Selasa, 10 September 2024

Kesalahan Bukan pada Ukhuwah, Tapi Iman yang Melemah

 

Kesalahan Bukan pada ukhuwah, Tapi iman yg melemah

Karena saat ukhuwah kita melemah, saat keakraban kita merapuh.
Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan.
Saat kebaikan justru melukai. 
Sesungguhnya yg rusak bukanlah ukhuwah. Tapi iman-iman kita sedang sakit.

Mari kita waspadai jebakan setan hingga melemahkan keimanan.

? Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna mengingatkan:

"Wahai Ikhwan, sungguh aku sama sekali tak khawatir jika seluruh dunia bersatu untuk melibas kalian. Sebab dengan izin Allah, kalian lebih kuat daripada mereka. Tapi aku khawatirkan 2 hal menimpa kalian:

1. Aku khawatir kalian melupakan Allah, hingga Allah membiarkan kalian.
2. Atau kalian melupakan ikhwah-ikhwah, hingga akhirnya satu sama lain saling memperdayai."

Ibnu Abbas ra menasihati kepada kita,"Mengunyah garam dalam sebuah jama'ah masih lebih baik dari pada memakan puding dalam perpecahan."

Mari kita jaga ukhuwah karena Allah..
Jangan pernah kita rusak dengan segala kesalahfahaman tanpa adanya tabayun atau klarifikasi terlebih dahulu.
Semua hanya karena Allah….
Semua hanya karena Allah….

Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :

Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian.

Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya.

Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat.

Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.

Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan.

Maka terus meneruslah berada pada mejelis-mejelis dzikir (mejelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita. Bertaqwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.

*(Mawai’zh lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal.185-187)

Kamis, 05 September 2024

10 Kaidah Dakwah

 

Dakwah? Apaan tuh?
Banyak yang bilang dakwah itu tentang cinta... dakwah itu tentang peduli... dakwah itu ini dan itu rupa-rupa warna dan rasanya. Memang dakwah mengajak pada kebaikan adalah hal yang amat terpuji dan patut diacungi jempol. Apalagi kondisi umat Islam sekarang tidak seantusias generasi-generasi terdahulu dalam menerima dakwah. Sayang, banyak da'i belum paham beberapa kaidah dakwah sehingga cara Ia menyerukan kebenaran kurang tepat.
Aturannya sih sederhana sahabat, sesuatu yang benar jika disampaikan dengan cara yang salah bisa disebut salah. Sesuatu yang salah jika disampaikan dengan cara yang tepat bisa diaminkan oleh orang lain, dibenarkan bahkan didukung.
Berikut salah 10 kaidah dalam dakwah yang banyak dibahas dalam buku-buku seputar dakwah dan pergerakan...

1. Al Qudwah Qabla Ad Da’wah (Menjadi Teladan Sebelum Berdakwah)

Pepatah Arab mengatakan Lisanul Haal Afsahu Min Lisanil Maqal” (Bahasa perbuatan lebih fasih daripada bahasa lisan). Dalam bahasa Inggris kita juga mengenal "action speaks louder than words" (aksi berbicara lebih keras daripada kata-kata). Itu sebabnya menjadikan diri kita sebagai teladan dari apa yang kita sampaikan adalah strategi dakwah paling wah. Apakah harus menjadi teladan yang sempurna? Gak, harus. Poinnya adalah mengusahakan diri untuk melaksanakan apa yang kita sampaikan.

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri…” (QS Al Baqarah: 44)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ۝ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan ? Sungguh besar murka di sisi Allah bila kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan.” (QS Ash Shaff: 2-3)
Contoh:
  • Saat menggaungkan jargon anti korupsi jadilah orang yang tidak korupsi
  • Daripada sibuk meminta masyarakat melakukan vaksinasi, contohkanlah vaksinasi pada diri sendiri
  • Capek meminta teman-teman tepat waktu? Contohkan ketepatanwaktu

2. At Ta’lif Qabla At Ta’rif (Mengikat Hati Sebelum Mengenalkan)

Objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang sikap dan perbuatannya ditentukan oleh kondisi hatinya. Untuk itu mensuasanakan hati mad'u sebelum diberikan dakwah adalah hal yang penting. Selain agar Ia tidak terkejut, tentunya agar Ia bisa lebih menerima dakwah yang kita bawa. Salah satu cara mensuasanakan hati tersebut adalah dengan cara membangun kekaraban.
Contoh:
  • Sebelum mengajak teman ikut ngaji, coba ajak ia makan bareng dengan peserta ngaji lainnya biar tahu bahwa orang-orang yang ngaji gak serem
  • Ingin mengajak teman berkerudung? Coba kadoin temen dulu, ajak main, bantu ia dengan tulus

3. At Ta’rif Qabla At Taklif (Mengenalkan Sebelum Memberi Beban/Amanah)

Salah satu kesalahan dakwah terbesar adalah membebankan suatu amalan kepada mad’u sebelum diajarkan dengan baik. Baik beban berupa suatu amal yang hukumnya wajib maupun amalan yang hukumnya sunnah. Sebab dakwah itu tegak di atas landasan ilmu dan hujjah yang jelas, bukan doktrin-doktrin yang membabi buta.
Contoh:
  • Kenalkan dulu apa dalil zakat hingga manfaatnya untuk pemerataan ekonomi, jangan langsung mewajibkan tanpa diberitahu terlebih dahulu kenapa

4. At Tadarruj fi At Taklif (Bertahap Dalam Membebankan Suatu Amal)

Manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik dari sudut pandang latar belakang pendidikan, keluarga hingga kondisi sosial yang melahirkannya. Oleh karena itu, seorag da'i harus memahami kondisi manusia yang beraneka ragam tersebut agar perlakuannya kepada setiap mad'u disesuaikan dengan kondisi mereka masing-masing.
Contoh:
  • Jangan minta orang yang baru mengaji untuk langsung qiyamullail 11 rakaat setiap malam karena ini amal yang berat untuk banyak orang, ajak dulu untuk shalat 5 waktu sehari, bertahap tambahkan shalat di masjid, tambahkan mengaji dsb baru qiyamullail
  • Jangan minta orang untuk sedekah langsung 1jt, bertahap dulu dari 2rb setiap pagi, tambahkan dikit demi sedikit

 5. At Taysir Laa At Ta’sir (Memudahkan Bukan Menyulitkan)

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS Al Baqarah: 185)


Contoh:
  • Apabila ada muallaf hendak bersyahadat atau shalat tapi kalimat arabnya belum sempurna karena sulit melafalkannya jangan paksa harus sempurna di awal. Permudah jalannya untuk beribadah di awal sambil dibimbing secara bertahap
  • Mengajarkan anak qiyamullail apabila sang anak hanya sanggup 3 rakaat jangan paksa langsung 1 rakaat. Qiyamullail itu sunnah, mau qiyamullail aja sudah hamdalah. Jangan persulit jalan kebaikannya

6. Al Ushul Qabla Al Furu’ (Perkara Pokok Sebelum Perkara Cabang)

Da’i yang tidak memahami masalah-masalah ushul dan furu’ ini akan menjadikan dakwah tidak lagi menuai maslahat, bahkan dapat bersifat kontraproduktif bagi dakwah itu sendiri. Hal ini dikarenakan perkara ushul harus didahulukan daripada furu’, sedangkan furu’ dapat dilaksanakan dengan baik dan benar ketika berpijak pada ushul yang baik dan benar pula.
Contoh:
  • Hal pokok dalam Islam adalah tauhid, pelajari dulu itu dengan baik
  • Dalam ibadah salah satu ibadah wajib dan penting adalah shalat 5 waktu, pelajari dulu sebelum belajar fiqih lainnya seperti waris

7. At Targhib Qabla At Tarhib (Memberi Harapan Sebelum Ancaman)

Seorang da’i harus senantiasa memberikan semangat kepada mad’unya agar dapat beramal. Saat mad’u melakukan dosa, ia harus diberi harapan besar bahwa Allah selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja. Bukan justru menyalahkan atau bahkan memvonis mad'u dengan vonis yang menyeramkan. 
Contoh: 
  • Sahabat pasti tahu kisah seseorang yang meninggal di perjalanan taubatnya lalu diperebutkan oleh dua malaikat setelah membunuh 100 orang. Sang 'aalim memberikan harapan taubat daripada ancaman neraka. Dengan cara ini dakwah (In syaa’a Allah) akan menuai hasil yang diharapkan.
  • Hendak mengajak teman berhijab? Jangan ancam dengan neraka yang luas, ajak melihat surga dan merasakan ketenangan batin ketika berhijab

8. At Tafhim Laa At Talqin (Memberi Pemahaman Bukan Mendikte)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS Al Israa’: 36)

9.  At Tarbiyah Laa At Ta’riyah (Mendidik Bukan Menelanjangi)

Menjaga kehormatan termasuk salah satu tujuan syari’at Islam. Oleh karena itu, dakwah harus berupaya memberikan didikan yang baik kepada mad’unya.
Contoh:
  • Apabila seseorang melakukan kesalahan jangan telanjangi kesalahannya apalagi di depan umum, tapi bantu ia lepas dari kesalahan tersebut, belajar dari pengalaman dan menjadi lebih baik kedepan

10. Tilmidzu Imam Laa Tilmidzu Kitab (Murid Guru Bukan Murid Buku)

Sebuah pepatah mengatakan, “Guru tanpa buku akan melahirkan kejumudan, sedangkan buku tanpa guru akan melahirkan kesesatan”. Kadang kala kita salah dalam memahami ilmu apabila hanya membaca buku saja karena maksud penulis bukunya bisa jadi berbeda dari pemahaman kita. Di sinilah pentingnya guru. Ia bisa menunjukkan pemahaman mendetail hingga referensi lain yang masih terkait dengan pembahasan yang sedang dipelajari.