Sebagai manusia yang penuh dengan kelemahan, kita pasti pernah melakukan kesalahan.
Jika hal itu terjadi, sikap terbaik yang diajarkan Rasulullah Saw. adalah segera meminta maaf. Itulah yang dilakukan Abu Badzar terhadap Bilal (semoga Allah meridoi mereka) dalam kisah berikut.
Pada suatu hari, Abu Dzar Al-Ghifari terlibat percekcokan dengan Bilal. Karena kesal, Abu Dzar berkata, “Engkau juga menyalahkanku wahai anak perempuan hitam?” Mendengar dirinya disebut dengan anak perempuan hitam, Bilal tersinggung, sedih, dan marah. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah Saw. Beliau kemudian menasihati Abu Dzar, “Hai Abu Dzar, benarkah engkau mencela Bilal dengan (menghinakan) ibunya? Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah.”
Mendengar nasihat Rasulullah Saw. itu, Abu Dzar tersadar dari kesalahannya. Segera ia menemui Bilal. Abu Dzar kemudian meletakkan pipinya di tanah seraya mengatakan, “Aku tidak akan mengangkat pipiku dari tanah hingga kau injak pipiku ini agar engkau memaafkanku.” Namun Bilal tidak memanfaatkan momentum ini untuk membalas dendam. Bilal malah berkata, “Berdirilah engkau, aku sudah memaafkanmu.” Begitulah Abu Dzar dengan mudah dan berani mengakui kesalahan yang ia lakukan bukan dengan sengaja untuk menghinakan Bilal.
Sikap seperti itulah yang seharusnya ada pada diri kita saat kita berinterkasi dengan pihak lain, terutama orang-orang terdekat kita seperti suami, isteri, anak, orangtua, saudara, dan seterusnya. Orang yang tidak belajar mengakui kesalahan tidak akan belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Ketika kita memang berbuat salah, Tak perlu sibuk banyak alasan membela diri hanya karena takut kemarahan makhluk atau takut jatuh kedudukan di sisi makhluk
Akui saja dengan jujur,
Segera mohon ampunan Allah,
minta maaflah dengan tulus
Jangan takut untuk memikul resiko sebagai tanggung jawab atas kesalahan
Lalu fokus tafakuri dan sungguh-kesalahan serta gigihlah perbaiki diri, sebagai tebusannya
Agar benar-benar diterima Allah, Semuanya harus karena-Nya, bukan untuk mencari simpati atau penilaian manusia
Sesungguhnya Allah amat mencintai orang yang bertobat, dan mencintai orang yang memperbaiki/mensucikan diri.
Allah sendiri mengatakan bahwa salah satu ciri orang-orang bertakwa adalah mau mengakui kesalahan dan minta ampun kepada Allah, kemudian dia tidak lagi mengulanginya, Dan (salah satu dari orang yang bertakwa itu) adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu (QS Ali Imran [3]: 135).
Mengaku bersalah tidak membuat seseorang kehilangan kehormatan, bahkan sebenarnya merupakan upaya paling efektif menyelamatkan nama baik. Menyadari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi lagi adalah salah satu pintu masuk menjadi manusia terbaik. Itulah yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang umum telah berbuat kejahatan di masa lalu.
Orang yang tidak mau mengakui kesalahannya berarti menjeratkan dirinya pada mata rantai dosa yang tiada berujung. Perbuatan menutupi kesalahan pasti akan diikuti dengan kesalahan yg lain, seperti berdusta, memfitnah, dll.
Orang bersalah akan terus diburu kesalahannya. Hanya taubat yang membuat semua itu berakhir. Bagi pelaku dosa, dunia menjadi semakin sempit dan tidak ada tempat yang nyaman. Memang tidak enak hidup dalam kurungan yang dibikin sendiri.
semoga kita bisa menjadi orang yg ksatria nan pemberani, dengan mengakui kesalahan, jika kita memang melakukan kesalahan...
Jika hal itu terjadi, sikap terbaik yang diajarkan Rasulullah Saw. adalah segera meminta maaf. Itulah yang dilakukan Abu Badzar terhadap Bilal (semoga Allah meridoi mereka) dalam kisah berikut.
Pada suatu hari, Abu Dzar Al-Ghifari terlibat percekcokan dengan Bilal. Karena kesal, Abu Dzar berkata, “Engkau juga menyalahkanku wahai anak perempuan hitam?” Mendengar dirinya disebut dengan anak perempuan hitam, Bilal tersinggung, sedih, dan marah. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah Saw. Beliau kemudian menasihati Abu Dzar, “Hai Abu Dzar, benarkah engkau mencela Bilal dengan (menghinakan) ibunya? Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah.”
Mendengar nasihat Rasulullah Saw. itu, Abu Dzar tersadar dari kesalahannya. Segera ia menemui Bilal. Abu Dzar kemudian meletakkan pipinya di tanah seraya mengatakan, “Aku tidak akan mengangkat pipiku dari tanah hingga kau injak pipiku ini agar engkau memaafkanku.” Namun Bilal tidak memanfaatkan momentum ini untuk membalas dendam. Bilal malah berkata, “Berdirilah engkau, aku sudah memaafkanmu.” Begitulah Abu Dzar dengan mudah dan berani mengakui kesalahan yang ia lakukan bukan dengan sengaja untuk menghinakan Bilal.
Sikap seperti itulah yang seharusnya ada pada diri kita saat kita berinterkasi dengan pihak lain, terutama orang-orang terdekat kita seperti suami, isteri, anak, orangtua, saudara, dan seterusnya. Orang yang tidak belajar mengakui kesalahan tidak akan belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Ketika kita memang berbuat salah, Tak perlu sibuk banyak alasan membela diri hanya karena takut kemarahan makhluk atau takut jatuh kedudukan di sisi makhluk
Akui saja dengan jujur,
Segera mohon ampunan Allah,
minta maaflah dengan tulus
Jangan takut untuk memikul resiko sebagai tanggung jawab atas kesalahan
Lalu fokus tafakuri dan sungguh-kesalahan serta gigihlah perbaiki diri, sebagai tebusannya
Agar benar-benar diterima Allah, Semuanya harus karena-Nya, bukan untuk mencari simpati atau penilaian manusia
Sesungguhnya Allah amat mencintai orang yang bertobat, dan mencintai orang yang memperbaiki/mensucikan diri.
Allah sendiri mengatakan bahwa salah satu ciri orang-orang bertakwa adalah mau mengakui kesalahan dan minta ampun kepada Allah, kemudian dia tidak lagi mengulanginya, Dan (salah satu dari orang yang bertakwa itu) adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu (QS Ali Imran [3]: 135).
Mengaku bersalah tidak membuat seseorang kehilangan kehormatan, bahkan sebenarnya merupakan upaya paling efektif menyelamatkan nama baik. Menyadari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi lagi adalah salah satu pintu masuk menjadi manusia terbaik. Itulah yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang umum telah berbuat kejahatan di masa lalu.
Orang yang tidak mau mengakui kesalahannya berarti menjeratkan dirinya pada mata rantai dosa yang tiada berujung. Perbuatan menutupi kesalahan pasti akan diikuti dengan kesalahan yg lain, seperti berdusta, memfitnah, dll.
Orang bersalah akan terus diburu kesalahannya. Hanya taubat yang membuat semua itu berakhir. Bagi pelaku dosa, dunia menjadi semakin sempit dan tidak ada tempat yang nyaman. Memang tidak enak hidup dalam kurungan yang dibikin sendiri.
semoga kita bisa menjadi orang yg ksatria nan pemberani, dengan mengakui kesalahan, jika kita memang melakukan kesalahan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar