Kamis, 27 November 2014

karena engkau adalah AYAH

Karena engkau adalah ayah
Tanggung jawab di pundakmu begitu luar biasa
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar lelah mencari harta


Engkau tentukan masa depan keluarga
Jauh sebelum titik awal berumah tangga
Di tanah mana menyemai benih yang kau punya
Agar kelak memetik hasil berkualitas istimewa

Karena engkau adalah ayah
Pilihanmu bukanlah perkara sederhana
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar untuk puaskan nafsu semata

Engkau tentukan visi keluarga
Ke arah mana perahu akan mengembara
Dalam Al-quran tertulis firman-Nya
Bahwa tugasmu sebagai nahkoda
Menjaga diri dan keluarga dari panasnya api neraka

Karena engkau adalah ayah
Kebijakanmu adalah arah kemudi yang utama
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar mengalir begitu saja tanpa cita-cita

Engkau jadikan urusan agama
Sebagai perkara utama keluarga
Karena apapun yang diraih di dunia
Hanyalah bekal kehidupan sesungguhnya

Karena engkau adalah ayah
Kualitas agamamu adalah teladan keluarga
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar shalat 5 waktu saja

Doamu adalah senjata utama
Bahkan tertuang saat kau memilihkan nama
Bagi putra dan putrimu tercinta
Bahkan syariat pun berkata itulah hak anak atas ayahnya

Karena engkau adalah ayah
Nama yang kau pilih adalah doa
Maka tidaklah cukup jika engkau memilihnya
Sekedar terdengar indah saja

Engkau berikan anakmu pendidikan
Engkau ajarkan anakmu kebaikan
Engkau jaga anakmu dalam adab-adab islam
Engkau perintahkan anakmu melaksanakan kewajiban
Engkau hidupkan sunah rasul menjadi kebiasaan
Karena engkau tau mereka sebaik-baik simpanan
Dan ilmu darimu adalah sebaik-baik warisan

Karena engkau adalah ayah
Peranmu begitu besar dalam pengasuhan
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar kelayakan memberi makan dan pakaian

Engkau tebus mereka yang tergadaikan
Dengan akikah setelah kelahiran
Engkau tunaikan kewajiban mengkhitan
Sebagaimana islam memberi tuntutan

Dan kelak mereka engkau antarkan
Menuju gerbang pernikahan
Kepada siapa yang engkau percaya
Melanjutkan estafet kepemimpinan

Karena engkau adalah ayah
Sepadat apapun tuntutan pekerjaan
Tunaikanlah seluruh kewajiban
Agar dirimu selamat di hari pertanggungjawaban

======================================
San Jose, 4 mei 2014

Kiki Barkiah
FB:https://www.facebook.com/kiki.barkiah
Ketua Yayasan Al Kindi Batam
Komunitas homeschooling | Rumah Tahfidz | Day care


Rabu, 26 November 2014

dikawal Malaikat

Seorang muslimah di Inggris, belajar Al Qur’an kepada seorang temannya bernama Azimah. Tidak terasa waktu sudah sangat malam, maka muslimah tsb pulang naik kereta api. Saat... itu cukup banyak kasus pembunuhan di stasiun.

Kondisi stasiun hanya dia dan seorang laki2 yg tegap dan cukup seram. Dengan perasaan takut muslimah ini terus membaca Al Quran dan mengulang2 hapalan Al Qurannya sambil berjalan di belakang laki2 tadi hingga masuk kereta. Alhamdulillah muslimah ini selamat hingga di rumah.

Hari berikutnya terdapat berita pembunuhan seorang wanita di stasiun dg terjadi hanya 15 menit setelah muslimah tersebut naik kereta dan pelakunya sudah ditangkap. Muslimah ini kemudian menuju ke kantor polisi utk menceritakan bahwa dia 15 menit sebelumnya di lokasi yg sama. Karena penasaran dia ingin bertemu dg pembunuh tersebut. Dan betapa terkejutnya ternyata pembunuh tsb adalah laki2 yg ditemuinya di stasiun.

Dengan sedikit keberanian dia bertanya kepada laki2 tsb, mengapa yg dibunuh adalah wanita lain dan bukan dia. Laki2 pembunuh tersebut berkata, “ Bagaimana saya akan membunuh Anda, sedangkan di belakang Anda ada 2 orang laki-laki ?”

Subhanallah, Allah menurunkan 2 malaikat utk menjaga muslimah ini karena dia terus membaca Al Qur’an.

Diringkas dari majalah Tarbawi Edisi Jumadil Awwal 1432/Maret 2012..
 

Yuk kita rutinkan membaca Al Quran, Ulama menasehatkan kita utk menbaca Al Qu'an 1 juz perhari, krn kalau tidak mk akan termasuk "AL HAJIR" (orng yg tdk peduli kepada Al Quran) dan ini menjadi sebab pengaduan Rasulullah pd hari kiamat sbgman dalam disebutkan : "Ya Tuhanku sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yg tdk diacuhkan (QS Al Furqon : 30)

Selasa, 25 November 2014

Bukan hanya Sekadar makan

“BU, anak saya nanti paksa makan ya, dia emang suka susah kalau makan!” tukas ayah Azka.

Seraya tersenyum Bu Atika, yang diajak berbicara, berkata, “Maaf Pak, di sini kami tidak memaksa anak makan, tapi kami upayakan ia makan dengan melihat guru juga teman-temannya makan dengan senang.”

Berbeda dengan Mama Krisna. Pagi-pagi dia sibuk melaporkan kejadian hari kemarin kepada saya. Krisna yang baru masuk satu hari ikut makan bersama. “Saya lihat dari jendela kemarin, Krisna makan, Bu. Dia lihat pak guru dan teman-teman makan. 

Selesainya bareng ama temen-temen. Terus makannya rapi. Padahal kalau di rumah makan bisa 1 jam kadang hampir 2 jam. Makanya kemarin saya nunggu sampai jam makan. Penasaran mau liat dia makan apa enggak,” tuturnya.

Makan adalah kegiatan rutin yang dilakukan setiap makhluk. Makan adalah kebutuhan hidup. Namun di sekolah kami kegiatan makan tak hanya sekadar makan. Bukan sekedar mengisi perut kosong sampai kenyang lalu selesai. Kegiatan makan di sekolah kaya akan berbagai pengetahuan dan keterampilan hidup.

Kegiatan makan diawali dengan pengetahuan tentang adab makan. Membangun pengetahuan dari mulai apa yang harus dilakukan sebelum makan. Dilakukan saat makan. Kemudian apa yang dilakukan setelah makan.

Sebelum makan anak belajar bersih-bersih, mencuci tangan. Setelah itu belajar mengantri menunggu giliran mengambil alat makan. Dibangun juga sikap sabar menunggu mengantri saat mengambil makanan. Hingga sabar menunggu semua makanan siap tersimpan dalam piring masing-masing teman. Lalu diawali dengan berdo’a sebelum makan. Setelah dipersilahkan, semua anak memulai makan sendiri tanpa disuapi.

Saat hidangan bergerak berkeliling, guru akan menyebutkan ciri-ciri, kandungan gizi dan manfaat makanan yang terhidang. Jika ada anak yang bicara aku tidak suka. Atau ada anak yang bilang tidak enak. Guru akan bicara Rasulullah SAW melarang kita mencela makanan. silahkan dilihat dulu, kemudian cium aromanya, lalu cicipi sedikit. Karena makan bukan sekedar urusan lidah.

Guru juga menyampaikan anak-anak mengunyah makanan sebanyak 32 kali atau sampai 40 kali. Makan dengan tenang tidak tergesa-gesa. Makan secukupnya tidak berlebihan maupun kekurangan. Saat makan guru pun makan dengan lahap hidangan yang disediakan. Maksudnya agar anak-anak tertarik untuk mencoba makanan yang sama karena melihat model dari gurunya.

Setelah semua selesai makan, kemudian membaca do’a sesudah makan. Setelah itu setiap anak akan menyimpan piring kotor ke tempat yang sudah disediakan lantas mengklasifikasikannya. Anak menyimpan piring dengan piring. Sendok dengan sendok. Lalu gelas dengan gelas. Setelah itu setiap anak memastikan mejanya bersih. jika ada remah-remah tersisa maka mereka sigap mengambil lap atau tisu yang sudah tersedia. 

Saat inilah terbangun sikaptanggung jawab.

Betapa banyak pengetahuan yang dapat dibangun saat makan.
Kita membangun banyak sikap akhlakul kharimah seperti sikap sabar, sikap syukur juga sikap tanggung jawab. Membangun pengetahuan pada anak tentang kandungan dan manfaat berbagai macam makanan. Membangun pengetahuan tabble manners juga. Tentu saja semua pengetahuan ini penting untuk hidup mereka saat dewasa.

Para pebisnis mengundang makan para kolega. Tentu karena mereka paham saat makan adalah saat yang begitu menyenangkan. Baiknya kita juga lakukan hal yang sama pada anak kita. Ayo kita mulai bangun makan yang menyenangkan penuh pengetahuan. Bukan hanya sekadar makan. []
 ---
copas dari milis

karena Ucapan kita adalah DOA

PAGI ini saya melihat seorang ibu yang mengantar anaknya ke sekolah seraya berkata, “Sana masuk, tuh umminya sudah ada.”

Namun anaknya tidak segera bergerak malah memgangi rok sang bunda.
“Anak bandel, malah narik-narik rok mama, sana cepat masuk,” dengan nada suara yang meninggi sang bunda berkata lantas mendorong putranya supaya bergerak.
Setelah anaknya didepan pintu kemudian sang ibu beranjak meninggalkan halaman sekolah.

Tak lama kemudian datang seorang anak bersama bundanya. Tiba di gerbang sekolah, sang bunda berkata, “Kakak, tuh lihat ummi sudah di menyambut, mama peluk dulu.”

Kemudian bunda memeluk anaknya lantas tangan bunda memgang kepala sang anak seraya membacakan Surat al-Fatihah. “Sayang teman ya, bersikap yang baik, bunda pulang dulu, assalamu’alaikum daahh,” ucapnya sambil tersenyum lalu berlalu.


Ucapan seorang ayah atau ibu kepada anak juga merupakan do’a. Namun sering para orangtua tidak menyadari hal ini. Dalam kehidupan seorang muslim serangkaian kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur hingga tidur lagi selalu diawali dan diakhiri dengan do’a.


Menurut Wismiarti (2010), dalam bukunya “Mengapa surga di bawah telapak kaki ibu” dikatakan bahwa: Apapun yang kita lakukan di dunia ini tergantung kepada dua hal yaitu niat dan do’a. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Prof. Kazuro Murakami, Ph.D dengan judul “The Devine Massage of DNA”yang dikutip oleh wismiarti (2010) menjelaskan bahwa disetiap rantai DNA ada tombol-tombol positif dan negatif.


Tombol positif dan negatif setiap orang tidak sama. Lebih banyak tombol positif atau tombol negatif pada masing-masing orang juga berbeda. Hal itu merupakan blue print tiap-tiap manusia di dunia. Memiliki komposisi tombol positif dan tombol negatif seperti apa merupakan takdir kita. Namun , kita bisa menyalakan tombol yang positif dan mematikan tombol yang negatif dengan do’a.


Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Jika dalam mengawali dan mengakhiri sebuah kegiatan, kita berdo’a, maka kehidupan kita selalu dipenuhi dan diisi dengan do’a. Artinya tombol positif akan menyala dan tombol negatif tidak. Tombol mana yang menyala itulah yang menentukan arah hidup kita. Kekuatan berpikir akan membuat hidup kita berjalan kearah do’a-do’a kita. Berkata, bersikap dan mendampingi anak penuhi dengan do’a maka tombol positif pada anak kita lah yang akan menyala dan menentukan arah hidupnya kelak. Hati-hatilah berbicara dengan anak ayah atau bunda, karena itu adalah do’a. []
 --
copas dari milis

Berbicaralah DENGAN anak, bukan KEPADA anak

“BUNDA, gambarnya besar lho…” seorang anak 9 tahun berbicara kepada ibunya.
“Iya,” ibunya merespon ucapan si anak.
“Bunda, gambar jeruknya besar, warnanya kuning,” kembali anaknya berkata.

Sambil memegang handphone-nya sang ibu kembali berucap, “iya.”


“Bunda, asal iya kan? Dari tadi Bunda cuma ‘iya-iya’ aja. Bunda, kenapa asal iya aja?” tiba-tiba nada suara anak ini meninggi lalu histeris menangis.

“Iya, maksudnya, Bunda sudah lihat gambarnya,” sang bunda mencoba menjelaskan namun anak ini tidak juga menghentikan tangisannya.
***

“Mama pergi ya, cepet bangun,” teriak seorang mama ketika anaknya mogok berjalan di sebuah tempat rekreasi.
Bukan mendengar perintah mamanya, anak yang usianya 4 tahun itu malah berguling-guling sambil menangis di pelataran parkir.

“Pokoknya mama pergi ya,” kembali sang mama menegaskan ancaman pada anaknya.
Datanglah gurunya menghampiri seraya berkata “Kenapa? Amar cape?”. Sambil jongkok, sang guru mengelus tangan si anak dan mengusap kepalanya kembali melanjutkan bertanya, “ Perlu istirahat?”

Tak hanya itu, sang guru menatap hangat sang anak, lalu berujar, “Bu Deva peluk dulu ya?” Lantas bu guru memeluk sambil berbicara padanya. Tak lama kemudian anak ini tenang dan mau berjalan menuju mobilnya.


Orang tua pada umumnya berbicara “kepada” anak-anak. Komunikasi seperti ini berlangsung satu arah. Dalam hal ini, orangtua mencoba berkomunikasi “kepada” anak. Namun sayangnya,Kkmunikasi yang terjadi dalam situasi ininegatif. Orangtua tidak membangun suasana yang nyaman ketika berbicara “kepada” anak-anak mereka. Berbeda jika orangtua maupun guru berbicara “dengan” anak.


Seperti yang terjadi diatas, ibu guru berbicara “dengan” anak bukan “kepada” anak. Komunikasi seperti ini berlangsung dua arah. Ibu guru tidak mengambil posisi berdiri ketika berbicara “dengan” anak, tapi memposisikan tubuhnya sejajar dengan tinggi tubuh sang anak. Menatap, mengusap kemudian memeluk dan berbicara dengan suasana hangat. Maka komunikasinya yang terjadi dalam situasi positif.


Komunikasi yang positif baru bisa dilakukan oleh orangtua atau guru jika orang tua atau guru menyediakan waktu cukup untuk berkomunikasi “dengan” anaknya. Bukan sekedar berkata “iya!” seraya berlalu. Komunikasi yang terjadi bersifat timbal balik atau dua arah, saling mendengarkan.Bukanhanya anak yang harus mendengar tapi orangtua juga mendengar dengan sungguh-sungguh ketika anak berbicara. orangtua memberikan tanggapan atas apa yang dikatakan anak bukan mengabaikan atau malah memberikan ancaman. Sehingga diantara keduanya betul-betul terjalin hubungan yang baik, hubungan saling menyayangi antara orangtua dan anaknya.


Berbicaralah“dengan” anak, bukan berbicara “kepada” anak yang harus dilakukan para orangtua maupun guru. Sehingga lahir anak-anak yang bahagia dalam berbagai kesempatan dan bangga memiliki orangtua maupun guru seperti kita. Mereka lahir menjadi anak-anak yang penuh rasa percaya diri, penuh kasih sayang, penuh kebahagian yang melebihi materi. Berdasarkan hasil penelitian para neuroscientist, anak-anak akan belajar banyak pengetahuan yang diberikan padanya dalam keadaan bahagia. Jika kemampuan komunikasi positif ini dibangun sejak dini, anak akan lahir menjadi pribadi yang menyenangkan dihadapan semua orang. [islampos]

ketika UMAR bin Khattab menanggis

SIAPA yang tidak mengenal Umar Bin Khathab radhiallahu’anhu. Sosok yang memiliki tubuh kekar, watak yang keras dan disiplin yang tinggi serta tidak kenal gentar. Namun di balik sifat tegasnya tersebut beliau memiliki hati yang lembut.

Suatu hari beliau masuk menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dalam rumahnya, sebuah ruangan yang lebih layak disebut bilik kecil disisi masjid Nabawi. Di dalam bilik sederhana itu, beliau mendapati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang tidur di atas tikar kasar hingga gurat-gurat tikar itu membekas di badan beliau.

Spontan keadaan ini membuat Umar menitikkan air mata karena merasa iba dengan kondisi Rasulullah.
“Mengapa engkau menangis, ya Umar?” tanya Rasulullah.
“Bagaimana saya tidak menangis, Kisra dan Kaisar duduk di atas singgasana bertatakan emas, sementara tikar ini telah menimbulkan bekas di tubuhmu, ya Rasulullah. Padahal engkau adalah kekasih-Nya,” jawab Umar.

Rasulullah kemudian menghibur Umar, beliau bersabda: “Mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan sekarang juga, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sementara kita memiliki akhirat…? “.
Beliau shallallahu alaihi wasallam melanjutkan lagi, “Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya“.

Begitulah tangisan Umar adalah tangisan yang lahir dari keimanan yang dilandasi tulusnya cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Apa yang dilihatnya membuat sisi kemanusiaannya terhentak dan mengalirkan perasaan gundah yang manusiawi. Reaksi yang seolah memberi arti bahwa semestinya orang-orang kafir yang dengan segala daya dan upaya berusaha menghalangi kebenaran, memadamkam cahaya iman, dan menyebarkan keculasan dan keburukan, mereka itulah yang semestinya tak menikmati karunia Allah.

Sebaliknya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya Islamlah semestinya mendapat kesenangan dunia yang layak, begitu fikir Umar.

Tangisan Umar juga memberi arti lain, bahwa betapa tidak mudah bagi sisi-sisi manusiawi setiap orang bahkan bagi Umar sekalipun, untuk menerima ganjilnya “pemihakan” dunia kepada orang-orang bejat. Namun sekejap gundah dan tangisnya berubah menjadi pelajaran bagi orang-orang beriman sesudahnya. Yaitu apabila kita mengukur hidup ini dengan timbangan duniawi, maka terlalu banyak kenyataan hidup yang dapat menyesakkan dada kita.

Lihatlah bagaimana orang-orang yang benar justru diinjak dan dihinakan. Sebaliknya, para penjahat dan manusia-manusia bejat dipuja dengan segala simbol penghargaan. Tak perlu heran, karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan akan masa-masa sulit itu. Masa dimana orang-orang benar didustakan dan orang-orang dusta dibenarkan.

Tangisan Umar juga mengajari kita bahwa dalam menyikapi gemerlapnya dunia, kita tidak boleh hanya menggunakan sisi-sisi manusiawi semata, dibutuhkan mata hati bukan sekedar mata kepala. Dibutuhkan ketajaman iman, dan bukan semata kalkulasi duniawi.

Dan semua itu tercermin dalam jawaban Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada Umar. Beliau memberi gambaran yang membuat sesuatu yang secara lahiriah aneh dan ganjil bisa jadi secara substansial benar-benar adil. Bagaimana sesuatu yang yang secara kasat mata terlihat pahit, menjadi benih-benih bagi akhir yang manis dan membahagiakan.

Jawaban Rasulullah juga memberi pesan agar orang beriman jangan sampai mudah silau dan terpukau dengan gemerlapnya dunia yang dimiliki oleh orang kafir. Karena setiap mukmin punya pengharapan lain yang jauh lebih tinggi, yaitu kebahagiaan abadi di akhirat, pada keaslian kampung halaman yang sedang dituju.
---
repos dari milis....

Senin, 24 November 2014

Lagi-Lagi tentang Peran Ayah


For all
✓ Married men
✓ A father 
✓ Father-to-be...

"Statistik membuktikan bahwa orang² yang kehilangan kasih sayang dari ayahnya, akan tumbuh dengan kelainan perilaku, kecenderungan bunuh diri, dan menjadi kriminal yang kejam.

Sekitar 70 % dari penghuni penjara dengan hukuman seumur hidup adalah orang² yang bertumbuh tanpa ayah.

Para ayah....

Anda dirindukan dan dibutuhkan oleh anak² Anda.

Jangan habiskan seluruh energi dan pikiran di tempat kerja, sehingga waktu tiba di rumah para ayah hanya memberikan ”sisa-sisa” energi dan duduk menonton TV,apalagi main gaple.

Peluk anak² Anda, dengarkan cerita mereka, ajarkan kebenaran & moral.

Dan Anda tidak akan menyesal......
karena anak² Anda akan hidup sesuai jalan yang Anda ajarkan dan persiapkan.

Ayah yang sukses bukanlah pria paling kaya atau paling tinggi jabatannya di perusahaan atau lembaga pemerintahan, tetapi seorang pria yang anak lakinya berkata:
"Aku mau menjadi seperti ayahku nanti"
atau anak perempuannya berkata:
"Aku mau punya seorang suami yang seperti ayahku"

Seorang ayah lebih berharga daripada 100 orang guru di sekolah.

Kamis, 20 November 2014

mengenal Arqam bin Abil-Arqam

Sungguh suatu hal yang sangat menakjubkan seseorang yang tidak terkenal dan tidak sepopuler sahabat-sahabat yang lainya seperti Abu bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf dan lain sebagainya, tapi sangat memiliki peran yang sangat luar biasa dan penting di awal dakwah Rasulullah SAW.

Tiada seorang pun yang mengira bahwa beliau adalah orang yang meyediakan tempat rumahnya sebagai tempat yang digunakan untuk membina para sahabat mempelajari dan memahami setiap wahyu yang turun, dan dalam literature sejarah tak banyak namanya disebutkan. Namun jasanya dalam perkembangan awal dakwah Islam tak bisa dilupakan dan menjadi barometer pembinaan dakwah.

Sosok Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam inilah yang kita bicarakan. Dia lahir pada 673 Masehi. Dia seorang pedagang dan pengusaha yang sangat berpengaruh dari kabilah bani Makhzum dari kota Mekkah.

Dalam sejarah Islam, dia termasuk kalangan yang awal masuk Islam bahkan, orang yang ketujuh dari As-Sabiqun al-Awwalun.Tempat tinggal beliau berlokasi tak jauh dari Bukit Safa. Di tempat inilah para pengikut Muhammad SAW diajarkan berbagai pemahaman tentang agama Islam dan juga pengemblengan aqidah.

Hampir setiap malam satu demi satu para sahabat secara bergantian keluar masuk rumah tersebut untuk dibina Rasulullah agar mereka menjadi pengemban dakwah. Sebelumnya rumah al-Arqam ini disebut Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam) dan setelah dia memeluk Islam akhirnya disebut Dar al-Islam (Rumah Islam). Dari rumah inilah madrasah pertama kali ada. Al-Arqam juga ikut hijrah bersama dengan Rasulullah Saw ke Madinah. Beliau wafat pada tahun 675 masehi.

Pada awal penyebaran Islam, Rasulullah SAW masih menyebarkan agama secara sembunyi-sembunyi. Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para pemeluk Islam dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada mereka tentang prinsip-prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, menerangkan makna dan kandungannya, menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak mereka untuk melaksanakan dan mempraktikkannya. Pada akhirnya Rasulullah SAW memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam.

Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa sepengetahuan siapa pun dari kalangan orang-orang kafir. Rumah milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama sepanjang sejarah Islam, tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama, yaitu Muhammad Rasulallah Saw. Beliau sendiri yang mengajar dan mengawasi proses pendidikan di sana. .

Mengapa harus di rumah Arqam? Rumahnya tersebut berada di pinggiran kota Mekkah, di Bukit Safa. Dan dapat kita bayangkan hiruk pikuknya kota Mekkah yang merupakan kota suci tujuan sentral peziarah agama samawi, sekaligus sebagai salah satu kota transit perdagangan kafilah-kafilah, tentunya kecil kemungkinan orang-orang akan memperhatikan siapa dan apa yang dilakukan orang lain.

Dengan fakta seperti ini, maka dengan menggunakan kediaman Arqam bin Abi Arqam tentunya akan sangat menguntungkan dalam menyebarkan dakwah awal secara sembunyi-sembunyi. Pergerakan yang dilakukan di rumahnya tidak akan mudah dicurigai oleh masyarakat, karena orang-orang tentunya tidak menyangka adanya keterkaitan Rasulullah dengan sahabat yang satu ini.

Justru di sinilah letak kemisteriusan beliau dan sekaligus kelebihan yang dimilikinya, ketidakterkenalannya, orang-orang Mekah tidak ambil pusing dan peduli dengan keadaan di rumah beliau. Terlebih rumahnya yang jauh dari kota terletak di pinggiran. Inilah kemudian menjadi pilihan Rasul untuk memilih tempat tersebut sebagai pusat dakwah awal Islam. Sungguh suatu strategi dakwah yang brilian.

Mungkin ini merupakan sebuahibrahyang dapat kita ambil dari sahabat Rasulullah yang satu ini. Ia merupakan salah satu orang penting dalam proses pergerakan dakwah, namun ia tidak memerlukan sebuah ketenaran. Perannya penting, namun tidak mengharapkan pujian. Seorang penyokong utama sebuah keberhasilan dakwah, namun riwayat hidupnya tidak tersampaikan oleh sejarah. Sungguh sebuah kerja besar yang ikhlas.

Menanti Kematangan

Ada dua kutub yang bergerak diam-diam, merangkak perlahan untuk saling bertemu, pada suatu masa tertentu, di tempat tertentu, dalam suasana dan kondisi tertentu. Itulah ledakan kepahlawanan. Kutub pertama bergerak dari dalam diri, di mana seorang pahlawan mengalami proses pematangan internal. Kutub kedua bergerak dari luar, di mana situasi dan kondisi lingkungan mengalami proses pematangan eksternal. Ledakan kepahlawanan terjadi ketika kedua kutub itu mencapai kematangannya.

Menanti saat-saat kematangan seorang pahlawan sama seperti menanti kematangan buah di pohon. Jika Anda memetiknya sebelum waktunya, buah itu tidak akan terlalu lezat. Namun, jika anda memetiknya tepat pada waktu kematangannya, maka anda akan merasa-kan kelezatan yang tiada tara.

Sultan Murad telah mengangkat puteranya, Muhammad, yang kemudian dikenal dengan nama Muhammad Al Fatih Murad, sebagai raja ketika ia masih berusia 16 tahun. Saat itu, kerajaan mengalami goncangan instabilitas yang hebat di dalam negeri. Pemuda yang berbakat itu ternyata belum saat memimpin.

Akhirnya, sang ayah mengambil-alih kepemimpinan dari sang putera. Akan tetapi, proses pematangan ternyata hanya membutuhkan waktu beberapa tahun lamanya. Di atas usia 20 tahun, Muhammad Al Fatih kembali memimpin. Tepat ketika ia berusia 23 tahun, sang pahlawan telah mewujudkan mimpi 8 abad umat Islam: mimpi membebaskan Konstantinopel. Agaknya inilah rahasia yang menjelaskan, mengapa Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu menanti saat-saat kematangan seseorang, sebelum kemudian diangkat menjadi nabi atau rasul.

Sebagaimana tugas dan peran kenabian, peran pahlawan hanya dapat diemban oleh mereka yang memenuhi syarat-syaratnya. Akan tetapi, perjalanan menuju kematangan terkadang sangat panjang dan berliku. Bahkan, ada kalanya dilalui dalam lumpur yang berbau. Namun mungkin, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menggariskan bahwa sebagian proses kematangan memang harus dilalui di sana.

Hasan Al Banna dan Sayyid Qutb lahir pada waktu yang hampir bersamaan. Menyelesaikan pendidikan tinggi pada universitas yang sama, pada angkatan yang sama, dengan jurusan yang berbeda. Al Banna di jurusan Ilmu Pendidikan, sedangkan Sayyid Quthb di jurusan Sastra Arab.

Setelah tamat, Al Banna langsung mendirikan Ikhwanul Muslimin, sementara Sayyid Quthb justru malang melintang dalam belantara pemikiran jahiliyah moderen yang kompleks. Dua puluh tahun kemudian, Sayyid Quthb mendengar berita penembakan Al Banna di Kairo dari pembaringannya di salah satu rumah sakit Amerika Serikat.

Namun, saat itulah ia mendeklarasikan dirinya sebagai pengikut dan anggota Ikhwanul Muslimin, justru ketika CIA sedang berusaha merekrutnya untuk ditugaskan sebagai pemimpin Mesir.

Dua tokoh itu tidak pernah bertemu, walaupun pernah saling mendengarkan. Suatu saat, salah seorang murid Hasan Al Banna hendak membantah tulisan Sayyid Quthb yang ingin mengembangkan hedonisme dan kebebasan sampai kepada ketelanjangan. Tapi, Al Banna mencegahnya dengan berbagai alasan. Al Banna kemudian berkata sembari meramal, “Tapi, aku melihat ia (Sayyid Quthb) adalah seorang pemuda yang penuh semangat.”

Dan, semangatnya itulah yang kemudian membawanya ke tiang gantungan. Dua tokoh itu menemui takdir yang sama sebagai syahid, dengan liku-liku perjalanan yang sangat berbeda. Saat kematangan setiap pahlawan selalu datang dengan caranya sendiri.

---
Muhammad Anis Matta
Dari buku 'Mencari Pahlawan Indonesia'

Murabbi, Mu'allim, dan Muaddib dan LIQO kita

Sebagai murabbi, pendidik bertugas membimbing anak didik, setahap demi setahap, menuju kesempurnaan sebagai hambaNya.
Sebagai mu’allim, pendidik mengajarkan ilmu dari sumber yg benar, diiringi penanaman rasa takut padaNya, sehingga berbuah amal shalih.

 Sebagai muaddib, pendidik berkewajiban menanamkan adab-adab yg benar lagi baik kepada anak didik, sehingga menjadi perilaku sehari-hari.

Maka, pendidik tidak hanya mengajar. Apalagi hanya sibuk mengejar nilai bagus di rapor. Oleh karena itu, mendidik bukan hanya urusan guru. Bila kita inginkan generasi penerus yang unggul, mendidik harus menjadi urusan KITA.

***


Seperti potongan fragmen kultwit ngomel sohib saya akh Afwan Riyadi. Dichirp oleh M. Luthfie Arie lalu dirapikan Achmad Rochfii Chaniago, berikut kultwit diberi judul: "Liqo Itu Kebutuhan Kita"

 

Alhamdulillah kelompok halaqah nambah terus .. Walau sayang, yg lama anggotanya angot2an datangnya.
Saya ingin katakan bagi ikhwan akhwat yg datang liqo suka angot2an : Harusnya antum bersyukur; ada orang yg bersedia berbagi ilmu dgn antum

Sadarkah antum, murabbi/murabbiyah itu selalu memberikan waktunya untuk antum? Menyisihkan waktu bagi keluarganya?

Lalu dengan enteng, antum yg gak pernah membayarnya untuk mengajari antum itu berkata : afwan bang, ane gak bisa datang liqo.


Itu masih mendingan .. Malah lebih sering yg tanpa kabar berita. Hilang begitu saja.

Lalu sering banget terjadi; kemudian orang2 yg jarang datang liqo ini, bicara yang tidak2 terhadap murabbinya.

"MR ane gak peka. Masak ane gak pernah dateng liqo dibiarin aja, bukannya di telpon kek.
Di SMS kek. Enggak dia diam aja. Mana ukhuwwahnya?"

Lalu mutung tanpa sebab, lalu bicara yg tidak2 tentang jama'ah .. Ini semua pangkalnya 1 : malas datang liqo dgn semua alasan2 yg dibuat2


Ada yg bilang males liqo karena murabbinya gak punya kafa'ah syariah. Saya ingatkan : ini liqo, bukan kelas di Ma'had.


Kalau mau faham syariah, ya ikut kuliah di Ma'had. belajarnya Intensif. Bayar. Masak mau jadi ahli fiqih cuma ikut program gratis pekanan?


Halaqah itu bukan itu. Disini yg dibina adalah fikrah & amal sekaligus. Membersihkan jiwa dari Syirik, mengajarkan hikmah2 yg ada dimana2.

Materi2 dasarnya adalah hal2 yg wajib setiap Muslim memahami & menjalankannya : mengenal Allah, mengenal Rasul, mengenal Islam dsb

Kalau datangnya bolong2; ana kuatir pemahaman yg lengkap ttg apa itu Islam menjadi kurang sempurna.


Sadarkah kita, murabbi/murabbiyah itu terkadang juga berat memberikan waktunya sekali sepekan untuk mendidik kita?

Sementara mereka juga sudah memberikan waktunya sekali sepekan untuk datang ke halaqah-nya sebagai mutarabbi ..

Sementara mereka jg punya banyak tuntutan dakwah dimana-mana. Membina ini itu, mendidik anak istrinya, mengurus keluarganya, mencari nafkah

Dia harus sering muncul di masyarakatnya. Aktif di lingkungannya, aktif di tempat kerjanya, aktif di DPRa & DPC-nya.

Dan kita yg enteng angot2an datang ini mencibirnya : MR ane gak ukhuwwahnya kuran.. Ane jarang masuk gak ditengokin.


Kalo ada ikhwan akhwat yg begini; ane pengen banget kasih cermin guede ke mukanya.

Lha elu, apa ngasih ongkos buat MR lu buat nengokin? Apa ngasih pulsa buat nelpon elu? Apa pernah elu bayar dia tiap liqo?

Kita-nya sendiri yg gak datang tanpa sebab, gak bilang2, wa la salam wa la kalam .. Siapa yg sebenarnya butuh halaqah itu? Kita atau MR?

Ada yg bilang : Maap bang ane jarang datang liqo. Ane lagi sibuk.. Dia kira MR-nya pengangguran apa?? Ane bilang ini penghinaan.


Ada yg bilang : Maap bang ane jarang datang liqo, lagi ngurusin anak. Dia kira MR-nya gak sayang anak apa? Dia kan juga punya anak.

Tapi dia bela2in meninggalkan anak2nya sesaat demi menyampaikan dakwah kepada kita2 ini .. Kok ya gak bersyukur ..

Saya ceritakan beberapa pengalaman kawan2 saya tentan liqo..

Ada ummahat di Kaltim, liqonya beda kabupaten karena tempatnya belum ada. Pergi liqo naik kapal bawa 4 anak2nya yg masih kecil2.


Ada ikhwan di kota kecil di Sumbar, liqo harus ke Padang yg jaraknya 100 km. Dia tiap pekan nginap di Padang cuma untuk liqo.

Ada ustadz di Pekanbaru, diminta membuka dakwah di suatu kabupaten. Gak punya ongkos, dia tiap pekan pergi numpang truk buat ngisi liqo.


Ada temen liqo ane sendiri, dulu membina di Serang skrg lagi kuliah di Depok. Binaan2nya rela naik motor kerumahnya buat liqo sepekan sekali

Mereka gak mau dipindahin. Daripada bubar ditantang : ya sudah kalo maunya liqo sama ane; datang ente ke Ciputat. Eh beneran datang terus

Orang2 macam begini ini, yg setiap langkahnya menuntut ilmu selalu diiringi doa oleh mahluq2 Allah ..

 

Eeeh kita2 datang liqo males2an. Trus mengeluh : kok ummat Islam ini gak menang2 ya? Ya gimana mau menang? Yg sudah sadar aja males2an.
Dateng liqo males2an; trus bilang : Ane gak dapet apa2 di liqoan. Ya gimana mau dapet kalo datang aja bolong2??

Ane gak marah .. Cuman bahasanya ane tegasin biar yg dateng liqo males2an bisa sadar.


Dulu ane pernah "debat" sama mantan ikhwah. Dia banyak menyerang pandangan2 ikhwan ttg suatu masalah. Ternyata 1 masalahnya : dia suka bolos

Ya kalo suka bolos, lalu jadi nggak paham manhaj-nya, lalu menyalahkan manhaj itu .. Itu sih menurut ane jahil murakkab .. kebodohan kuadrat

Menyalahkan manhaj --> itu jahil. Karena gak paham --> itu jahil. Gak paham karena bolos melulu --> itu jahil.

Ada mantan ikhwan yg bilang "Ane mau liqo kalo murabbi-nya kayak DR.Hidayat Nur Wahid" .. emang lu siapee? (^o^)

DR.Hidayat Nur Wahid cuma 1. DR.Surahman cuma 1. Ust. Rahmat Abdullah cuma 1 & sudah wafat. Kalau hanya mereka yg membina, mau sekuat apa?


Dia ternyata liqo selama itu masih gak paham juga, bahwa liqo itu bukan semata thalabul'ilmi. Liqo itu ta'akhy; persaudaraan,

Ust.Rahmat Abdullah (alm) dulu pernah cerita; di Medan th 90-an, ada tukang becak yg jadi murabbi bagi seorang doktor.

So what? Apakah seorang doktor harus selalu lebih mulia dibanding tukang becak? Apakah dia tak bisa belajar apapun dari tukang becak?

Udah dulu yak
---

membangun KEJUJURAN

Di sebuah supermarket, sepasang suami istri membawa seorang anak yang berusia sekitar empat tahun. Karena badannya kecil sang anak masih didudukkan di sebuah troli. Ketika mereka mengantri dan sudah berada di posisi dekat kasir, si anak meminta susu yang ia lihat di keranjang orang lain.
"Aku mau susu coklat itu!" rengek si anak.
"Aduh, rak susunya jauh di sana!" seru ibu seraya pandangannya menyapu supermarket yang sangat besar dan luas tersebut. Si ibu, berkata pada suaminya, "Papa saja yang ambil sana!"
Si bapak yang posisinya ada di depan troli berkata, "Tidak mau, aku posisinya di sini, susah lewatnya, Mama saja yang ke sana!"

Si ibu yang merasa sudah lelah menolak, "Aduh jauh sekali, capek! Aku nggak mau!" Bapak dan ibu tersebut saling tolak-menolak, sedangkan si anak terus merengek minta susu coklat sambil menunjuk keranjang yang pemakainya entah sedang ke mana.

Tiba-tiba si ibu mempunyai ide dan berkata pada anaknya, "Ambil saja, ambil saja dari keranjang itu!" Si ayah kemudian menimpali, "ya sudah ambil saja, kan belum dibayar!" sambil menurunkan anaknya dari troli. Ibu dan bapak tersebut menyuruh anaknya mengambil barang dari keranjang orang lain. Namun anaknya ragu-ragu. "Sudah, ambil cepetan, kasihkan Papa ke sini!"

Bagi para orang tua balita mungkin kerap mengalami hal yang serupa dengan kasus di atas. Sang anak menginginkan sesuatu, di saat situasi dan kondisi sulit. Dalam posisi yang terjepit, banyak orang tua mengambil jalan pintas untuk memenuhi keinginan anaknya.

Alasan lelah dan tidak mau repot, kerap membuat orangtua mengabaikan hal yang prinsip.
pasangan orangtua di atas beranggapan bahwa susu tersebut belum dibayar orang lain, sedangkan mereka akan membayar susu coklat itu di kasir. Saat ia memindahkan susu tersebut dari keranjang orang lain ke troli mereka, dianggap bukan termasuk pelanggaran.

Namun orangtua tersebut lupa bahwa cara ia mengambil barang di keranjang orang lain tanpa ijin bukan cara yang benar. Capek bukan alasan untuk melakukan hal yang tidak benar.

Banyak orangtua yang tidak sadar akibat yang terbangun dalam otak anaknya kala mereka mengambil satu langkah dan tindakan untuk memenuhi keinginan atau untuk menghentikan rengekan anaknya.

Anak sesungguhnya belajar banyak hal dari ucapan, tindakan, dan cara mengambil keputusan orangtuanya. Ia membangun pengertian detik demi detik dari semua yang dilakukan orang di sekelilingnya terutama kedua orangtuanya.
pada kejadian di atas, anak secara tidak langsung diajari oleh kedua orangtuanya bahwa dalam situasi yang sulit, lelah, terburu-buru, boleh mengambil hak orang lain. Mereka lupa bahwa cara yang mereka lakukan adalah salah dan akan merugikan orang lain. Ajaran Islam jelas-jelas melarang hal yang demikian.
 
Boleh jadi, suatu ketika sang anak mengambil sesuatu milik orangtuanya tanpa ijin. Sang orangtua marah besar pada anaknya. Mereka lupa, bahwa mengambil sesuatu tanpa ijin telah diajarkan sama-sama oleh ibu dan bapaknya ketika anak mereka masih kecil.

[penulis: Ida S. Widayanti, Sumber: Majalah Hidayatullah edisi 10/XXI Februari 2009]

belajar dari rumah tangga Asma binti abu bakar dan Zubair

Mari kembali mengurai kisah agung para sahabat Rasulullah Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Agar kita tak kehilangan semangat dan teladan dalam kebaikan. Karena kisah yang telah mereka ukir dalam lembaran sejarah dengan tinta emasnya, adalah oase yang tak pernah kering termakan zaman. Kisah mereka akan agung, hingga kiamat menjelang. Sebuah teladan kebaikan yang tak akan pernah usang.

Asma’ binti Abu Bakar adalah salah seorang shahabiyah terbaik. Meski ibu kandungnya (Qatilah) adalah seorang kafir dan mati dalam keadaan belum sempat beriman, ketakwaan Abu Bakar terwarisi dengan sangat baik dalam dirinya. Selain menjadi salah satu pemeran utama dalam tim sukses hijrah Rasulullah ke Madinah, banyak teladan yang bisa kita timba dari pribadi luar biasa ini.

Dari Asma’, kita diberitahu tentang akhlak seorang anak kepada orangtua (ibunya) yang kafir. Dari dirinya, kita juga dapati teladan tentang menutup aurat. Melaluinya, kita diberitahu banyak hal tentang kesungguhan, kedermawanan, kecerdasaan dan ketaatan kepada suaminya.

Asma’ pun berjodoh dengan Zubair bin Awwam. Salah seorang pengawal setia Rasulullah dan masuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Meskipun, dia adalah sosok yang miskin harta.

Tentang pernikahannya, Asma’ bertutur, “Ketika Zubair menikahiku, ia tidak memiliki seorang budak atau harta sedikit pun. Ia hanya memiliki seekor kuda.” Mari catat baik-baik. Wanita semulia Asma’ mau dinikahi oleh sahabat miskin tak berharta. Karena kemuliaannya, dia menerima suaminya yang bagus iman dan takwanya. Bukan sekedar jabatan, keturunan atau asesoris duniawi lainnya.

Bersebab tak memilik budak, Asma’ sering melakukan pekerjaan-pekerjaan berat. Pun, yang bisa dilakukan oleh kaum lelaki. Katanya melanjutkan, “Maka akulah yang memberi makan kudanya, memelihara dan menanggung biaya perawatannya, menumbuk biji-bijian sebagai bahan makanannya serta menyiapkan air untuk minumannya.” Cintanya karena Allah, menghasilkan ketaatan dalam kebaikan. Dia menyadari bahwa suaminya sibuk mencari nafkah dan berdakwah. Maka dirawatlah kuda yang dijadikan tunggangan suaminya dalam berjihad.

Ia juga sosok yang piawai dalam menyiapkan makanan bagi suaminya, sesuai dengan kemampuan terbaiknya. Dan tak segan meminta bantuan dari wanita lainnya untuk hal yang tak bisa dikerjakannya. Katanya, “Aku yang membuat adonan roti. Namun, aku tak mahir membuat roti. Maka, beberapa wanita Anshar yang membuatkan roti untukku. Mereka semua adalah wanita yang jujur.” Banggalah jika anda menjadi wanita rumahan yang selalu mempunyai waktu dan antusiasme yang tinggi dalam menyediakan makanan untuk suami tercinta. Sebab masakan istri, adalah masakan berbumbu cinta dan ketulusan. Sehingga enak di mulut, sehat di badan, dan menambah ikatan cinta antara dia dan suaminya.

Yang lebih mencengangkan, Asma’ sering membawa biji-bijian hasil kebun suaminya yang merupakan pemberian Rasulullah. Hingga suatu ketika, bersebab bertemu dengan rombongan Rasulullah sepulangnya dari kebun, Asma’ mendapat kemuliaan dengan didudukkan di atas unta Nabi mulia itu.

Biasanya, Asma’ membawa biji-bijian dari kebun suaminya dengan berjalan kaki. Biji-bijian itu diletakkannya di atas kepala. Jarak antara kebun dan rumahnya sejauh dua pertiga farsakh. Satu farsakh setara dengan 3 mil. Sedangkan 3 mil setara dengan 1,6 kilometer. Sehingga, jarak yang ditempuh oleh Asma’ ketika membawa biji-bijian hasil kebun suaminya, setara dengan 3 kilometer lebih.

Begitulah pernikahan yang menyejarah. Tak ada gemerlap lampu pesta atau tamu undangan yang buka-bukaan aurat di dalamnya. Dasarnya cinta karena Allah, niatnya karena-Nya, yang ditempuh adalah jalan Nabi-Nya. Maka dari pernikahan barokah itu, lahirlah Abdullah bin Zubair yang kelak menjadi salah satu khalifah kebanggaan Islam.[] 
 
 
dari milis...

Rabu, 19 November 2014

Pakailah DASI-mu



Tersebutlah kisah tentang seorang pengembara yang tersesat di tengah padang pasir yang luas bagai tak bertepi. Sang pengembara berjalan seorang diri tanpa arah yang pasti. Sendiri di tengah samudera pasir menunggu maut. Kawan-kawan dan ontanya telah beberapa saat yang lalu mati. Rasa haus dan putus asa telah membunuh mereka. Matahari serasa menempel di punggung. Sementara pasir serasa bara. Keringat dan air mata berlomba untuk menghibur sang pengembara. Satu harapan yang ada di dadanya, hanyalah bertemu manusia yang dapat membantunya melepaskan diri dari jepitan maut ini. Dan untuk itu ia berjalan meraba takdir yang ditentukan Tuhan untuknya, tanpa makanan dan air.

Rupanya Tuhan menjawab problemnya sebelum ia sempat berdoa. Di kejauhan tampak seorang berjalan mendekat. Senyum berat sedikit menghiasi wajah putus asa itu. “Apa yang terjadi saudaraku? Anda tersesat?”, tanya orang asing itu kepada sang pengembara. Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Dan pengembara tidak lagi merasa perlu menjawabnya, melainkan segara mengajukan sebuah pinta. “Anda punya air?”, sembari membuka pundi-pundinya. Gemerincing uang emas menggoda selera siapapun yang mendengarnya. “Saya beli dengan ini”, tegas sang pengembara.

“Maaf tuan”, jawab orang asing itu. Sebuah introduksi yang mereduksi harapan sang pengembara. “Saya hanya seorang penjual dasi, jika tuan sudi, belilah beberapa dasi ini” jawab orang asing yang ternyata seorang pedagang keliling ini. Promosi tentang kualitas, harga dan prestise yang ditawarkan oleh pedagang dasi itu, tidak cukup untuk menghalangi langkah sang pengembara untuk segera pergi. Dengan hati mendongkol, ia tinggalkan penjual dasi itu. Lagi-lagi ia berjalan tanpa arah menuju kematiannya.. 

“Tuhan berpihak padaku” teriaknya ketika sebuah restoran mewah kini tepat berada dihadapannya. Daftar menu segera terbayang dan otaknya sibuk memilih makanan yang hendak disantapnya. Sesibuk itu pula mulutnya mengatur aliran air liur yang tiba-tiba muncul. “Maaf pak, anda dilarang masuk” bodyguard restoran itu menghalangi sang pengembara tepat di pintu masuk. “Kami hanya menerima tamu berdasi” lanjutnya tanpa menunggu respon sang pengembara.

Kisah itu hanya sekedar kisah.  Kita mungkin sudah berulangkali membacanya.. Tetapi jika problem ini kita hadapi, apa yang akan kita lakukan?.

Banyak! Kita bisa berpindah restoran. Atau bergeser beberapa langkah terlebih dahulu untuk menemukan toko dasi. Atau jika pundi-pundi kita banyak, kita bisa membeli saham restoran itu sekaligus memecat sang bodyguard. Kalaupun tidak, kita bisa menyisihkan beberapa keping receh sambil kasak-kusuk dengan sang bodyguard. Jika harga oke, tiket masuk bukan suatu yang mustahil.

Namun jika kita mengubah sedikit saja setting kisah di atas. Misalnya dengan mengubah restoran itu dengan surga. Dan bodyguard itu adalah malaikat penjaganya. Serta kita adalah sang pengembara. Sementara kehidupan kita adalah padang pasir dalam kisah di atas. Bagaimana kita menyelesaikan problem itu?. Sementara surga Allah tak terbeli dan malaikat Allah tak kenal kompromi. Lalu apa yang akan kita lakukan, sedangkan kita hadir tanpa ‘dasi’.

Sholat dan puasa kita atau infaq dan amal sholeh kita mungkin ‘dasi’ yang tampak tak bermakna saat ini. Padahal ia adalah tiket kita ke surga. Kesungguhan kita kepada pendidikan keluarga dan anak-anak boleh jadi adalah ‘dasi’ kita yang merupakan password bagi kita kelak. Sikap menghargai sesama, sikap menghormati mereka yang lemah, sikap taat, dan segenap sikap mulia lainnya mungkin seperti dasi di gurun pasir itu sekarang.

Bagaimana kita bisa meremehkan semua itu? Apakah karena semua itu tampak tak berharga saat ini? Ataukah karena ada yang lain yang tampak lebih berharga? Semoga semua amal sholeh kita adalah ‘dasi’. Dan ‘dasi’ itulah yang menjadi ciri-ciri pengunjung surga kelak.

Dan semoga Allah tak mengenalkan rasa bosan kepada kita dalam upaya membeli ‘dasi-dasi’ yang telah diperjualbelikan-Nya sejak saat ini. Aamiin.
 --

repost dari milis

Selasa, 18 November 2014

episode KEJUJURAN

Hari-hari menjelang kedatangan Rasulullah SAW dari Tabuk sangat menegangkan. Setidaknya bagi Ka’ab bin Malik. Kalau saja ia berada dalam rombongan Rasulullah, tentu lain ceritanya.

Seperti biasa, setiap pulang dari perjalanan, Rasul lebih dulu ke masjid. Ternyata, sekitar 80-an orang munafik telah menunggu di sana. Mereka memohon kepada Rasulullah agar meminta ampunan kepada Allah karena tidak ikut perang. Mereka juga berharap agar Rasul sendiri mau memaafkan. Permintaan itu dikabulkan Rasul. Tapi, tiba-tiba wajah beliau berubah merah. Seulas senyum sinis tersungging, ketika Ka’ab bin Malik menemuinya. “Mengapa kamu tidak ikut ke Tabuk? Bukankah kamu telah membeli kendaraan untuk itu?" tanya Rasulullah. Wajar Rasulullah bersikap seperti itu. Ka’ab termasuk jajaran para sahabat terhormat, punya track record yang baik sebagai penulis wahyu, dan relatif tanpa cacat nama baik. Tidak ikut ke Tabuk menjadi sesuatu yang tak logis untuk ukuran seorang kader yang ditarbiyah oleh Rasul.

Ka’ab terdiam. Ia sudah menduga pertanyaan itu muncul. Itulah detik-detik penuh konflik dalam batinnya. Bukan tak mampu beralasan. Ia bisa melakukan itu, karena – seperti katanya sendiri – ia diberi kemampuan berargumentasi yang baik. Tapi, masalahnya ia bermuamalah dengan Allah SWT dan berhadapan dengan Rasul Allah. Dalam situasi seperti itu, biasanya lahir dorongan untuk berdusta. Demi mempertahankan “air muka" atau “kebesaran" atau “kehormatan” atau “wibawa” atau, "nama baik.”

Bentuk kedustaan bisa beragam. Yang paling sering muncul adalah rasionalisasi kesalahan, yaitu kecenderungan membenarkan kesalahan dengan alasan apapun. Atau dalam ungkapan Al-Qur’an “akhadzathul izzatu bil itsmi” (ia dipaksa oleh keangkuhan untuk membela dosanya). Konflik batin, itulah yang dirasakan Ka’ab bin Malik.
Namun apa jawaban Ka’ab? “Wahai Rasulullah, andaikan aku berhadapan dengan selain engkau, aku yakin dapat meloloskan diri dengan satu alasan. Namun, andaikan aku berdusta kepadamu yang membuatmu ridha padaku, aku khawatir Allah akan membuatmu marah padaku (dengan mengungkap kedustaan ini melalui wahyu). Wahai Rasulullah, jika aku jujur padamu, dan itu membuatmu marah padaku, aku masih bisa berharap agar kelak Allah mengampuni dosaku.”

Ka’ab telah melewati jenak-jenak penuh pertarungan itu, melewati detik-detik menegangkan, sangat berat, Dan ia menang. Ia mengalahkan dirinya sendiri, dan memenangkan kejujuran imannya atas dusta dan kemunafikan. "Orang-orang ini benar-benar telah berkata jujur," ucap Rasulullah. Selanjutnya, ia berkata, “Wahai Ka’ab, berdirilah sampai Allah memutuskan sesuatu untukmu.”Akhirnya Ka’ab mendapat hukuman, dikucilkan secara sosial selama 50 hari. Tapi itu lebih ringan ketimbang beratnya pertarungan memenangkan kejujuran iman.

Kita semua akan menghadapi detik-detik seperti itu. Dan, kita bisa menang jika di saat seperti itu menyadari bahwa kita hanya bermu’amalah dengan Allah, yang mengetahui pengkhianatan mata dan segala yang tersembunyi dalam dada. Bukan dengan manusia, yang mudah dibohongi, atau bahkan senang dibohongi. Itulah yang membuat kejujuran bernilai lain di mata Allah SWT. Itu pula sebabnya, mengapa banyak di antara kita yang selalu gagal di etape ini. 

Wallahu a'lam.

teori TABAYUN ala Socrates

Socrates terkenal memiliki pengetahuan yang tinggi dan sangat terhormat.

Suatu hari seorang kenalannya bertemu dengan filsuf besar itu dan berkata,
"Tahukah Anda apa yang saya dengar tentang teman Anda?" ...

"Tunggu sebentar," Socrates menjawab.
"Sebelum Anda menceritakan apapun pada saya, saya akan memberikan suatu test sederhana yang disebut Triple Filter Test".

Filter petama adalah KEBENARAN.
"Apakah Anda yakin bahwa apa yang akan Anda katakan pada saya itu benar?"
"Tidak," jawab orang itu, "Sebenarnya saya HANYA MENDENGAR tentang itu."
"Baik," kata Socrates. "Jadi Anda tidak yakin itu benar".
"Baiklah sekarang saya berikan filter yang kedua".

Filter ke 2, KEBAIKAN.
"Apakah yang akan Anda katakan tentang teman saya itu sesuatu yang baik?"
"Tidak, malah sebaliknya...", jawab orang itu
"Jadi," Socrates melanjutkan, "Anda akan menceritakan sesuatu yang buruk tentang dia, tetapi Anda tidak yakin apakah itu benar. Anda masih memiliki satu kesempatan lagi, masih ada satu filter lagi, yaitu filter ke 3".

Filter ke 3, KEGUNAAN.
"Apakah yang akan Anda katakan pada saya tentang teman saya itu berguna bagi saya?"
"Tidak, sama sekali tidak.", jawab orang itu.
"Jadi," Socrates menyimpulkannya,
"Bila Anda ingin menceritakan sesuatu yang belum tentu benar, bukan tentang kebaikan,dan bahkan tidak berguna, mengapa Anda harus menceritakan itu kepada saya?"

Itulah mengapa Socrates dianggap filsuf besar dan sangat terhormat.

Gunakanlah triple filter test
setiap kali kita mendengar/Menyampaikan
sesuatu tentang apapun termasuk tentang kawan kita.
Di saung, dan atau di manapun...

Jika
bukan KEBENARAN,
bukan KEBAIKAN, dan
tidak ada KEGUNAAN positif,
tidak perlu kita terima atau kita sampaikan.

Dan apabila kita terlanjur mendengarnya,
jangan teruskan pd org lain.
Karena,.. jika diteruskan, maka..
Apabila berita itu benar,
artinya kita melakukan ghibah, dan
apabila berita itu salah,
artinya kita telah melakukan fitnah.
Naudzubillah..

Mutiara HIKMAH


من لازم ذكر الله، قطعه عن كل شيء سواه
Barangsiapa yang melazimkan dzikrullah, maka Allah akan memutuskan dia dari segala sesuatu selainNYA.
لا تكون عبدا لله، وأنت تميل إلى شيء سواه
Engkau tidak akan menjadi hamba bagi Allah sedang engkau cenderung (hati) kepada sesuatu yang selainNYA.
الحقيقة لا ينطق بها لسان، بل هي ذوق ووجدان
Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).
من عرف الحق، استغنى به عن الخلق
Barangsiapa telah mengenal al-Haq (Allah), maka ia tidak lagi memerlukan makhluk.
من توكل على الله في جميع أموره ووالاه، أتاه برزق من حيث لا يحتسب وتولاه
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah dalam semua urusan dan taat setia kepadaNYA, maka Allah akan mendatangkan rezekinya dari sumber yang ia tidak sangka-sangka dan Allah akan melindunginya.
لا تصحب من الإخوان إلا صادق اللسان
Janganlah engkau bersahabat kepada teman-teman melainkan yang jujur perkataannya.
أكل الشبهات يورث في القلب القساوات
Memakan yang subhat itu dapat mewariskan hati yang keras.
 
من قنع من الدنيا باليسير، هان عليه كل عسير
Barangsiapa yang menerima hatinya (qana’ah) dengan dunia (harta) yang sedikit, maka akan mudah baginya segala kesulitan.
 
التوبة هي ترك الإصرار وملازمة الاستغفار
Taubat itu ialah meninggalkan kebiasaan membuat dosa serta melazimi istighfar.
 
من أصدق توجهه إلى الله، أعطاه الله كل ما يتمناه
Sesiapa yang jujur penumpuan hatinya menghadap kepada Allah (sidq tawajjuh) maka Allah akan memberikannya segala yang ia harapkan.
 
من خاف الله مولاه، خاف منه كل ما سواه
Barangsiapa yang takut kepada Allah sebagai Tuhannya, maka akan takut kepadanya segala yang selainNYA.

Senin, 17 November 2014

antara SOMBONG dan Percaya Diri

seringkali kita mendengar dan mengatakan kata SOMBONG..
bahkan tidak jarang kita menyematkan predikat sombong kpd seseorang.

agar kita 'ga salah' dalam memahaminya, sebenarnya apa sih yg dimaksud dg sombong itu ?

Apa perbedaannya antara percaya diri dan sombong?

Apakah orang sombong itu menunjukan kepercayaan diri yang tinggi atau justru lemah?
Apakah orang yang memiliki cita-cita melebihi cita-cita kita bisa disebut sombong?

Pertanyaan ini perlu dijawab dengan tuntas agar kita terhindar dari sikap sombong...

mari kita perhatikan ayat quran dan hadits berikut ini :

Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi) nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang berserah diri“. (QS.An Naml:30-31)

Dari Iyadl Ibnu Himar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri, sehingga tidak ada seorang pun menganiaya orang lain dan tidak ada yang bersikap sombong terhadap orang lain.” (HR.Riwayat Muslim.)

Dari ayat dan hadits di atas, ada satu kata yang mengikuti kata sombong, yaitu terhadap…...

Artinya kata sombong bersifat komparatif, yaitu membandingkan dengan orang (makhluk) lainnya.

Artinya kesombongan bermakna dalam hal merasa lebih tinggi, lebih baik, lebih benar atau lebih lainnya dengan orang atau makhluq lainnya.

Dia merasa lebih hebat daripada orang lain. Bahkan banyak yang merasa lebih hebat dibanding Nabi, sehingga tidak mendengar apa yang dikatakan oleh para Nabi.

cukuplah petuah Rasulullah saw berikut ini sebagai tadzkiroh buat kita :

"tidak akan masuk surga, org yg didalam hatinya ada rasa KIBR meski sebesar dzarrah..
rasul ditanya : apa kibr itu ya Rasulullah ?
jawab Rasul : Kibr adalah menolak kebenaran dan merendahkan/meremehkan org lain..

betapa sering kita terjerumus kedalam penyakit kibr ini...
kita sering menolak kebenaran, hanya gara2 yg menyampaikan kebenaran itu dari org yg kita benci,, atau dari org yg 'tidak selevel' dg kita.
kita juga sering merendahkan atau meremehkan org lain..

padahal kita paham, bahwa yg mulia di sisi Allah adalah yg paling bertaqwa.. bukan yg paling cakep/ganteng/cantik, paling pintar, paling kaya, dll

Ayah Hebat

Tentang Ayah Hebat..
Empat anak siswa SD berbincang saat jam istirahat, tentang ayah mereka.

Edi : "Ayahku hebat. Ia pilot pesawat terbang. Tiap hari ayahku mengelilingi Indonesia dengan pesawatnya".

Andi : "Ayahku lebih hebat. Ia bisnis eksport import. Tiap hari ia mengurus bisnisnya ke berbagai negara, bukan hanya Indonesia".

Eko : "Ayahku lebih hebat. Ia bekerja di PBB. Tiap hari ia keliling dunia, bukan hanya ke berbagai negara".

Amin : "Ayahku lebih hebat lagi. Ia bekerja di sini saja, di SD ini, sebagai petugas kebersihan".

Edi, Andi dan Eko tertawa bersama. "Apanya yang hebat dari ayahmu, kalau ia hanya bekerja menjadi petugas kebersihan di sini?"

Amin : "Ayahku selalu ada untukku. Aku berangkat dan pulang sekolah bersama ayah. Waktu di rumah, aku bisa bermain bersama ayah. Di sekolah pun, aku selalu melihat ayahku bekerja. Aku senang di dekat ayah".

Amin sangat merasakan kehadiran ayah di dekatnya. Ia bangga memiliki ayah yang terus ada untuknya. Bukan ayah hebat yang tidak pernah di rumah. Bukan ayah hebat yang tidak pernah sempat mengantarkan anak ke sekolah. Bukan ayah hebat yang tidak pernah dirasakan kehadirannya oleh anak-anak, karena kesibukan kerja.

Tapi ayah hebat yang selalu dirasakan kehadirannya oleh anak-anak.....


Utk para ayah disini..
Yuk menjadi ayah yg hebat utk anak2 kita..
Singkirkan gajet ketika kita sedang berkumpul dg anak2 n istri kita..
Kecuali utk sesuatu yg memamg sangat urgent.. Itupun hendaknya kita ijin dulu kpd mereka. Krn mereka lebih berhak atas diri dan waktu kita.