sebagai manusia, pastinya kita pernah berbuat
salah...
entah disengaja atau tidak...
kita pu serig menemui org yg berbuat salah kepada kita...
disengaja ataupun tidak...
berbuat kesalahan bukan berarti 'kiamat'
Dalam bahasa arab, terminologi utk kata 'salah' adalah al_khata'
antonimnya adalah ash_shawab..
org yg berbuat salah disebut al_mukhti' atau bisa bisa al_khati'
Al_Mukhti adalah org yg 'ga sengaja' berbuat kesalahan. ia adalah pencari kebenaran yg dalam proses pencarian kebenaran tsb ia melakukan kesalahan...
sementara Al-Khati adalah org yg SENGAJA melakukan kesalahan...
entah disengaja atau tidak...
kita pu serig menemui org yg berbuat salah kepada kita...
disengaja ataupun tidak...
berbuat kesalahan bukan berarti 'kiamat'
Dalam bahasa arab, terminologi utk kata 'salah' adalah al_khata'
antonimnya adalah ash_shawab..
org yg berbuat salah disebut al_mukhti' atau bisa bisa al_khati'
Al_Mukhti adalah org yg 'ga sengaja' berbuat kesalahan. ia adalah pencari kebenaran yg dalam proses pencarian kebenaran tsb ia melakukan kesalahan...
sementara Al-Khati adalah org yg SENGAJA melakukan kesalahan...
Berbuat kesalahan bukanlah suatu akhir perjalanan
hidup kita walau kesalahan itu amatlah besar. Dalam menghadapi kesalahan tak
sedikit yang putus asa, depresi bahkan berani untuk mengakhiri hidupnya. Dari
sini para pakar psikologi, filsafat dan sosial mencari solusi untuk
memecahkannya. Namun usaha mereka terbilang nihil bahkan keadaan pun seolah
semakin memprihatinkan. Maka sudah saatnya kita selaku muslim untuk kembali pada
metode yang telah dicontohkan oleh panutan dan idola kita (Nabi Muhammad SAW)
dalam menyikapi kesalahan.
fokus pada SOLUSI....
demikian yg dilakukan Rasulullah saw ketika menyikapi kesalahan yg dilakukan para sahabatnya....
Rasulullah memandang sebuah kesalahan dengan kacamata solusi, bukan kacamata masalah...
Rasulullah selalu menghadapi kesalahan dengan jiwa yang teduh dan tenang, tak jarang ia pun menyambutnya dengan senyum.
Hal ini tak terlepas dari dua hal.
demikian yg dilakukan Rasulullah saw ketika menyikapi kesalahan yg dilakukan para sahabatnya....
Rasulullah memandang sebuah kesalahan dengan kacamata solusi, bukan kacamata masalah...
Rasulullah selalu menghadapi kesalahan dengan jiwa yang teduh dan tenang, tak jarang ia pun menyambutnya dengan senyum.
Hal ini tak terlepas dari dua hal.
Pertama, karena kasih sayang (rahmah) yang sudah merasuk pada jiwanya yang suci. “Tidaklah kami utus engkau selain sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Ia selalu memandang orang yang salah sebagai manusia biasa dengan kemungkinan ia sedang berada dalam keadaan terpuruk dan jatuh hingga membutuhkan orang yang menegakkan dan menopangnya bukan orang yang mencela atau menghardiknya.
Kedua, karena ia menganggap bahwa kesalahan merupakan hal yang sangat manusiawi, dan it bisa terjadi pada setiap orang, siapa pun dia.
Beberapa contoh “terapi” Rasul terhadap kesalahan
telah dicantumkan oleh DR Rojib Sirjani dalam bukunya Nuqtoh, Wa Min
Awwalis Satr (Cukup, Mulailah lembaran baru).
Secara garis besar penulis buku ini membagi metode Rasul ini dalam tiga poin besar; metode Rasul dalam menghadapi kesalahan orang-orang yang tidak tahu (jahil), menghadapi kesalahan orang yang berdosa (mudznib) dan menghadapi kesalahan yang mengarah pada diri Rasul sendiri.
Secara garis besar penulis buku ini membagi metode Rasul ini dalam tiga poin besar; metode Rasul dalam menghadapi kesalahan orang-orang yang tidak tahu (jahil), menghadapi kesalahan orang yang berdosa (mudznib) dan menghadapi kesalahan yang mengarah pada diri Rasul sendiri.
Ketidaktahuan (jahl), walau merupakan hal tercela
yang hanya disebutkan dalam Al-Quran untuk mencela dan menghina namun setiap
manusia pasti memiliki sifat ini. Karena seseorang mungkin tahu hal a namun ia
tidak mengetahui hal b, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi ketidaktahuan yang
dilarang di sini adalah ketidaktahuan kita terhadap hal-hal yang sudah
semestinya diketahui dalam agama.
Suatu ketika seorang badui datang ke masjid kemudian ia shalat. Usai shalat Rasul memintanya untuk mengulangi shalatnya. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali, namun jawaban Rasul hanya satu irji’ fa sholli fainnaka lam tusholli (ulangi kemudian shalatlah kembali karena kamu belum melaksanakan shalat). Akhirnya si badui menyerah dan menyatakan bahwa hanya itulah yang ia bisa. Lalu Rasul menjelaskannya tata cara shalat yang benar.
Suatu ketika seorang badui datang ke masjid kemudian ia shalat. Usai shalat Rasul memintanya untuk mengulangi shalatnya. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali, namun jawaban Rasul hanya satu irji’ fa sholli fainnaka lam tusholli (ulangi kemudian shalatlah kembali karena kamu belum melaksanakan shalat). Akhirnya si badui menyerah dan menyatakan bahwa hanya itulah yang ia bisa. Lalu Rasul menjelaskannya tata cara shalat yang benar.
Dari cerita ini kita melihat bagaimana Rasul
menyikapi kebodohan orang yang tidak tahu. Beliau
tidak pernah menghina atau berbuat kasar padanya. Beliau hanya memintanya
mengulangi shalat, kemudian menyampaikan pengetahuan secara tenang, penuh kasih
sayang dan sangat beradab.
Imam Bukhari dan Muslim mencantumkan sebuah hadits dari Anas bin Malik yang menceritakan kisah seorang badui yang datang ketika Rasul sedang bersama para sahabatnya. Tiba-tiba ia (badui) kencing di dalam masjid. Tak elak para sahabat pun melarang dan mencegahnya. Rasul segera menginstruksikan para sahabatnya untuk tidak memotong kencingnya dan membiarkannya hingga selesai. Akhirnya mereka pun membiarkannya hingga usai. Lalu Rasul memanggilnya dan menasihatinya bahwa ini adalah masjid di mana seseorang tidak boleh mengencingi dan mengotorinya. Ia merupakan tempat untuk dzikir, shalat dan baca Al-Quran. Rasul hanya memerintahkan seorang sahabatnya untuk mengambil seember air dan menyiram bekas kencing tadi.
Imam Bukhari dan Muslim mencantumkan sebuah hadits dari Anas bin Malik yang menceritakan kisah seorang badui yang datang ketika Rasul sedang bersama para sahabatnya. Tiba-tiba ia (badui) kencing di dalam masjid. Tak elak para sahabat pun melarang dan mencegahnya. Rasul segera menginstruksikan para sahabatnya untuk tidak memotong kencingnya dan membiarkannya hingga selesai. Akhirnya mereka pun membiarkannya hingga usai. Lalu Rasul memanggilnya dan menasihatinya bahwa ini adalah masjid di mana seseorang tidak boleh mengencingi dan mengotorinya. Ia merupakan tempat untuk dzikir, shalat dan baca Al-Quran. Rasul hanya memerintahkan seorang sahabatnya untuk mengambil seember air dan menyiram bekas kencing tadi.
Rasul juga memberikan contoh pada kita bagaimana
mengoreksi dan menegur kesalahan orang yang berbuat
dosa (mudznib). Perbedaan antara pembahasaan ini dengan sebelumnya adalah
pembahasan yang lalu sang pelaku tidak tahu bahwa yang dilakukannya adalah salah
berbeda dengan pembahasan ini di mana sang pelaku mengetahui bahwa perbuatannya
salah namun ia tetap sengaja melakukannya.
Walau adat dan agama sebenarnya tidak menyalahkan
siapa saja yang menghukum orang yang salah dengan
hukuman yang setimpal bahkan ia juga mencela pelakunya karena orang yang melakukan perbuatan ini sadar dan sudah
mengetahuinya apalagi bila ia juga ternyata mengetahui hukuman perbuatannya itu.
Namun kita akan mendapatkan pemandangan yang berbeda ketika kita memperhatikan
cara Rasul berinteraksi dengan golongan kedua ini.
Kisah pertama diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim
tentang seorang lelaki yang menggauli istrinya pada siang hari bulan Ramadhan.
Rasul memberikan solusi padanya dengan tiga alternatif; membebaskan budak, puasa
dua bulan berturut-turut dan memberi makan enam puluh orang miskin. Lelaki tadi ternyata tidak menyanggupi
ketiga alternatif ini. Rasul kemudian terdiam sejenak hingga ada seseorang yang
memberikan sekantung kurma. Lelaki tadi kemudian diperintah untuk
menyedekahkannya. Tanpa disangka ternyata lelaki tadi tidak mendapat orang yang lebih miskin darinya. Serentak Rasul pun
tertawa hingga terlihat giginya kemudian ia memerintahkan pemuda tadi untuk
memberi makan kurma itu pada keluarganya.
Dari kisah ini sangatlah tampak bagaimana Rasul
menyikapi kesalahan, termasuk yang sengaja dilakukan sang pelaku. Kita dapat
menyaksikan kasih sayangnya yang begitu besar pada umatnya. Di mana orang yang sudah jelas melakukan kesalahan besar dengan
sengaja bahkan ia juga tak mampu untuk melaksanakan hukuman yang diberikan
padanya. Namun tanpa disangka akan terjadi happy ending di mana ia tidak
mendapat balasan yang setimpal dari kesalahannya malah mendapat nikmat yang
dapat dibagikan pada keluarganya. Sungguh engkau diutus sebagai rahmat bagai
seluruh alam wahai Rasulullah SAW.
Keadilan memang derajat yang agung namun kasih
sayang lebih besar derajatnya. Perbedaan dua hal ini tampak dalam dua ayat
Al-Quran. Pertama, Surat Fathir ayat 45, “Dan sekiranya Allah menghukum
manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan
meninggalkan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di muka bumi ini tetapi Dia
menangguhkan (hukum)nya sampai waktu yang sudah ditentukan”.
Kedua, surat Asy-Syura ayat 30, “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahanmu).”
Sungguh adil kiranya bila Allah menghukum para hamba-Nya sesuai dengan perbuatan yang telah mereka lakukan namun kasih sayang-Nya ternyata lebih besar kepada mereka.
Dari sini muncul sebuah pertanyaan, mengapa kita merajam (melempari batu hingga meninggal) orang yang berbuat zina dan ia sudah menikah. Mengapa juga dipotong tangan sang pencuri, dan dibunuh orang yang membunuh orang lain? Bukankah suatu bentuk kasih sayang jika kita memaafkan mereka ?
Kedua, surat Asy-Syura ayat 30, “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahanmu).”
Sungguh adil kiranya bila Allah menghukum para hamba-Nya sesuai dengan perbuatan yang telah mereka lakukan namun kasih sayang-Nya ternyata lebih besar kepada mereka.
Dari sini muncul sebuah pertanyaan, mengapa kita merajam (melempari batu hingga meninggal) orang yang berbuat zina dan ia sudah menikah. Mengapa juga dipotong tangan sang pencuri, dan dibunuh orang yang membunuh orang lain? Bukankah suatu bentuk kasih sayang jika kita memaafkan mereka ?
Sebenarnya ada poin penting yang harus diperhatikan
dan kesalahan ini sering terjadi pada sebagian orang. Di mana mereka memandang para pelaku kejahatan dengan kacamata kasih sayang namun mereka tidak
melakukan itu pada masyarakat yang menjadi imbas dan korban kejahatan itu. Had (hukuman) sebenarnya disyariatkan
sebagai wujud kasih sayang kepada masyarakat, juga terhadap pelaku kejahatan itu sendiri karena ia bisa menjadi sarana
penghapus dosa hingga akan memudahkannya pada hari kiamat.
Manusia mungkin dapat menasihati orang untuk dapat memaafkan dan berlapang dada namun bila ada seseorang yang mulai menyentuh kehormatan dirinya tak jarang mereka akan terlihat sangat marah dan emosi. Pada poin ketiga inilah penulis melontarkan metode Rasul dalam menghadapi kesalahan yang berkaitan dengan diri Rasul sendiri.
Manusia mungkin dapat menasihati orang untuk dapat memaafkan dan berlapang dada namun bila ada seseorang yang mulai menyentuh kehormatan dirinya tak jarang mereka akan terlihat sangat marah dan emosi. Pada poin ketiga inilah penulis melontarkan metode Rasul dalam menghadapi kesalahan yang berkaitan dengan diri Rasul sendiri.
Bunda Aisyah pernah menggambarkan bahwa nabi tak
pernah membalas siapa pun yang meremehkan dirinya namun bila sudah berhubungan
dengan hak dan kehormatan Allah tak segan-segan ia segera membalasnya itupun
karena ketulusannya pada Allah. Dan ini akan banyak kita dapatkan bila kita
membaca sejarah hidup beliau yang luar biasa.
Umar pernah marah dan “menggerutu” terhadap apa yang terjadi pada rumah tangga Rasul dengan istri-istrinya di mana mereka -kadang- menjawab perkataan rasul, mendiamkannya akan tetapi rasul tetap sabar terhadap mereka. Hal ini menunjukkan kasih sayang beliau yang luar biasa pada keluarga khususnya para istri.
Umar pernah marah dan “menggerutu” terhadap apa yang terjadi pada rumah tangga Rasul dengan istri-istrinya di mana mereka -kadang- menjawab perkataan rasul, mendiamkannya akan tetapi rasul tetap sabar terhadap mereka. Hal ini menunjukkan kasih sayang beliau yang luar biasa pada keluarga khususnya para istri.
Begitu pula Rasul selalu bersabar dan sayang
terhadap para sahabatnya. Pernah mereka “kecewa” dengan keputusan Rasul pada
perjanjian Hudaibiyah di mana mereka memandang perjanjian itu sangat tidak
menguntungkan kaum muslimin hingga mereka “memboikot” –secara kebetulan- untuk
tidak bertahallul (memotong rambut karena mereka telah berihram). Namun Rasul
tidak pernah mengungkit-ungkit dan memendam masalah ini hingga akhirnya beliau
bertahallul sendiri kemudian diikuti sebagian sahabat dan pada akhirnya mereka
semua bertahallul.
Tak cukup sampai di sana. Ternyata Umar yang masih penasaran bertanya dan “mendebat” Rasul atas kebijakan yang dinilainya tidak berpihak pada umat Islam. Setelah mendengar jawaban Rasul ternyata Umar tak juga merasa puas. Seolah belum menemukan titik terang Umar pun mengulangi pertanyaan yang sama kepada Abu Bakr. Namun secara kebetulan jawaban Abu Bakr persis dengan jawaban Rasul. Walau bagaimanapun ternyata Rasul tidak pernah mempermasalahkan ini semua dan tak pernah mengungkit-ungkitnya.
Tak cukup sampai di sana. Ternyata Umar yang masih penasaran bertanya dan “mendebat” Rasul atas kebijakan yang dinilainya tidak berpihak pada umat Islam. Setelah mendengar jawaban Rasul ternyata Umar tak juga merasa puas. Seolah belum menemukan titik terang Umar pun mengulangi pertanyaan yang sama kepada Abu Bakr. Namun secara kebetulan jawaban Abu Bakr persis dengan jawaban Rasul. Walau bagaimanapun ternyata Rasul tidak pernah mempermasalahkan ini semua dan tak pernah mengungkit-ungkitnya.
Kita terbiasa memberi penghargaan dan hadiah bagi
mereka yang melakukan kebaikan dan hukuman dan sangsi bagi pelaku kejahatan. Padahal sebenarnya tidak semua perkara dapat
dihukumi dengan satu timbangan. Terkadang kesalahan dapat diobati dengan senyum,
arahan, nasihat dan pengajaran sebelum kita benar-benar memberikan hukuman atau
kekerasan. Islam itu mudah kenapa kita tidak menempuh jalan yang mudah untuk
merubah semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar