AL-QUR’AN merupakan petunjuk jalan bagi setiap keluarga muslim yang
telah mempunyai keturunan, atau mereka yang sedang menanti hadirnya
keturunan, atau yang sedang khusyu’ dalam munajat agar diberikan amanah
indah itu, atau yang sedang belajar untuk menapaki tangga menuju bahtera
rumah tangga.
Al Quran telah menyampaikan bagi setiap keluarga muslim bahwa anak
mempunyai 5 potensi bagi kehidupan orangtuanya baik itu potensi yang
positif ataupun potensi negatif.
Berikut ini ke 5 hal tersebut:
Anak sebagai hiasan hidup. Allah berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga).” (Qs. Ali Imron: 14)
Anak yang disebut dalam ayat ini merupakan salah satu dari
kesenangan-kesenangan dunia. Setiap manusia pasti telah terhiasi hatinya
dengan berbagai keindahan dunia tersebut. Hanya saja, Allah menawarkan
tempat kembali yang lebih baik di sisi Nya. Anak sebagai hiasan,
menghiasi hidup orangtuanya menjadi lebih berwarna. Anak-anak ibarat
pelangi, warna mereka yang berbeda-beda membuat suasana rumah menjadi
begitu indah dipandang mata. Kehadiran mereka selalu dinantikan.
Terlihat jelas di pelupuk mata orangtuanya pelangi itu, apalagi saat
pelangi itu ada di tempat yang jauh. Sehingga kerinduan pada anak-anak
begitu membuncah.
Untuk itulah, para orangtua siap melakukan apa saja dan membayar
berapa saja untuk mendapatkan keturunan. Karena keindahan hidup
berkurang ketika keturunan yang dinanti belum juga hadir. Keindahan
anak-anak tak tergantikan oleh apapun. Gerak mereka, suara mereka, raut
wajah mereka, tingkah polah mereka, tertawa mereka, tangis mereka. Ahh…semuanya indah.
Anak sebagai cobaan hidup. Allah berfirman: “Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan
dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. Al Anfal:
28)
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. At Taghabun: 15)
Anak juga menjadi cobaan hidup bagi orangtuanya. Seperti yang
disampaikan dua ayat di atas, sehingga orangtua diminta agar
berhati-hati. Keindahan itu tidak boleh melalaikan.
Kenikmatan kita
memandanginya tidak boleh melalaikan dari tugas para orangtua menjadi
hamba Allah yang baik. Allah mengingatkan kembali kepada para orangtua:
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka
itulah orang-orang yang merugi.” (Qs Al Munafiqun: 9)
Seberapa kuat kita menikmati keindahan pelangi, bisa jadi, kita yang
berhenti menikmatinya. Atau pelangi itu akan segera menghilang di antara
warna langit lainnya. Jika tidak berhati-hati, saat kenikmatan itu
telah pergi, kita baru sadar banyak kewajiban yang telah dilalaikan.
Banyak hak orang lain yang terabaikan, banyak potensi kebesaran orangtua
terhenti karenanya. Dan akhirnya bisa kehilangan kesempatan meraih
keindahan abadi dan haqiqi, yaitu ‘Surga Allah’. Sungguh kerugian yang
besar!.
Anak yang lemah. Allah berfirman : “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs. An
Nisa’: 9)
Dalam ayat tersebut Allah mengingatkan orangtua agar memperhatikan
generasi setelahnya. Tidak boleh hadir generasi lemah sepeninggal
orangtuanya. Perhatian besar orangtua untuk meninggalkan segala hal yang
membuat anak-anak kuat merupakan kewajiban.
Jangan sampai orang tua meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan
lemah, lemah dalam masalah keimanan, lemah dalam masalah pemahaman agama
ataupun lemah dalam hal ibadah dan akhlak. Para orangtua harus
menyiapkan agama anak-anaknya. Karena Allah pasti akan menanyakan amanah
itu kepada para orangtuanya.
Kelemahan dalam masalah ekonomi, kelemahan dalam kesejahteraan,
kelemahan dalam fasilitas harus diperhatikan oleh orangtua. Para
orangtua harus bertanggung jawab jika kelemahan ini menjadi alasan
jauhnya anak-anak dari Allah.
Jangan sampai anak lemah dalam ilmu pengetahuan, lemah wawasan dalam
hidup, lemah dalam kemampuan menjalani hidup. Maka itu artinya para
orangtua harus membekali mereka dengan ilmu, semua sarana ilmu dan
wawasan serta skill anak-anak. Kesalahan fatal, ketika orangtua sibuk
menikmati hidup sendiri tetapi lalai menyiapkan ilmu, wawasan dan skill
anak-anak mereka.
Jangan sampai anak lemah dalam fisik, lemah dalam jiwa dan mental,
lemah yang mengakibatkan mereka hanya menjadi pecundang dan bukan
seorang juara. Orangtua harus menyiapkan fisik mereka sesehat mungkin.
Menjaga mereka agar tetap bugar untuk melanjutkan perjuangan. Jiwa dan
mental yang kokoh berhadapan dengan keadaan apapun. Mampu hidup dan
bertahan dalam keadaan paling sulit sekalipun.
Anak sebagai musuh. Allah berfirman:
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Qs At Taghabun: 14)
Sangat mengerikan membaca ayat ini. Allah memerintahkan agar orangtua
berhati-hati terhadap anaknya. Karena sebagian mereka adalah musuh.
Jika anak telah menjadi musuh orangtuanya, maka hilanglah sebagian besar
kebahagiaan rumah tangga. Karena hiasan itu kini hanya menjadi beban,
penyebab ketakutan, kesedihan dan semua kesengsaraan hidup orangtua.
Anak yang nakal, durhaka, bodoh, menjatuhkan martabat keluarga. Saat
itulah anak yang dulu diasuh siang dan malam, berubah menjadi musuh yang
menyedihkan, menakutkan dan menyengsarakan.
Anak yang baik & menyejukan pandangan mata. Allah berfirman:
“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (Qs. Ali Imron: 38)
Allah juga berfirman: “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan
kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.” (Qs. Al Furqon: 74)
Inilah anak yang diharapkan oleh setiap keluarga. Untuk itulah,
ayat-ayat yang digunakan untuk membahas poin ini berupa doa dan ini
berbeda dengan ayat-ayat sebelumnya. Doa adalah harapan dan munajat
kepada Yang Menciptakan semuanya. Anak yang baik. Anak yang menyejukkan
pandangan mata. Anak yang menyenangkan hati orangtua.
Jelas ini adalah hasil panen jerih payah orangtua. Setelah sekian
lama dalam kesabaran tiada berujung, orangtua berjuang berjibaku
mendidik mereka. Saat usia telah senja, tulang telah rapuh, kepala telah
menyala putih, banyak keterbatasan, saat perlu bersandar, anak-anak
yang baik itu benar-benar menyejukkan pandangan mata, menentramkan hati.
Ibarat oase di tengah gurun sahara. Ibarat air sejuk bagi musafir yang
telah lemas karena dehidrasi. Anak yang berbakti. Anak yang mengerti hak
orangtua. Anak yang bisa mengangkat derajat orangtunya kelak di Surga
Allah.
Allah yang menciptakan anak-anak bagi kita. Dia menjelaskan dalam Al
Quran bahwa anak-anak itu adalah hiasan hidup orangtua. Tetapi juga
sebagai cobaan hidup bagi orangtua, agar diketahui apakah orangtua lalai
dari kewajibannya berdzikir kepada Allah atau tetap baik. Untuk itulah,
Allah mengingatkan orangtua lewat ayat-ayatNya agar jangan sampai
anak-anak menjadi generasi yang lemah apalagi menjadi musuh. Tetapi
harus menjadi anak-anak yang baik dan menyejukkan mata. Sekaligus amanah
dari Allah agar para orangtua menjaga amanah itu dan menjadikan mereka
anak-anak yang kokoh dan kuat di zamannya.Wallahu a’lam
[BudiAshari/parentingnabawiyah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar