ العِلْمِ وَالأَدَبِ
55. Bukanlah anak yatim itu yang telah meninggal orang tuanya, tapi (sebenarnya) yatim itu adalah yatim ilmu dan budi pekerti.

56. لِكُلِّ عَمَلٍ ثَوَابٌ وَلِكُلِّ كَلاَمٍ جَوَابٌ
56. Setiap pekerjaan itu ada upahnya, dan setiap perkataan itu ada jawabannya.

57. وَعَامِلِ النَّاسَ بِمَا تُحِبُّ مِنْهُ دَائِماً
57. Dan pergaulilah manusia itu dengan apa-apa yang engkau sukai daripada mereka semuanya.

58. هَلَكَ امْرُؤٌ لَمْ يَعْرِفْ قَدْرَهُ
58. Hancurlah seseorang yang tidak tahu dirinya sendiri.

59. رَأْسُ الذُّنُوْبِ الكَذِبُ
59.Pokok dosa itu, adalah kebohongan.

60. مَنْ ظَلَمَ ظُلِمَ
60. Barang siapa menganiaya niscaya akan dianiaya.

61. لَيْسَ الجَمَالُ بِأَثْوَابٍ تُزَيِّنُنُا إِنَّ الجَمَالَ جمَاَلُ العِلْمِ وَالأَدَبِ
61. Bukanlah kecantikan itu dengan pakaian yang menghias kita, sesungguhnya kecantikan itu ialah kecantikan dengan ilmu dan kesopanan.

62. لاَ تَكُنْ رَطْباً فَتُعْصَرَ وَلاَ يَابِسًا فَتُكَسَّرَ
62. Janganlah engkau bersikap lemah, sehingga kamu akan diperas, dan janganlah kamu bersikap keras, sehingga kamu akan dipatahkan.

63. مَنْ أَعاَنَكَ عَلىَ الشَّرِّ ظَلَمَكَ
63. Barang siapa menolongmu dalam kejahatan maka ia telah menyiksamu.
Lanjutan...
Bagi yg mau mendokumentasikan bisa diedit sndiri ya...

64. أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
64. Saudaraku! Kamu tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara, akan aku beritahukan perinciannya dengan jelas :
1). Kecerdasan
2). Kethoma'an (terhadap ilmu)
3). Kesungguhan
4). Harta benda (bekal)
5). Mempergauli guru
6). Waktu yang panjang.

65. العَمَلُ يَجْعَلُ الصَّعْبَ سَهْلاً
65. Bekerja itu membuat yang sukar menjadi mudah.

66. مَنْ تَأَنَّى نَالَ مَا تَمَنَّى
66. Barang siapa berhati-hati niscaya mendapatkan apa-apa yang ia cita-citakan.

67. اُطْلُبِ العِلْمَ وَلَوْ بِالصَّيْنِ
67. Carilah/tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina.

68. النَّظَافَةُ مِنَ الإِيْمَانِ
68. Kebersihan itu sebagian dari iman.

69. إِذَا كَبُرَ المَطْلُوْبُ قَلَّ المُسَاعِدُ
69. Kalau besar permintaannya maka sedikitlah penolongnya.

70. لاَ خَيْرَ فيِ لَذَّةٍ تَعْقِبُ نَدَماً
70. Tidak ada baiknya sesuatu keenakan yang diiringi (oleh) penyesalan.

71. تَنْظِيْمُ العَمَلِ يُوَفِّرُ نِصْفَ الوَقْتِ
71. Pengaturan pekerjaan itu menabung sebanyak separohnya waktu.

72. رُبَّ أَخٍ لَمْ تَلِدْهُ وَالِدَةٌ
72. Berapa banyak saudara yang tidak dilahirkan oleh satu ibu.

73. دَاوُوْا الغَضَبَ بِالصُّمْتِ
73. Obatilah kemarahan itu dengan diam.

74. الكَلاَمُ يَنْفُذُ مَالاَ تَنْفُذُهُ الإِبَرُ
74. Perkataan itu dapat menembus apa yang tidak bisa ditembus oleh jarum.

75. لَيْسَ كُلُّ مَا يَلْمَعُ ذَهَباً
75. Bukan setiap yang mengkilat itu emas.

76. سِيْرَةُ المَرْءِ تُنْبِئُ عَنْ سَرِيْرَتِهِ
76. Gerak-gerik seseorang itu menunjukkan rahasianya.

77. قِيْمِةُ المَرْءِ بِقَدْرِ مَا يُحْسِنُهُ
77. Harga seseorang itu sebesar (sama nilainya) kebaikan yang telah diperbuatnya.

78. صَدِيْقُكَ مَنْ أَبْكَاكَ لاَ مَنْ أَضْحَكَكَ
78. Temannmu ialah orang yang menangiskanmu (membuatmu menangis) bukan orang yang membuatmu tertawa.

79. عَثْرَةُ القَدَمِ أَسْلَمُ مِنْ عَثْرَةِ اللِّسَانِ
79. Tergelincirnya kaki itu lebih selamat daripada tergelincirnya lidah.

80. خَيْرُ الكَلاَمِ مَا قَلَّ وَدَلَّ
80. Sebaik-baik perkataan itu ialah yang sedikit dan memberi penjelasannya/jelas.

81. كُلُّ شَيْئٍ إِذَا كَثُرَ رَخُصَ إِلاَّ الأَدَبَ
Segala sesuatu apabila banyak menjadi murah, kecuali budi pekerti.

82. أَوَّلُ الغَضَبِ جُنُوْنٌ وَآخِرُهُ نَدَمٌ
Permulaan marah itu adalah kegilaan dan akhirnya adalah penyesalan.

83. العَبْدُ يُضْرَبُ بِالعَصَا وَالحُرُّ تَكْفِيْهِ بِالإِشَارَةِ
Hamba sahaya itu harus dipukul dengan tongkat, dan orang yang merdeka (bukan budak) cukuplah dengan isyarat.

84. اُنْظُرْ مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Perhatikanlah apa-apa yang dikatakan (diucapkan) dan janganlah meperhatikan siapa yang mengatakan.

85. الحَسُوْدُ لاَ يَسُوْدُ
Orang yang pendengki itu tidak akan menjadi mulia.

86. الأَعْمَالُ بِخَوَاتِمِهَا
Tiap-tiap pekerjaan itu (dinilai) dengan penyelesaiannya.

📚semoga bermanfaat...🔋

Barakallahu fiekum ...