AYAH, apakah ayah termasuk orang yang berkeyakinan seperti ini : “Ayah
kan sudah keluar seharian sampai kadang pulang malam mencari uang demi
anak. Supaya bisa memberikan gizi yang lebih baik, menyekolahkan di
tempat yang berkualitas yang biasanya mahal, memenuhi fasilitas belajar
dan kehidupan anak-anak. Jadi pendidikan, diserahkan ke ibunya saja”
Jika ayah tipe orang yang seperti ini, terjemahan dalam rumahnya menjadi begini : “Ibu
yang mengurusi semua semua hal tentang pendidikan baik ilmu ataupun
keteladanan, kemudian pertemuan dengan ibu dianggap sudah cukup
mewakili, efeknya merasa tidak terlalu penting pertemuan fisik ayah
dengan anaknya, dan akhirnya ayah menumpahkan kesalahan yang dilakukan
anak kepada ibu yang tidak becus mendidik, tanpa merasa ada andil
kesalahan ayah di sana”
Ayah adalah orang yang seperti ini? Jika ‘iya’ jawaban ayah, atau
‘mungkin’, atau kayaknya ‘sebagian benar’, maka sungguh ayah akan
kehilangan anak-anak ayah di kemudian hari. Saat anak ayah memasuki
pelataran masa depannya dan ayah telah memasuki kamar usia senja, atau
bahkan lebih cepat dari itu, berbagai ‘tsunami’ masalah menghantam
kenyamanan rumah ayah karena ulah anak ayah yang baru gede.
Para ayah yang dirahmati Allah, yuk kita baca nasehat ini. Nasehat yang datang dari seorang ulama ternama abad 8 H.
Ibnu Qoyyim r.a dalam kitab Tuhfatul maudud 1/242, MS, secara tegas mengatakan bahwa penyebab utama rusaknya generasi hari ini adalah karena ayah.
Beliau mengatakan, “Betapa banyak orang yang menyengsarakan
anaknya, buah hatinya di dunia dan akhirat karena ia tidak
memperhatikannya, tidak mendidiknya dan memfasilitasi syahwat
(keinginannya), sementara dia mengira telah memuliakannya padahal dia
telah merendahkannya. Dia juga mengira telah menyayanginya padahal dia
telah mendzaliminya. Maka hilanglah bagiannya pada anak itu di dunia dan
akhirat. Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, penyebab utamanya
adalah ayah”.
Bacalah kalimat yang paling bawah : Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, penyebab utamanya adalah ayah.
Imam Ibnu Qoyyim ‘menuduh’ Anda semua, para ayah. Di mana yang
menjadi penyebab utama kesengsaraan anak, buah hati ayah di dunia dan
akhirat adalah ayah. Hal ini disebabkan oleh 3 hal: tidak memperhatikan,
tidak mendidik dan memfasilitasi syahwat.
Astaghfirullah.
Untuk menguatkan kalimat di atas, mari kita simak pemaparan hasil penelitian ilmuwan.
Dr. Tony Ward dari University of Melbourne, Australia, dalam
penenelitiannya, para periset mewawancarai 55 laki-laki yang dipenjara
karena penganiayaan terhadap anak-anak dan 30 laki-laki yang dipenjara
karena terlibat kasus pemerkosaan. Mereka diminta memberikan persepsinya
terhadap hubungan mereka di masa kanak-kanak dengan ayah dan ibunya.
Sebagai perbandingan, para peneliti juga mewawancarai 32 laki-laki yang
dipenjara karena kejahatan kriminal dan 30 laki-laki yang dipenjara
bukan karena kekerasan atau kejahatan seksual.
Lebih lanjut, para pemerkosa dan pelaku penganiayaan anak-anak ini,
rata-rata menggambarkan ayahnya bersikap “menolak” dan “kurang
konsisten” ketimbang ibu mereka. Dari sini Ward mengatakan jelas sekali
bahwa sikap dan kebiasaan yang dimiliki para ayah memiliki pengaruh kuat
terhadap pertumbuhan anak-anaknya, terutama terhadap para pelaku
kejahatan seksual dan penganiayaan anak-anak.
Penelitian tentang ‘keayahan’ juga dilakukan oleh Melanie Mallers, asisten profesor di California State University
di Fullerton. Dalam studi tersebut, Mallers dan rekannya meneliti 912
pria dewasa dan wanita – usia 25-74 tahun – melalui telepon tentang
tingkat stres mereka selama delapan hari
Temuan penelitian disajikan hari Kamis pada konvensi tahunan American
Psychological Association di San Diego. Pria yang cenderung bereaksi
negatif terhadap stres setiap hari melaporkan bahwa sebagai anak-anak
mereka sangat sedikit kehangatan dari ayahnya, sedikit dukungan dan
kasih sayang. Mereka tidak hadir secara fisik bagi anak-anaknya dan
tidak membuat anak-anak merasa percaya diri, mereka juga tidak terlibat
dalam kehidupan anak-anaknya secara keseluruhan.
Astaghfirullahal ‘adzim
Mari istighfar yang banyak, para ayah.
Dua penelitian tersebut, menguatkan kalimat Ibnu Qoyyim yang sudah dituliskan sejak 7 abad sebelum penelitian ini dilakukan.
Dari pembahasan ini, terdapat dua pelajaran penting untuk para ayah semua:
Pertama, petunjuk para ulama tentang konsep parenting
sungguh luar biasa. Walaupun kalimat tersebut bukan wahyu, tetapi hal
tersebut bersumber dari wahyu dan pengalaman mahal orang besar.
Kedua, seriuslah menjadi ayah. Mari kita belajar bersama
untuk menjadi seorang ayah. Karena coretan kegagalan dan kumuhnya akhlak
anak, ternyata ukiran tangan kita semua, para ayah. Astaghfirullahal ‘adzim, wa atubu ilaih. Wallahu A'lam
[Budiashari/parentingnabawiyah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar