Minggu, 28 Oktober 2012

Ada kekuatan dalam kelembutan

Tentang berbicara, ternyata ada kekuatan yang terkadang kita lupa, tidak menyadarinya atau jangan-jangan kita memang tidak tahu. Kita berbicara dengan suara lembut untuk merebut hati manusia, padahal saat itu seharusnya kita berbicara lantang. Kadang kita berbicara dengan menundukkan diri, padahal yang seharusnya kita lakukan adalah menegakkan kepala.

Tetapi tidak jarang juga, atas nama amar na’ruf dan ketegasan, kita berbicara pedas. Padahal tidak ada yang lebih baik saat itu kecuali kelembutan yang menyentuh, kelembutan yang menggerakkan.
Telah banyak tuntunan, tetapi alangkah sedikit yang kita ketahui. Atau kita telah tahu, tetapi hampir-hampir tak ada yang kita hayati, sehingga tak membekas pada jiwa.

Sebuah maksud yang baik, bisa jadi berubah menjadi api yang membakar. Nasehat kepada kebenaran, bia berubah menjadi ucapan yang meresahkan karena cara kita berkomunikasi yang tidak tetap. Kita menasehati saudara kita kepada kebenaran, tetapi lupa bahwa ada kesabaran yang mesti kita pegang dalam melaksanakannya. Akibatnya, kebenaran itu sulit menyentuh hati, meskipun yang kita sampaikan adalah hadits nabi, atau bahkan al qur’an.

Dalam surat An Nahl ayat 125, Allah memerintahkan kita untuk menyeru dan sekaligus mengajak manusia dengan hikmah. Aritnya, gerakkanlah jiwa mereka dengan kata-kata yang menyentuh. Bangkitkan kesadarannya dengan ucapan-ucapan yang mencerahkan. Bukan dengan pelajaran yang memeras otak atau argumentasi yang berlapis. Cobalah untuk berkata dengan niat yang baik, maksud yang baik, dan pandangan yang baik. Optimisme, itikad yang baik dan pandangan yang jernih seringkali melahirkan kekuatan yang jauh lebih besar daripada kepandaian kita berdebat.

Kita bisa saja mendebat pendapat orang yang kita anggap keliru dan salah dengan kemamuan beradu argumentasi yang dahsyat. Tetapi sangat mungkin itu hanya melahirkan permusuhan dan kebencian. Kita memenangkan pendapat, tetapi tidak memenangkan hati. Padahal di hati itulah, baik dan buruk kita ditentukan. Kalau kita telah mampu menenangkan hati, pikiran insya Allah akan tertata setahap demi setahap. Sebaliknya, kalau kita hanya memenangkan perdebatan sambil meninggalkan bekas hitam di hati, pendapat yang benar pun akan tak berdaya mengubah kesalahan yang paling kecil.

Inilah sebagian diantara hikmah mengapa kita harus meninggalkan perdebatan, meskipun pendapat kita benar. Kalau kemudian harus berdebat, kita harus melakukannya dengan cara yang lebih baik. Dari sini, kredibilitas dan keyakinan orang lain terhadap itikad baik kita akan tumbuh dan mengakar. Semoga dengan begitu, Allah berkenan melimpahkan hidayah dan pertolongan kepada kita.

Ajaklah manusia kepada jalan-NYA dengan hikmah. Jiwa-jiwa yang keras, bukan untuk kita patahkan, tetapi kita sentuh. Orang-orang yang bergerak melakukan kesalahan, sementara mereka sendiri sangat ingin untuk berubah meski berkali-kali tetap berkubang dalam kesalahan, bukan untuk kita serang. Tetapi untuk diterima, sebelum kita beritahukan kepada mereka apa yang semestinya.

Ketika ada seorang arab Badui kencing di masjid, yang dilakukan nabi saw bukanlah menghardik dan memukulinya. Tetapi Nabi justru membiarkan orang tersebut menyelesaikan hajatnya dengan tenang.

Ada kekuatan dalam kelembutan. Ada perubahan dan jalan yang mencerahkan pada pandangan batin yang lembut dan baik. Suatu saat, kita mungkin tak sanggup menahan keruhnya hati. Mulut kita sekali waktu juga mungkin tak mampu memilih kata-kata yang tepat untuk orang-orang yang tepat pada saat yang tepat. Tetapi kalau hati kita masih memandang manusia dengan tatapan yang baik, maka orang-orang yang saat ini amat sulit kita dekati, insya Allah perlahan-lahan akan dating mendekat.

Sebaliknya kalau kita keras dan ucapan kita kasar, maka sahabat yang karib pun sangat mungkin akan menjauh. Apalagi orang-orang yang butuh siraman dan pencerahan.

“Maka disebabkan rahmat Allahlah kamu (Muhammad) bersikap lembut terhadap mereka. Jika kamu bersikap keras dan berhati kasar, niscaya mereka menjauhkan diri darimu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Jika kamu sudah bertekad bulat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal..” (Ali Imran 159)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar