Rabu, 29 April 2015

Menikmati Ujian

Harapan itu Selalu Ada

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...
(Al Baqarah: 286)

Sahabatku...
Allah menyiapkan kita untuk menjadi orang-orang kuat dan perkasa dengan cara-Nya. Dan tiada sebaik-baik cara kecuali cara-Nya.

Ada banyak cara membuat orang menjadi kuat, tapi cara yang paling efektif adalah dengan menguji kekuatannya itu, yang dengannya, dia akan mengetahui kadar kekuatannya dan kemudian dia akan berupaya meningkatkannya, jika ternyata ujian kekuatannya itu di atas ukuran kekuatannya saat itu.

Pada saat yang bersamaan, dia yakin bahwa Allah sedang ingin menaikkan kadar kekuatannya, karena dia tahu Allah tdk pernah berbuat dzalim pada hamba-Nya. Dia tahu Allah tidak pernah memberi sesuatu yang di luar kemampuan penerimaan hamba-Nya, karena Dia yang maha tahu akan hamba-Nya.

Saat itulah kadar kekuatan itu akan terstimulasi hingga sampai titik kulminasi yang Allah kehendaki, utk mengatasi ujian tersebut. Dengan sendirinya, secara otomatis, setahap demi setahap. Yang perlu dipastikan hanyalah tidak boleh mematikan harapan. Jika harapan itu hilang, maka proses otomatis tersebut akan terhenti.

Tak perlu meminta dihilangkan atau diringankan beban itu. Yang seharusnya kita minta adalah agar Allah menguatkan tubuh kita, pikiran kita dan hati kita utk memikulnya. Maka kenaikan kadar kekuatan itu akan terjadi dan akhirnya kita menjadi manusia yang lebih kuat, lebih perkasa, dan lebih hebat, sebagaimana yang Allah inginkan atas diri kita.

Selamat menikmati ujian...
Semoga Allah menguatkan kita.

Senin, 27 April 2015

Belajar dari BAN

Seorang anak memperhatikan ayahnya yang sedang mengganti ban mobil mereka. "Mengapa ayah mau repot-repot mengerjakan ini dan tidak memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya?" tanya si bocah dengan penasaran.

Sang ayah tersenyum. "Sini, nak, kau lihat dan perhatikan. Ada enam hal tentang ban yang bisa kita pelajari untuk hidup kita," katanya sambil menyuruh sang bocah duduk di dekatnya. "Belajar dari ban?" Mata sang anak membelalak.
"Lebih pintar mana ban ini daripada bu guru di sekolah?"

Sang ayah tertawa. "Gurumu tentu pintar, Nak. Tapi perhatikan ban ini dengan segala sifat-sifatnya. Pertama, ban selalu konsisten bentuknya. Bundar. Apakah dia dipasang di sepeda roda tiga, motor balap pamanmu, atau roda pesawat terbang yang kita naiki untuk mengunjungi kakek-nenekmu. Ban tak pernah berubah menjadi segi tiga atau segi empat."

Si bocah mulai serius. "Benar juga ya, Yah. Terus yang kedua?"

"Kedua, ban selalu mengalami kejadian terberat. Ketika melewati jalan berlubang, dia dulu yang merasakan. Saat melewati aspal panas, dia juga yang merasakan. Ketika ada banjir, ban juga yang harus mengalami langsung. Bahkan ketika ada kotoran hewan atau bangkai hewan di jalan yang tidak dilihat si pengemudi, siapa yang pertama kali merasakannya?" tanya sang ayah.
"Aku tahu, pasti ban ya, Yah?" jawab sang bocah antusias.

"Benar sekali. Yang ketiga, ban selalu menanggung beban terberat. Baik ketika mobil sedang diam, apalagi sedang berjalan. Baik ketika mobil sedang kosong, apalagi saat penuh penumpang dan barang. Coba kau ingat," ujar sang ayah. Si bocah mengangguk.

"Yang keempat, ban tak pernah sombong dan berat hati menolak permintaan pihak lain. Ban selalu senang bekerja sama. Ketika pedal rem memerintahkannya berhenti, dia berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya lebih cepat, dia pun taat dan melesat. Bayangkan kalau ban tak suka kerjasama dan bekerja sebaliknya? Saat direm malah ngebut, dan saat digas malah berhenti?"

"Wow, benar juga Yah," puji sang bocah sambil menggeser duduknya lebih dekat kepada sang ayah.

"Nah, sifat kelima ban adalah, meski banyak hal penting yang dilakukannya, dia tetap rendah hati dan tak mau menonjolkan diri. Dia biarkan orang-orang memuji bagian mobil lainnya, bukan dirinya."
"Maksud ayah apa?" tanya si bocah bingung.
"Kamu ingat waktu kita ke pameran mobil bulan lalu?" tanya sang ayah disambut anggukan sang bocah.
"Ingat dong, Yah, kita masuk ke beberapa mobil kan?"

"Persis," jawab sang ayah. "Biasanya di show room atau pameran mobil, pengunjung lebih mengagumi bentuk body mobil itu, lalu ketika mereka masuk ke dalam, yang menerima pujian berikutnya adalah interior mobil itu. Sofanya empuk, AC-nya dingin, dashboardnya keren, dll. Jarang sekali ada orang yang memperhatikan ban apalagi sampai memuji ban. Padahal semua kemewahan mobil, keindahan mobil, kehebatan mobil, tak akan berarti apa-apa kalau bannya kempes atau bocor."

"Wah, iya ya, Yah, aku sendiri selalu lebih suka memperhatikan kursi mobil untuk tempat mainanku."

Sang ayah selesai mengganti bannya, dan berdiri menatap hasil kerjanya dengan puas. "Yang keenam tentang ban adalah, betapa pun bagus dan hebatnya mobil yang kau miliki, atau sepeda yang kau punya, atau pesawat yang kita naiki, saat ban tak berfungsi, kita tak akan bisa kemana-mana. Kita tak akan pernah sampai ke tujuan."
Sang anak mengangguk-angguk.

Sang ayah menuntaskan penjelasannya, "Jadi saat kau besar kelak, meski kau menghadapi banyak masalah dibanding kawan-kawanmu, menghadapi lumpur, aspal panas, banjir, atau tak mendapat pujian sebanyak kawan-kawanmu, bahkan terus menanggung beban berat di atas pundakmu, tetaplah kamu konsisten dengan kebaikan yang kau berikan, tetaplah mau bekerja sama dengan orang lain, jangan sombong dan merasa hebat sendiri, dan yang terpenting, tetaplah menjadi penggerak di manapun kau berada. Itulah yang ayah maksud dengan hal-hal yang bisa kita pelajari dari ban untuk hidup kita."
------------------------

#copasan

Cukuplah ALLAH sebagai Tujuan

Tak ada seorangpun dalam hidup ini melainkan pernah merasakan pahitnya ujian hidup. Bahkan para nabi sekalipun.

Karena kita tinggal diatas bumi yang sama, tempat yang memang disiapkan untuk menjalani ujian.

Berterima kasihlah pada siapa saja yang telah memberimu maaf sebelum engkau memintanya.

Berterima kasihlah pada mereka yang berhasil mengerti keadaanmu sebelum engkau menjelaskannya.

Berterima kasihlah pada mereka yang telah mencintaimu dengan segala kekurangan yang engkau miliki.

Jangan lupa mendoakan kemaafan untuk orang-orang yang telah menyakitimu dalam diam. Yang selalu menebar fitnah dan permusuhan agar orang lain membencimu.

Satu hal yang harus engkau ingat, bahwa penafsiaran orang lain tentang dirimu takkan memberi pengaruh apapun tentang siapa dirimu disisi Allah.

Pujian manusia itu semu. 
Bila sesuai dengan keinginan, mereka akan menghiasi dirimu dengan sejuta sanjungan. Namun bila tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingannya, mereka benci, mereka akan membuatmu lebih buruk dari apa yang ada dalam benakmu.

Lelah dan selalu berujung duka.. 
itulah akhir kisah dari mereka yang menjadikan keridhoan manusia sebagai obsesi hidupnya.
Cukuplah Allah sebagai tujuan dan tempat kembali.....

‪#‎HariKeENAM‬ @RSPC

Senin, 20 April 2015

Surat Untuk Para Pejuang Dakwah


Saudaraku, Rahmat Allah ‘Azza Wa Jalla adalah hak setiap kaum beriman. Inilah yang dikatakan para salafus shalih :” Kasihan para orang yang lalai, mereka keluar dari dunia, tapi tidak sempat merasakan sesuatu yang paling indah di dunia.
” Tabi’in yang lain mengatakan :” Andai para raja itu tahu kebahagiaan yang kami miliki, pastilah mereka rebut kebahagiaan itu dengan pedang-pedangnya.”
Saudaraku,
Renungkanlah firman Allah ‘Azza Wa Jalla,” Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya. .” (Q.S: Al Kahfi:28)
Saudaraku,

Tak ada yang lebih indah dari kebersamaan dan menjalin kedekatan dengan Allah ‘Azza Wa Jalla. Ketenangan jiwalah yang akan terpancar dari semua usaha pendekatan diri kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Kedekatan dengan Allah ‘Azza Wa Jalla yang akan menjadikan seorang pejuang saat di penjara seorang diri merasakan terbukanya pintu penjara justru mengganggu konsentrasinya dari suasana ‘intim’ bersama Sang Khaliq. Ia memanfaatkan kondisi di penjara untuk menyendiri dengan Allah ‘Azza Wa Jalla, berdzikir, tafakur, shalat dan berdo’a. Jika umumnya para tahanan sangat ingin menanti waktu istirahat dimana pintu penjara dibuka, tapi sang pejuang itu justru mengatakan,” Jika pintu ini terbuka maka keintimanku dengan Allah terganggu, dan aku justru merasa tidak tenang ketika pintu ini dibuka, dari pada pintu ini tertutup.” ( Baina Rabbaniyah Wal Maddiyah, Mushthafa Masyhur, 86 )

Seperti itulah tenang dan nikmatnya bersama Allah ‘Azza Wa Jalla saudaraku. Mari letakkan hati kita disini. Bersama Allah.

Saudaraku,
Seringlah mengunjungi saudaramu dalam jalan ini. Jangan jauhkan mereka dari hati. Sering-seringlah berkunjung, bertatap muka dan memandang wajah mereka. Disanalah engkau akan menemui berkah hidup berjama’ah, yang dapat memberi bekal bagi jiwa agar kita dapat melanjutkan perjalanan ini sampatujuan akhir…ridha Allah dan Surga-Nya.

Saudaraku,
Jika ada di antara kita yang merasakan adanya jarak dan kesenjangan hubungan dengan kaum beriman, kembalikanlah keadaan itu pada kualitas kedekatan hubungan kita dengan Allah ‘Azza Wa Jalla. Jika kita merasakan sulit memperoleh simpati dan hati manusia, bandingkanlah kondisi itu dengan kondisi kita dalam menarik simpati dan cinta Allah ‘Azza Wa Jalla.

Saudaraku,
Jiwa ini perlu tantangan dan benturan. Dalam suasana ada tantangan dan benturan yang memunculkan mujahadah atau upaya keraslah akan muncul kualitas iman yang baik. Sayyid Quthb, pejuang da’wah Islam yang mati terdzolimi di tiang gantung mengerti sekali tentang hal ini. Katanya,” Hakikat iman tidak akan terbukti kesempurnaannya dalam hati seseorang sampai ia menghadapi benturan dengan upaya orang lain yang berlawanan dengan imannya. Karena disinilah, seseorang akan melakukan mujahadah kepadanya untuk menghalanginya dari keimanan. Disinilah cakrawala iman akan tersingkap dan terbuka. Keterbukaan yang tidak pernah terjadi pada orang yang merasakan iman secara datar.” ( Sayyid Quthb, Mustaqbal li Haadza Diin, 10 )

Saudaraku, 
kita memang hamba-hamba Allah yang jauh dari kesempurnaan dan penuh kelemahan. Karenanya, selain menanamkan niat dan tekad yang kuat, mari sama-sama tengadahkan tangan. Berharap dan berdo’alah kepada Allah ‘Azza Wa Jalla agar kita diberi kekuatan dan keteguhan.

Saudaraku,
Mari lanjutkan iringan langkah kita. Bersama-sama menuntun dan saling memberi pelita agar langkah kita tidak menyimpang dari jalan yang benar. Bersama-sama saling memompa semangat agar tekad kita terpelihara sampai tujuan hidup terakhir.
“ Perjalanan panjang hanya bisa ditempuh dengan keseriusan dan berjalan waktu malam. Jika seorang musafir menyimpang dari jalan, dan menghabiskan waktu malamnya untuk tidur, kapan ia akan sampai ke tujuan?” ( al fawaid 113)

Tetaplah disini saudaraku,
Kita mungkin akan melalui perjalanan yang lebih mendaki dan terjal. Tapi di sanalah kita berharap bisa bersama merasakan kenikmatan yang kita idam-idamkan. Maka, ucapkanlah “Alhamdulillah ” atas seluruh keadaan yang kita alami. Meski kebersamaan ini sungguh menguras keringat dan meletihkan sendi-sendi.

Saudaraku, 
Ada benteng perjalanan panjang di hadapan. Kita akan terus melangkah dan tak akan berhenti. Kita akan tetap bersama-sama berada di atas jalan ini. Mari saling berpegangan di jalan ini. Saling membantu bila ada di antara kita yang akan jatuh ke dalam jurang. Bertahanlah, karena perjalanan kita di dunia ini tidak akan lama, dan hanya sebentar. Bertahanlah…saudarak u.

Saudaraku,
Selamat jalan. Selamat berjuang. Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla mengumpulkan kita di surga kelak. Dalam naungan ridha dan kasih-Nya.

Ilahi…Iringi tiap langkah kami dengan cinta-Mu…

Wallahu A’lam

Teruntuk Saudara-Saudariku di jalan da’wah…Jaga kenikmatan dari Ilahi ini, jangan pernah biarkan ia pergi dari hidup kita, karena da’wah fii sabilillah.. adalah nafas kita. Uhibbukum Fillah.


Dikutip dari : 
Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Surga 

Dakwah Ini Indah, dan Akan Selalu Indah

Dakwah itu Indah, Tetap Indah dan Akan Lebih Indah ...

"Dakwah tetap indah walau hanya sidikit yg berada di dalam barisannya. Dan Tetap akan indah karena Syurga sebagai hadiahnya..."
Namun dakwah itu akan terasa LEBIH INDAH jika terdapat ILMU di dalamnya. Ilmu yg akhirnya menjawab mengapa para perwira dakwah harus berdakwah, ilmu yang dapat menjawab untuk siapa para perwira dakwah berdakwah, ilmu yang akan menjawab keraguan para perwira dakwah tentang hadiah dari Allah, ilmu yang akan membuat para perwira dakwah tau apa yang harus mereka sampaikan di tengah-tengah umat. 
Dakwah akan terasa LEBIH INDAH jika terdapat KEYAKINAN akan apa yg mereka bawa, keyakinan akan apa yang akan mereka sampaikan, keyakinan bahwa Allah akan menyertai mereka dalam proses mengeksekusi kehendak-kehendak langit. Keyakinan yang akan menghasilkan motivasi yang besar, kemauan yang kuat dan kehendak yang dahsyat sehingga apapun ujiannya apapun tantangannya, dan apapun cobaannya ia akan tetap istiqomah bersama kereta dakwah.

Dakwah akan terasa LEBIH INDAH ketika para perwira dakwah menyertai gerak langkah perjuangannya dengan KEIKHLASAN. Ikhlas untuk menerima cibiran dan cercaan dari musuh-musuh dakwah, ikhlas untuk menjalankan segala kehendak langit walaupun harta bahkan nyawa yang menjadi taruhannya, ikhlas untuk meleburkan kepentingan pribadinya kepada kepentingan-kepentingan umat.

Dakwah akan terasa LEBIH INDAH jika ada KEJUJURAN pada diri perwira-perwira dakwah tentang motivasi awal ia berada di dalam kereta dakwah, kejujuran terhadap para objek dakwah tentang apa yang akan dibawa oleh perwira dakwah. Tidak boleh ada keraguan yang menghasilkan kebimbangan, karena keraguanlah yang membuat para perwira dakwah bergerak mundur meninggalkan gelanggang dakwah.

Dakwah akan terasa LEBIH INDAH jika ada CINTA didalamnya, cinta terhadap Allah, cinta terhadap rosul, cinta terhadap para perwira dakwah lainnya, dan cinta terhadap jalan juangnya karena cinta adalah indikator seorang bisa merasakan manisnya iman. cinta ini pula yg akhirnya membuat beban berat menjadi ringan, yang panjang terasa pendek ,yang jauh terasa dekat.

Dakwah akan terasa LEBIH INDAH jika ada sikap PENERIMAAN didalamnya, menerima segala konsekuensi yang akan didapatkan perwira dakwah selama mereka ada di jalan juangnya, menerima sikap objek dakwah sebagai respon atas ajakan dan seruannya, menerima setiap takdir-takdir langit atas setiap perjuangan yang telah digelorakan bersama kereta dakwahnya.

Dan Dakwah akan terasa LEBIH INDAH ketika ada PELAKSANAAN didalamnya. Pelaksanaan yang menjawab seluruh teori dan sikap yang telah didapatkan dan diyakini para perwira dakwah. Pelaksanaan yang akan menjawab seberapa banyak ilmu yang telah diyakini dan dimiliki oleh para perwira dakwah, pelaksanaan yang akan menjawab tentang keyakinan dan optimis seorang perwira dakwah atas takdir langit, pelaksanaan yang akan menjawab seberapa ikhlas para perwira dakwah menyerukan umat kepada sang pemilik langit, pelaksanaan yang menjawab kejujuran para perwira dakwah selama berada di medan perjuangan, pelaksanaan yg menjawab seberapa cinta para perwira dakwah dengan jalan juangnya, dengan kereta dakwahnya, pelaksanaan yang akan menjawab apakah para perwira dakwah menerima segala titah dan takdir sang pemilik langit. Pelaksanaan itu bukan kerja-kerja kata tetapi kerja-kerja nyata ...

- Terus Merangkai mimpi Indah Bersama Kereta Dakwah -

Shidqul Intima

Shidqul Intima (Menjadi Anggota Jamaah Yang Sebenarnya)

Shidqul intima sama dengan menolong dakwah dan menjaga fikrah sama dengan menjadi anggota jamaah yang sebenarnya

Perkumpulan ataukah Jamaah?

“Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan”. Sebuah hakikat abadi yang dikumandangkan dan digemakan oleh Umar Al-Faruq RA semenjak 1400 tahun yang lalu. Melalui hakikat ini beliau menetapkan bahwa Islam tidak dapat tegak kecuali melalui sebuah jamaah yang memikulnya, menyeru kepadanya, membelanya dan berjihad di jalannya.


Dengan pernyataan ini al-Faruq mengukuhkan –tanpa ada ruang keraguan sedikit pun- bahwa terdapat perbedaan besar antara tajammu’ (perkumpulan) dan jama’ah. Perbedaan di antara keduanya sangatlah jauh. Tajammu’ :

- Berdiri dan bubar berdasarkan pendapat, kesenangan dan keinginan personal,
- Tidak ada nizham yang mengikatnya,
- Tidak ada pula kaidah-kaidah yang mengatur pergerakannya.
- Setiap orang memiliki pendapat dan kepribadiannya secara mandiri.

Sedangkan jama’ah memiliki:
- Nizham dan manhaj hayah,
- Rencana strategis, sasaran taktis,
- Nizham idari, jenjang organisasi, dan jalur komando,
- Laihah, dan qanun,
- Program dan instrumen kerja

Sangat teringat kalimat-kalimat ini dengan seluruh makna dan konotasi tarbawinya saat saya mengikuti berbagai hal yang diucapkan dan ditulis di sana sini, ini dan itu tentang program Partai Ikhwanul Muslimin, serta buntut dari semua ini yang berupa berbagai pernyataan. Sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa ini serta hal-hal lainnya termasuk sarana tarbiyah bagi Ikhwan yang sangat kuat, sebab tarbiyah mempergunakan mawaqif (sikap) merupakan pelindung dari berbagai kehancuran. Tarbiyah seperti ini dapat memberikan tsabat terhadap hati yang faham (sadar), meluruskan jalan bagi yang guncang, dan menegakkan hujjah bagi yang meragukan.

Syahwat ataukah Syubhat?

Tahapan dakwah pada marhalah manapun tidak pernah kosong dari dualisme permusuhan abadi terhadap berbagai rencana musuh-musuh Islam. Catatan sejarah penuh dengan berbagai konspirasi mereka, adakalanya dalam bentuk upaya melakukan pengrusakan dengan menebar berbagai syahwat di satu sisi, atau terkadang pula dengan cara menebar berbagai syubhat di saat yang lain. Akibat dari hal ini, tahapan dakwah yang manapun tidak pernah sepi dari musyakkikin (para penebar keraguan), mutsabbithin (para penggembos semangat dan pembongkar ketegaran), dan mudzabdzibin (penebar sikap bermuka dua) terhadap barisan muslim dari dalamnya. Hakikat Al-Qur’an pun menegaskan hal ini, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan di antara kamu terdapat ‘telinga-telinga’ bagi mereka” (At-Taubah: 41). Hakikat Al-Qur’an ini memberi peringatan kepada barisan muslin agar tidak merespon rencana-rencana para musuh. Bahkan Al-Qur’an mengingatkan bahwa urusan ini bisa sampai ke tingkat terjerumus kepada hal yang dilarang, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong adalab kelompok dari kamu sendiri” (An-Nur: 11). Dan sangat mungkin masalahnya bisa berkembang sampai ke tingkat melupakan al-ghayah (tujuan). Allah SWT berfirman: “Di antara kamu ada orang-orang yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada yang menginginkan akhirat” (Ali Imran: 152)

Imam Al-Banna sangat memahami hakikat ini, karenanya beliau berkata: “Betapa banyak orang-orang yang ada di dalam (organisasi) kita, padahal mereka bukan bagian dari kita, dan betapa banyak orang-orang kita yang tidak ada bersama kita”!! Beliau pun meminta Ikhwan untuk memperhatikan bahaya urusan ini dan akibatnya yang sangat fatal. Beliau juga menekankan pentingnya melakukan pengawasan terhadap barisan serta membersihkannya dari orang-orang lemah. Beliau berkata: “Jika ada di tengah-tengah kamu orang yang sakit hatinya, cacat tujuannya, tersembunyi keinginannya, dan cacat masa lalunya, maka keluarkanlah mereka dari dalam barisan kalian, sebab orang seperti ini menjadi penghalang rahmat dan penutup taufiq Allah SWT”.

Emosi ataukah Akal

“Kekanglah lompatan-lompatan emosi dengan nalar akal, dan terangi cahaya akal dengan bara emosi, kekang khayalan yang ada dengan kebenaran hakikat dan realita, ungkap berbagai hakikat dalam sorotan khayalan yang memukau dan berkilau, dan janganlah seluruh kecenderungan diikuti, sebab ia akan menjadikannya seperti tergantung (tidak membumi dan tidak pula melangit”.

Ini adalah kata-kata abadi yang ditaujihkan oleh Imam Al-Banna rahimahullah kepada para ikhwan. Taujih ini dimaksudkan untuk:
- Mendisiplinkan barisan muslim agar tidak terjadi inhiraf dalam pemahaman, pemikiran ataupun perilaku.
- Merealisasikan fokus tawazun dan i’tidal (moderasi) dalam manhajiyyatut-tafkir al-ikhwani (metodologi berfikir Ikhwan).
- Menjaga barisan agar tidak dipermainkan oleh berbagai emosi yang meluap nan membara atau akal pikiran yang bernalar dengan gaya para filosof.

Jadi, jangan ada dominasi akal atas emosi dan jangan ada permainan perasaan yang mendominasi pemikiran. Jadi, taujih ini adalah pandangan yang obyektif, berimbang, moderat, dan bimbingan dari seorang panglima yang menjadi muassis, semoga Allah SWT merahmatinya.

Hawa Nafsu ataukah Prinsip?

“Hati-hati terhadap segala bentuk hawa yang diberi nama dengan selain Islam”. Sebuah isyarat peringatan yang ditaujihkan oleh Maemun bin Muhran rahimahullah kepada semua orang yang tertarik oleh manisnya hawa dan enaknya pendapat, dan kita dapati pemandu perjalanan mengingatkan kita dengan kekhasan ini, kenapa Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin?! Dan untuk siapa beliau menulisnya? Dan begitu pentingkah sehingga beliau menempatkannya sebagai rukun pertama dari rukun-rukun bai’at?!

Dan datangnya jawaban dari seorang pemberi nasihat yang terpercaya: Sungguh, Ushul ‘Isyrin telah menjadi –dan akan terus menjadi-
- Benang tenun yang menjaga jamaah dan para anggotanya dari inhiraf,
- Bendungan yang kokoh dalam menghadapi berbagai pen-takwil-an yang salah dalam memahami Islam,
- Penjaga barisan supaya tidak mengikuti zhan (persangkaan, dugaan) dan segala yang disenangi oleh jiwa,
- Patokan bagi setiap pergerakan, perbuatan dan pernyataan Ikhwan di sana sini.

Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin ini ini:
1. Dalam rangka kesatuan pemikiran, gerakan dan manhaj tarbawi bagi Jama’ah di tengan berbagai badai,
2. Agar tidak muncul berbagai madrasah pemikiran atau “jama’ah-jama’ah” yang menyusup ke tengah-tengah Jamaah,
3. Untuk tidak memberi toleransi terhadap adanya pemikiran yang menyusup atau gagasan yang kontradiksi –dikarenakan adanya emosi yang meluap atau penggampangan yang tendensius- yang bermaksud meng-infiltrasi barisan,
4. Untuk menjaga jama’ah agar tetap berada di atas garis tarbawi dan da’awi yang orisinil, menepis berbagai kotoran dan upaya-upaya penumpangan terhadapnya,
5. Dan pada akhirnya agar menjadi rujukan saat terjadi ikhtilaf (perbedaan) atau saat munculnya satu bentuk inhiraf, sebab Ushul ‘Isyrin dapat membantu penyelamatan amal, dan implementasi yang baik yang akan menjaga Jama’ah dan anggotanya dari berbagai keterplesetan.

Orang-Orang yang Muncul di Permukaan ataukah Tersembunyi

Sepanjang sejarah Jama’ah seluruhnya, belum pernah terjadi perpecahan barisan atau inhiraf dari tujuan dan orientasi dikarenakan adanya suara yang tinggi, dan belum pernah pula terjadi berbagai macam move dan ketokohan di dalam Jama’ah kecuali bagi mereka yang terdepan dan bersifat shidq, serta terealisir untuk mereka, dengan mereka dan pada mereka shidqul wala’ wal intima’ (loyalitas dan merasa menjadi bagian yang benar) dari Dakwah yang diberkahi ini, semua tokoh Dakwah ini, marhalah ini dan seluruh marhalah yang ada adalah Ikhwan yang shadiqun dari Ikhwan al-Muslimin, yang:
- Mengimani ketinggian Dakwah mereka, kesucian fikrahi mereka,
- Bertekad dengan sebenarnya untuk hidup dengan Dakwah ini atau mati di jalannya.

Kepada Ikhwan yang seperti itulah yang mulia Mursyid ‘Am Syeikh Mahdi ‘Akif mengarahkan taujih-nya dalam risalahnya yang terakhir “Dan bagi mereka yang melihat bahwa dalam menjalani jalan dakwah ini terdapat peluang popularitas publik dan gemerlapnya para bintang, sungguh ia telah benar-benar merugi, sebab, para pelaku dakwah tidak melihat adanya balasan selain pahala Allah SWT jika mereka ikhlas, dan surga jika Allah SWT mengetahui bahwa dalam dirinya terdapat kebaikan, dan mereka itu beginilah adanya, orang-orang yang tersembunyi dari sisi tampilan publik, dan miskin dari sisi materi, kondisi mereka adalah men-tadh-hiyah-kan apa yang mereka miliki, dan memberikan apa yang ada di tangan mereka, harapan mereka adalah ridha Allah, dan Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.

Untuk lebih memperjelas urusan ini, beliau berkata: “dan supaya Ikhwan mengetahui bahwa tantangan terbesar yang menghadang mereka adalah:
- Adanya upaya-upaya untuk memperlemah tekad kalian,
- Adanya tasykik (pemunculan keraguan) terhadap manhaj dan keagungan risalah kalian
- Supaya para musuh kalian mendorong kalian pada posisi:
- Putus asa yang menyebabkan duduk tidak mau bekerja, atau
- Keraguan yang mencerai beraikan, atau
- Dorongan emosi yang tanpa kendali”.

Tsawabit ataukah Mutaghayyirat?

Allah SWT telah menjadikan dakwah Ikhwan berbeda dengan yang lainnya dalam hal adanya:
- Ru’yah wadhihah (visi yang jelas), yang memungkinkannya untuk menyatukan Jamaah, baik sebagai qiyadah maupun individu dalam hal persepsi dan mafahim.
- Ketegasan dalam berbagai posisi sulit dan pemilihan manhaj taghyir yang paling benar yang tegak di atas minhaj nubuwwah, serta
- Pemahaman terhadap perbedaan antara tsawabit dan mutaghayyirat dalam perjalanan amal Islami.

Jadi, ada perbedaan jelas:
- Antara yang dini (agama) yang tsabit dan tsaqafi (wawasan, budaya) yang mutaghayyir
- Antara tsawabit al-harakah dan mutaghayyirat al-siyasah
Ia merupakan tsawabit al-’amal dalam dakwah kita. Darinya menjadi jelas sebagian dari kaidah-kaidah tanzhimi kita:
- Siapa menyalahkan siapa?
- Siapa meng-audit siapa?
- Adakah anggota (person) hak menyalahkan Jamaah? Ataukah sebaliknya?!
Perbedaan antara nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan kritik membangun yang diletakkan pada tempatnya yang benar di satu sisi dan antara memaksakan pendapat. Di manakah nasihat? Kapan diberikan? Dan apakah ia bersifat mulzimah (mengikat)?
Instrumen pengambilan kebijakan; antara lingkaran syura dan lingkaran pengambilan keputusan, perbedaan antara syura dan istisyarah, perbedaan antara syura terorganisir yang mulzimah dan istisyarah yang afawiyyah (tidak terorganisir), antara marhalah syura dan marhalah tanfidz, keseimbangan antara syura mulzimah dan qarar yang mulzim, dan perilaku minoritas terhadap qarar yang mulzim

Membela ataukah Menjaga

Shidqul intima’ wal wala’ (keanggotaan dan loyalitas yang benar) terhadap dakwah yang diberkahi ini, yang ada di dalam jiwa seorang akh yang shadiq, dikukur berdasarkan tingkat pelaksanaannya terhadap tugas yang diminta darinya untuk dakwahnya, dalam berbagai kondisi, dalam zhuruf apapun, dan sejauh mana ketetapan dia dalam hal ini dengan penuh tsabat yang mengharap pahala dari Allah SWT, di mana hal ini tercermin pada:

1. Membela dakwah. Dengan cara menyebarluaskannya, membelanya dan ber-tadh-hiyah di jalannya. Sebab, sebuah fikrah menjadi sukses “jika
1. Menguat keimanan kepadanya
2. Terpenuhi ikhlas di jalannya
3. Bertambah semangat untuknya
4. Ditemukan adanya persiapan yang mendorongnya untuk tadh-hiyah dan kerja untuk merealisasikannya”.

2. Menjaga fikrah. Terhadap pemikiran-pemikiran dan klausul-klausulnya, pokok-pokok dan tsawabit-nya, rukun-rukun dan tiang-tiangnya, karakteristik dan kekhasannya. Serta menjaganya agar tidak ada infiltrasi pemikiran yang menimpanya. Penjagaan seperti ini menuntut adanya empat pilar:
1. Kehendak kuat yang tidak terdampak oleh kelemahan.
2. Kesetiaan kokoh yang tidak terkontaminasi bunglonisme dan pengkhianatan
3. Tadh-hiyah langka yang tidak terhambat ketamakan dan kepelitan
4. Pengenalan terhadap prinsip, keyakinan kepadanya dan penghargaan terhadapnya, yang akan melindunginya dari kesalahan, inhiraf, tawar menawar dan tergoda oleh yang lainnya.

Di atas rukun-rukun dasar yang merupakan kekhasan jiwa satu-satunya ini, dan di atas kekuatan ruhani yang besar seperti inilah berbagai prinsip dibangun, berbagai bangsa yang bangkit di-tarbiyah, dan berbagai masyarakat baru dibentuk serta kehidupan diperbaharui dari mereka-mereka yang sudah lama tidak dapat menikmati kehidupan dalam tempo yang lama”.

Detik Kejujuran

Ini merupakan detik-detik kebeningan jiwa. Di dalamnya kita saling mengingat hal-hal yang mengikatkan kita dengan dakwah mubarakah dan Jama’ah yang kekal ini. Ini merupakan waqfah shadiqah (perenungan yang jujur) bersama jiwa. Di dalam detik-detik ini kita perbaharui janji kita dengan Allah SWT, dengan dakwah kita dan dengan Jama’ah kita:
Hendaklah kita tetap tsiqah terhadap Jama’ah, sebab, ia adalah benteng yang aman bagi kita semua. Ia adalah rahasia keberlangsungan dakwah, betatapun ia diterpa berbagai syubhat, ittihamat (tuduhan) serta pendapat yang ini itu sepanjang sejarahnya.

Hendaklah kita menjaga faktor-faktor kekuatan di dalam Jama’ah, yang terwujud dalam:
- Kesatuan pemikiran, keanggotaan dan tanzhimi
- Keterikatan barisan yang tegak di atas ukhuwwah,
- Pelaksanaan hak-hak ukhuwwah secara sempurna yang berupa: cinta, penghargaan, bantuan dan itsar
- Menghadiri berbagai pertemuan jama’ah dan jangan menyelisihinya kecuali karena adanya alasan yang “memaksa”.
- Selalu mendahulukan ber-mu’amalah dengan ikhwah
- Menerima pendapat internal yang berbeda
- Saling memberi nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan berterus terang dalam memberikan mauizhah, akan tetapi pada tempatnya yang wajar.
- Bekerja untuk menyebarluaskan dakwah kita di semua tempat.
- Memberitahukan kepada qiyadah tentang berbagai situasi dan kondisi kita secara utuh.
- Tidak melakukan suatu pekerjaan yang memiliki pengaruh secara mendasar kecuali dengan ijin.
- Selalu connect secara ruhi dan amali dengan dakwah
- Selalu memandang diri sendiri sebagai prajurit di barak yang menunggu segala perintah
- Melepaskan diri dengan berbagai hubungan dengan lembaga atau jama’ah apapun yang tidak membawa maslahat bagi fikrah kita, khususnya jika hal ini diperintahkan

Penutup

Kalimat berikut diucapkan oleh Imam Asy-Syahid: “Wahai al-akh ash-shadiq! Ini adalah global dakwah kamu, penjelasan singkat terhadap fikrahmu, kamu dapat menghimpunnya dalam lima kosa kata: Allah ghoyatuna, Ar-Rasul Qudwatuna, Al-Qur’an syir’atuna (Al-Qur’an undang-undang kami), al-Jihad sabiluna, asy-syahadah umniyyatuna (syahid cita-cita kami), tampilan dakwah kamu dapat dihimpun dalam lima kosa kata yang lain: al-basathah (simpel), tilawah (baca Al-Qur’an), shalat, jundiyah (keprajuritan), khuluq (akhlaq), maka, berpeganglah kepada ajaran ini dengan kuat, jika tidak, pada barisan para pengangguran masih ada tempat bagi mereka yang malas dan suka main-main.

Saya yakin bahwa jika kamu mengamalkannya, dan menjadikannya sebagai cita-cita dan akhir dari segala tujuanmu, maka balasannya adalah kemuliaan di dunia, kebaikan dan ridha Allah di akhirat, sementara kamu adalah bagian dari kami dan kami bagian dari kamu, dan jika kamu berpaling darinya, dan duduk tidak mau bekerja untuknya, maka tidak ada hubungan antara kami dan kamu, walaupun kamu berada pada posisi terdepan dalam majelis kami, dan kamu pun membawa gelar paling agung yang ada serta tampil di antara kami dengan tampilan terbesar, dan Allah SWT akan meng-hisab kamu atas duduk-duduk kamu dengan hisab terberat, maka, pilihlah untuk dirimu pilihan yang tepat, dan kami memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT untuk kebaikan kami dan kamu”.

Asy-Syaja’ah (Keberanian)

Asy-Syaja’ah (Keberanian)


Asy-syaja’ah (keberanian) adalah salah satu ciri yang dimiliki orang yang istiqamah di jalan Allah, selain ciri-ciri berupa al-ithmi’nan (ketenangan) dan at-tafaul (optimisme). Jadi orang yang istiqamah akan senantiasa berani, tenang dan optimis karena yakin berada di jalan yang benar dan yakin pula akan dekatnya pertolongan Allah.
 
Namun memang tak mudah untuk menjadi orang yang istiqamah atau teguh pendirian memegang nilai-nilai kebenaran dan senantiasa berada di jalan Allah. Bahkan Rasulullah saw. mengatakan bahwa turunnya surat Hud membuat beliau beruban karena di dalamnya ada ayat (QS. Huud [11]: 112) yang memerintahkan untuk beristiqamah,

"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Rasulullah saw. Memahami benar makna istiqamah yang sesungguhnya sampai ketika Abu Sufyan bertanya hal terpenting apa dalam Islam yang membuatnya tak perlu bertanya lagi, beliau menjawab, "Berimanlah kepada Allah dan kemudian beristiqamahlah (terhadap yang kau imani tersebut)".

Di kesempatan lain, Rasulullah saw. juga mengatakan tantangan buat orang yang istiqamah memegang Islam di akhir zaman, begitu berat laksana menggenggam bara api. Keberanian untuk tetap istiqamah walau nyawa taruhannya nampak pada diri orang-orang beriman di dalam surat Al-Buruuj (QS. 85) yang dimasukkan ke dalam parit dan dibakar oleh as-habul ukhdud hanya karena mereka menyatakan keimanannya kepada Allah Taala.

Begitu pula Asiah, istri Fir’aun dan Masyitah, pelayan Fir’aun, kedua-duanya harus menebus keimanan mereka kepada Allah dengan nyawa mereka. Asiah di tiang penyiksaannya dan Masyitah di kuali panas mendidih beserta seluruh keluarganya karena mereka berdua tak sudi menuhankan Fir’aun. Demikian sulitnya untuk mempertahankan keistiqamahan di jalan Allah, dan demikian sulit pula untuk mewujudkan asy-syaja’ah sebagai salah satu aspeknya.

Secara manusiawi seseorang memang memiliki sifat khauf (takut) sebagai lawan sifat asy-syaja’ah. Namun sifat khauf thabi’i (alamiah) yang diadakan Allah di dalam diri manusia sebagai mekanisme pertahanan diri seperti takut terbakar, tenggelam, terjatuh dimangsa binatang buas, harus berada di bawah khauf syar’I yakni takut kepada Allah Ta’ala. Hal tersebut secara indah dan heroik terlihat gamblang pada kisah Nabi Musa a.s, Ibrahim a.s dan Muhammad saw.

Rasa takut pada kemungkinan tenggelam ke Laut Merah teratasi oleh ketenangan, optimisme dan keberanian Nabi Musa a.s yang senantiasa yakin Allah bersamanya dan akan menunjukinya jalan. Dan benar saja Allah memberinya jalan keluar berupa mukjizat berupa terbelahnya Laut Merah dengan pukulan tongkatnya sehingga bisa dilalui oleh Nabi Musa dan pengikutnya. Kemudian laut itu menyatu kembali dan menenggelam kan Fir’aun beserta tentaranya.

Kisah yang tak kalah mencengangkannya terlihat pada peristiwa pembakaran Nabi Ibrahim a.s. Rasa takut thabi’i terhadap api dan terbakar olehnya teratasi oleh rasa takut syar’I yakni takut kepada Allah saja. Dan subhanallah, pertolongan Allah datang dengan perintah Nya kepada api agar menjadi dingin dan sejuk serta menyelamatkan Nabi Ibrahim a.s.

Keberanian, ketawakalan dan kepasrahan pada Allah yang membuahkan pertolongan-Nya juga terlihat pada saat Rasulullah Muhammad SAW bersama sahabat setianya Abu Bakar Ash-Shidiq berada di gua Tsur untuk bersembunyi dalam rangka strategi hijrah ke Yatsrib (Madinah).

Kaki-kaki musuh yang lalu lalang tidak menggetarkan Rasulullah dan ketika Abu Bakar begitu mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah SAW, beliau menenangkannya dengan berkata, "Jangan takut, sesungguhnya Allah bersama kita" (QS 9: 40). Dan ternyata terbukti Allah Ta’ala memberikan pertolongan melalui makhluk-makhluk-Nya yang lain. Burung merpati yang secara kilat membuat sarang, begitu pula laba-laba di mulut gua, membuat musyrikin Quraisy yang mengejar yakin gua itu tak mungkin dilalui oleh manusia.

Realita Dewasa Ini

Dunia dewasa ini dipenuhi dengan orang-orang yang memiliki sifat pengecut. Sebuah hadits Nabi saw. memprediksikan di suatu masa umat Islam akan menjadi bulan-bulanan dan santapan empuk musuh-musuh Islam karena sudah mengidap penyakit wahn, yakni cinta dunia dan takut mati. Ya, penyakit wahn-lah yang menyebabkan di antara umat Islam pun banyak yang menjadi pengecut sehingga tidak lagi disegani oleh musuh-musuhnya  yakni kaum kufar dan musyrikin.

Dahulu yang membuat gentar musuh-musuh Islam adalah keberanian tentara-tentara pejuang-pejuang Islam yang menghambur ke medan perang dengan suka cita karena pilihannya sama-sama baik yakni hidup mulia dengan meraih kemenangan atau mati syahid di jalan Allah.

Sementara kini umat Islam terpenjara oleh dunia, begitu cinta dan tertambat pada kenikmatan dunia sehingga begitu takut akan kematian yang dianggap sebagai pemutus kelezatan dan kenikmatan dunia. Begitu banyak orang yang tidak memiliki daya tahan tinggi terhadap segala tantangan dan kesulitan sehingga mudah surut, menyerah atau berputus-asa.

Padahal dalam kehidupan yang semakin berat dan sulit dewasa ini begitu banyak tantangan dan marabahaya yang harus disikapi dan dihadapi dengan berani, karena bersikap pengecut dan melarikan diri dari persoalan hidup yang berat tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

Kemudian banyak pula orang yang tidak berani bersikap jujur atau berterus terang terhadap diri sendiri termasuk menyadari kekurangan, kelemahan dan keterbatasan diri. Dan sebaliknya berani mengakui kelebihan, kekuatan dan kemampuan orang lain.

Seorang pengecut biasanya juga tak akan mau mengakui kesalahan. Bersikap keras kepala, mau menang sendiri dan menganggap diri tak pernah berbuat salah sebenarnya justru akan menguatkan kepengecutan seseorang yang berlindung dibalik semua sikap tersebut.

Sikap pengecut lainnya adalah tidak mampu bersikap obyektif terhadap diri sendiri yakni berani menerima kenyataan bahwa ada posisi negatif dan positif dalam dirinya.
Dan akhirnya sifat kepengecutan yang jelas adalah ketidakmampuan menahan nafsunya di saat marah.

Salah satu ciri orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain (QS. 3:134). Yang disebut orang kuat adalah orang yang mau menahan dan meredam amarahnya serta tetap bisa mengendalikan dirinya di saat marah sekalipun.

Jika seseorang bertindak brutal dan mengeluarkan caci maki serta kata-kata kotor, ia justru masuk kategori orang yang pengecut karena tak mampu mengendalikan diri dan menahan marah.

Macam-macam Syaja’ah

Syaja’ah atau pemberani/kesatria tentu saja berbeda dengan bersikap nekat, "ngawur" atau tanpa perhitungan dan pertimbangan. Asy-syaja’ah adalah keberanian yang didasari pertimbangan matang dan penuh perhitungan karena ingin meraih ridha Allah. Dan untuk meraih ridha Allah, tentu saja diperlukan ketekunan kecermatan dan kerapian kerja (itqan). Buka keberanian yang tanpa perhitungan, namun juga bukan terlalu perhitungan dan pertimbangan yang melahirkan ketakutan.

Paling tidak ada beberapa macam bentuk asy-syaja’ah (keberanian), yakni:

1. Memiliki daya tahan besar

Seseorang dapat dikatakan memiliki sifat berani jika ia memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan
karena ia berada di jalan Allah. Berterus terang dalam kebenaran "Qulil haq walau kaana muuran" (katakan yang benar meskipun itu pahit) dan berkata benar di hadapan penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil lisan. Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala resiko bila kita senantiasa berterus terang dalam kebenaran.

2. Kemampuan menyimpan rahasia

Orang yang berani adalah orang yang bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan terutama dalam persiapan jihad menghadapi musuh-musuh Islam. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.

3. Mengakui kesalahan

Salah satu orang yang memiliki sifat pengecut adalah tidak mau mengakui kesalahan, mencari kambing hitam dan bersikap "lempar batu, sembunyi tangan" Sebaliknya orang yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.

4. Bersikap obyektif terhadap diri sendiri

Ada orang yang cenderung bersikap over estimasi terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap under estimasi terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.

5. Menahan nafsu di saat marah

Seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya.

Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah

Berani karena benar dan rela mati demi kebenaran. Slogan tersebut pantas dilekatkan pada diri sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. karena keagungan kisah-kisah perjuangan mereka.

Rasulullah Muhammad saw. sendiri menjadi teladan utama saat beliau tak bergeming sedikit pun ketika disuruh menghentikan dakwahnya. Beliau pun berucap dengan kata-katanya yang masyhur, "Walaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan pernah menghentikan dakwahku ini".

Keberanian dan keteguhan sikap nampak pula pada diri sepupu dan menantu Nabi saw., Ali bin Abu Thalib r.a. Ali mengambil peran yang sangat beresiko, menggantikan Rasulullah di tempat tidur untuk mengelabui musuh-musuh yang mengepung. Dan benar saja ketika tahu mereka dikelabui, mereka pun marah serta memukuli Ali hingga babak belur.

Khalifah kedua yakni Umar bin Khathab juga sangat terkenal dengan ketegasan sikap dan keberaniannya. Ketika mau hijrah berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang sembunyi-sembunyi, Umar malah berteriak lantang, "Umar mau hijrah, barang siapa yang ingin anak istrinya menjadi yatim dan janda, hadanglah Umar".

Keberanian mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuh suburkan perjuangan dengan darahnya yang mulia.

Begitu pula Khubaib bin Adiy yang syahid di tiang salib penyiksaan dan Habib bin Zaid yang syahid karena tubuhnya dipotong-potong satu demi satu selagi ia masih hidup. Mereka berani bertaruh nyawa demi mempertahankan akidah dan itu terbukti dengan syahidnya mereka berdua.

Bilal dan Khabab bin Al-Irts, yang mantan budak disiksa dengan ditimpa batu besar (Bilal) dan disetrika punggungnya (Khabab) adalah bukti bahwa keberanian tidak mengenal lapisan dan strata sosial.

Ada pula anak bangsawan seperti Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang diusir dan tidak diakui lagi sebagai anak oleh orangtua mereka karena masuk Islam. Dan akhirnya wanita-wanita perkasa dan pemberani seperti Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw., Nusaibah binti Ka’ab, perisai Rasulullah saw. dan Fatimah, putri Rasulullah saw. yang menjadi bukti wanita tak kalah berani dibandingkan laki-laki dalam mempertahankan kebenaran.

Kiat-kiat Memiliki Sifat Syaja’ah

Dengan segala kesederhanaannya, prajurit muslim Rubyi menemui Panglima besar Persia, Rustum. Pedangnya yang menyembul di pinggangnya menyaruk-nyaruk bentangan karpet mewah Persia yang digelar. Seolah-olah ingin berkata, "Aku tak butuh dan tak silau oleh semua kemewahan ini".

Rubyi bahkan berorasi dengan lantangnya, "Kami datang untuk membebaskan kalian dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Kami datang untuk membebas kan kalian dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akhirat".

Keberanian, yang ditunjukkan Rubyi adalah buah dari keimanan dan ketakwaannya. Karena ia meyakini hanya Allahlah Yang Maha Besar dan patut ditakuti, dan manusia sehebat dan sekaya apapun kecil dibandingkan Allah Yang Agung.

Jadi kiat utama untuk memiliki sifat syaja’ah adalah adanya daya dukung ruhiyah berupa keimanan dan ketakwaan yang mantap. Iman dan takwa ini akan membuat seseorang tidak takut pada apapun dan siapa pun selain Allah.

Kemudian bermujahadah melawan segala rasa takut, cemas dan khawatir yang secara manusiawi ada pada setiap manusia.

Berikutnya bisa pula dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah saat menasihati Khabbab bin Harits yang berkeluh kesah atas beratnya penderitaan yang dialaminya, beliau mengingatkan Khabbab akan perjuangan para Nabi dan orang-orang shaleh terdahulu yang jauh lebih berat tapi mereka tetap berani dan tabah. Jadi kita bisa memupuk keberanian dan kesabaran dengan berkata, "Ah... cobaan ini belum seberapa dibanding yang pernah dialami orang-orang shaleh terdahulu".

Dan akhirnya kejelasan misi dan visi perjuangan serta senantiasa mengingat-ingat imbalan optimal berupa ampunan dan surga-Nya kiranya akan memperbesar keberanian dan semangat juang, insya Allah. Wallahu a’lam.

Selasa, 14 April 2015

Kebahagiaan

"KEBAHAGIAAN ..."

Suatu ketika Margaret, istri John Maxwell (motivator top dunia) menjadi pembicara di  seminar ttg "Kebahagiaan".          
Maxwell, sang suami duduk mendengarkan di bangku paling depan.

Selesai ceramah, pd sesi tanya jawab, seorang ibu mengacungkan tangannya & bertanya, "Mrs. Margaret, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?"

Seluruh ruangan langsung terdiam. Margaret tampak berpikir sejenak & kemudian menjawab, "Tidak..."

Seluruh hadirin terkejut.

"Tidak..." katanya sekali lagi.
"John Maxwell tidak bisa membuatku bahagia".

Hadirin langsung menoleh ke arah Maxwell. Maxwell juga me-noleh2 ke arah pintu. Rasanya ingin cepat2 keluar agaknya. Kemudian, Margaret melanjutkan, "John Maxwell adalah seorang suami yang sangat baik. Ia tidak pernah berjudi & mabuk. Ia seorang suami yang setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuatku bahagia."

Seorang yang hadir bertanya, "Mengapa?"

Jawabnya, "Karena TIDAK ADA SEORANG PUN DI DUNIA INI YG BERTANGGUNG JAWAB ATAS KEBAHAGIAANKU SELAIN DIRIKU SENDIRI."

Margaret menjelaskan, "Tidak ada orang lain yang bisa membuatmu bahagia. Baik itu pasangan hidupmu, sahabatmu, uangmu, hobimu. Semua itu tidak bisa membuatmu bahagia. Yang bisa membuat dirimu bahagia adalah dirimu sendiri. Kamulah yang bertanggung jawab atas dirimu sendiri. Kalau kamu selalu bersyukur, tidak pernah punya perasaan minder, selalu percaya diri, selalu berbuat baik, tidak punya musuh, kamu tidak akan merasa sedih.

Pola pikir kitalah yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak, bukan faktor luar.

Bahagia itu PILIHAN KITA SENDIRI. "Change your thought and you change your world"

Senin, 13 April 2015

Pilihan hidup

Jika derita dan nestapa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa? Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nantinya

Jika kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa tidak dinikmati saja? Sedang keluhan dan isak tangis tak akan mengubah apa-apa

Jika luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa? Sedang ketabahan, kesabaran dan keikhlasan adalah lebih utama

Jika harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti ingin dimiliki sendiri saja? Sedang kedermawanan justeru akan melipat gandakannya.

Jika kepandaian akan menjadi masa lalu pd akhirnya, mengapa mesti membusung dada? Angkuh & bahkan berbuat kerusakan di dunia? Sedang dengan kepandaiannya manusia diminta mengelola dunia dan segala isinya agar adil sejahtera bagi umatNya.

Jika bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti sendiri saja dirasa? Sedang berbagi bahagia akan membuatnya lebih bermakna.

Jika hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka? Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta dan diperbuat

Jika pesan ini akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti engkau nikmati sendiri saja? Sedang membagikannya pada sesama akan jauh lebih berpahala

Suatu hari, saat semua telah menjadi masa lalu aku ingin duduk di hamparan taman-taman surgawi. Bersamamu, duhai sahabat,  bersama orang-orang yg kita cintai, sambil saling bercerita dan bercengkrama mengenai apa yg telah kita lakukan di masa lalu yg indah hingga kita mendapatkan anugerah-keabadianNYA...

Kamis, 09 April 2015

Karena ISTRI ingin DIMENGERTI

KARENA ISTRI INGIN DIMENGERTI

Saat istri marah, ia belum tentu kesal.
Ia hanya butuh pengertian.

Saat istri menangis, ia belum tentu bersedih.
Ia hanya butuh pelukan.

Saat istri cemberut, ia belum tentu kecewa.
Ia hanya butuh perhatian.

Saat istri cemburu, ia belum tentu iri.
Ia hanya butuh pujian.

Saat istri menolak, ia belum tentu tak mau.
Ia hanya butuh rayuan dan bujukan.

Saat istri lelah, ia belum tentu merasa capek.
ia hanya butuh diajak jalan-jalan.

Saat istri sakit hati, ia belum tentu terluka.
Ia hanya butuh belaian.

Namun...
Saat istri tersenyum, ia belum tentu setuju
Bisa jadi ia sedang berusaha mengerti.

Saat istri tertawa, ia belum tentu bahagia.
Bisa jadi ia sedang berusaha membahagiakan suaminya.

Saat istri diberi hadiah, ia belum tentu senang.
Bisa jadi ia sedang berusaha untuk menghargai.

Saat istri terlihat tegar, ia belum tentu kuat.
Bisa jadi ia sedang mencoba untuk bertahan menghadapi ujian.

Saat istri mengerjakan perintah suami, belum tentu sesuai keinginannya.
Bisa jadi ia sedang berusaha untuk menjadi istri yang taat

Wahai para suami atau calon suami,
selami lebih dalam psikologi pasanganmu.
Karena bisa jadi ada makna di balik setiap kata dan ekspresinya
Ini bukan masalah tidak adanya ketulusan dan keikhlasan.

Namun belajarlah memahami tabi'at seorang wanita yang rela mengorbankan sisa usianya bersamamu. 
Selalu ada pengorbanan dalam membangun cinta.
Namun insyaAllah berakhir bahagia hingga ke surga.

“Semoga kita bisa menjadi pasangan yang salin memahami kekurangan dan kelebihan pasangan kita. Aamiin.”

Just copas

Senin, 06 April 2015

Tentang QANA'AH

Sudahkah Kita Meminta Qana'ah ?

Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ bersabda

ﻗَﺪْ ﺃَﻓْﻠَﺢَ ﻣَﻦْ ﻫُﺪِﻯَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻭَﺭُﺯِﻕَ ﺍﻟْﻜَﻔَﺎﻑَ ﻭَﻗَﻨِﻊَ ﺑِﻪ
ِ
”Sungguh beruntung orang yg diberi petunjuk
kpada islam, diberi rezeki yg cukup & qana’ah
(merasa cukup) dg rezeki trsebut.”(HR.Ibnu Majah)

Qanaah terhadap pmberian Allah mrupakan
sebaik2 anugerah. Saat kita memohon
karunia rezeki, jangan lupa sertakan qanaah
dalam pinta kita.

Diantara manusia ada yg gajinya hanya
cukup utk memenuhi kebutuhan pokok anggota keluarganya. Namun dia menjadi manusia paling bahagia dg pmberian tersebut.
Dirinya bahkan tak pernah meminta lebih, krn ia hanyut dalam syukur kpd Allah.

Namun ada diantara manusia yg diberi oleh
Allah rezeki yg berlimpah, namun dia selalu
merasa kurang.
Setiap menerima rezeki, lisannya terus berucap :
Ya Allah... tambahkn rezeki-Mu padaku,
lalu Allahpun memberinya. Setelah diberi dia
meminta lagi, kemudian Allah pun
memberinya. Dirinya terus meminta & lupa
bersyukur, hingga akhirny ia binasa diatas
tumpukan harta yg ia kumpulkan.

tau kenapa?

Krn sifat tamak telah membuat dia lupa bahwa kekayaan yg sesungguhny adalah kekayaan hati.

Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ brsabda

ﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ ﺍﻟْﻌَﺮَﺽِ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲ
ِ
"Kekayaan ssungguhnya bukan dg banyaknya harta , akan tetapi kekayaan yg ssungguhnya adalah kekayaan hati.”(HR.Bukhari)

Hati yg kaya akan terus terilhami utk selalu
mensyukuri nikmat yg ada. Sedikit/banyak
tak menjadi soal baginya. Yg terpenting adalah keberkahan yg ada dalam dalam pemberian tersebut.

Sbenarny tak masalah bila sseorang kaya.
Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ brsabda

ﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻐِﻨَﻰ ﻟِﻤَﻦِ ﺍﺗَّﻘَﻰ ﻭَﺍﻟﺼِّﺤَّﺔُ ﻟِﻤَﻦِ ﺍﺗَّﻘَﻰ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﻭَﻃِﻴﺐُ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﻌَﻢ
ِ
”Tdk mngapa kaya asalkan bertakwa. Kesehatan bagi orang yg bertakwa itu lebih baik dari kekayaan. Dan kelapangan jiwa adalah bagian dari nikmat.”(HR.Ibnu Majah)

Namun, sudahkah kekayaan itu membawa kita pada ketaqwaan?

Kamis, 02 April 2015

Cara Allah memberi Rezeki

Ada 4 cara Allah memberi rezeki kpd makhluk-Nya:

1. REZEKI TINGKAT PERTAMA (YANG DIJAMIN OLEH ALLAH)

"Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yg bergerak di atas bumi ini yg tdk dijamin oleh Allah rezekinya."(QS. 11: 6)

Artinya Allah akan memberikan kesehatan,makan,minum utk seluruh makhluk hidup di dunia ini. Ini adalah rezeki dasar yg terendah.

2. REZEKI TINGKAT KEDUA

"Tidaklah manusia mendapat apa2 kecuali apa yg telah dikerjakannya" (QS. 53: 39)

Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yg dikerjakannya. Jika ia bekerja dua jam, dapatlah hasil yg dua jam. Jika kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih sungguh2, ia akan mendapat lebih banyak. Tdk pandang dia itu muslim atau kafir.

3. REZEKI TINGKAT KETIGA

“... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. 14: 7)

Inilah rezeki yang disayang Allah. Orang2 yg pandai bersyukur akan dapat merasakan kasih sayang Allah & mendapat rezeki yg lebih banyak. Itulah Janji Allah! Orang yg pandai bersyukurlah yg dapat hidup bahagia, sejahtera & tentram. Usahanya akan sangat sukses, karena Allah tambahkan selalu.

4. REZEKI KE EMPAT (UNTUK ORANG2 BERIMAN DAN BERTAQWA)

".... Barangsiapa yg bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yg tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yg bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap2 sesuatu.”
(QS.Ath-Thalaq/65:2-3)

Peringkat rezeki yg ke empat ini adalah rezeki yg istimewa, tidak semua orang bisa meraihnya. Orang istimewa ini (muttaqun) adalah orang yg benar2 dicintai & dipercaya oleh Allah utk memakmurkan atau mengatur kekayaan Allah di bumi ini.
Wallaahu a'lam..