Selesai perang yang sangat melelahkan secara phisik dan psikis ini, Rasulullah saw hendak beristirahat barang sejenak. Karenanya, beliau sarungkan dan gantungkan pedang dan senjata beliau. Namun Allah swt tidak menginginkan beliau dan kaum muslimin beristirahat. Karenanya, Allah utus malaikat Jibril as untuk menemui Rasulullah saw. Sambil tetap berada di atas bighal, malaikat Jibril as berkata: "Sepertinya engkau sudah meletakkan senjatamu, wahai Rasulullah saw? Padahal para malaikat belum meletakkan senjata mereka ...". Rasulullah saw sadar bahwa Allah swt, melalui Jibril, telah memerintahkannya untuk melanjutkan jihad, kendatipun ia belum sempat beristirahat barang sejenak.(Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam).
Riwayat ini menggambarkan kepada kita agar kita "tidak berhenti" dalam dan dari berjihad.
Pada suatu hari, ada beberapa orang Anshar sedang
berkumpul-kumpul. Salah seorang diantara mereka, yaitu Abul Ayyub Al-Anshari,
berkata: "Sekarang Islam telah jaya, telah eksis, dan telah kokoh. Sebaiknya
kita kembali ke ladang-ladang kita, kebun-kebun kita, kita urus lagi harta
kekayaan kita yang selama ini "terbengkalai" dan kita garap lagi lahan-lahan itu
dengan serius, lahan yang selama ini telah kita "tinggalkan" dalam rangka
berjihad fi sabilillah, dan hasilnya kita infaqkan fi sabilillah juga, sementara
jihad di medan laga biar ditangani oleh saudara-saudara kita lainnya".
Pada saat itu pula Allah swt menurunkan firman-Nya:
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS Al Baqarah:
195).
riwayat yang satu ini menggambarkan kepada kita bahwa kehancuran, atau kebinasaan, atau istilah Al Qur'annya tahlukah akan terjadi manakala kita meninggalkan jihad.
riwayat yang satu ini menggambarkan kepada kita bahwa kehancuran, atau kebinasaan, atau istilah Al Qur'annya tahlukah akan terjadi manakala kita meninggalkan jihad.
Kalau dua riwayat ini kita hubungkan dengan sirah
Rasulullah saw lainnya, kita akan temukan data-data berikut:
Peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (ghozwah) ada 26 ghozwah.
Peperangan yang tidak dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (sariyyah) ada 38 sariyyah.
Maka kita akan dapat menarik satu kesimpulan bahwa manuver Rasulullah saw dan para sahabatnya itu tiada henti dan tanpa putus. Bagaimana tidak, waktu yang kurang lebih sepuluh tahun itu terisi oleh peperangan 64 kali peperangan.
kalau kita perhatikan, semua itu merupakan sebuah manuver yang menggambarkan betapa Rasulullah saw dan para sahabatnya senantiasa menumpahkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal dan tiada henti, sehingga "tidak ada" waktu lagi untuk bersitirahat dan "meng-andai-andaikan" hal-hal yang sifatnya duniawi.
Kalau hal itu kita ibaratkan sebagai air yang mempunyai potensi besar untuk menerjang apa saja, maka aliran air itu tiada pernah berhenti.
Peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (ghozwah) ada 26 ghozwah.
Peperangan yang tidak dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (sariyyah) ada 38 sariyyah.
Maka kita akan dapat menarik satu kesimpulan bahwa manuver Rasulullah saw dan para sahabatnya itu tiada henti dan tanpa putus. Bagaimana tidak, waktu yang kurang lebih sepuluh tahun itu terisi oleh peperangan 64 kali peperangan.
kalau kita perhatikan, semua itu merupakan sebuah manuver yang menggambarkan betapa Rasulullah saw dan para sahabatnya senantiasa menumpahkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal dan tiada henti, sehingga "tidak ada" waktu lagi untuk bersitirahat dan "meng-andai-andaikan" hal-hal yang sifatnya duniawi.
Kalau hal itu kita ibaratkan sebagai air yang mempunyai potensi besar untuk menerjang apa saja, maka aliran air itu tiada pernah berhenti.
Kalau Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 195 itu kita
hubungkan dengan pengibaratan air ini, kita bisa katakan bahwa justru kalau air
itu berhenti, dan tidak lagi mengalir, maka air itu akan menjadi rusak, kotor,
sarang nyamuk, dan sumber penyakit, serta berubah warnanya.
Begitu juga dengan potensi jihad yang ada pada kita. Bila potensi jihad itu kita berhentikan, baik jihad da'awi, jihad ta'limi, jihad irsyadi, jihad tarbawi, jihad bina-I (jihad membina), jihad qitali dan jihad-jihad lainnya, maka potensi itupun akan bernasib sama dengan air itu. Karenanya wajar bila Allah swt memperingatkan para sahabat akan datangnya tahlukah kepada mereka bila mereka meninggalkan jihad, dan menyibukkan diri dengan urusan pertanian, kehutanan dan perkebunan.
Begitu juga dengan potensi jihad yang ada pada kita. Bila potensi jihad itu kita berhentikan, baik jihad da'awi, jihad ta'limi, jihad irsyadi, jihad tarbawi, jihad bina-I (jihad membina), jihad qitali dan jihad-jihad lainnya, maka potensi itupun akan bernasib sama dengan air itu. Karenanya wajar bila Allah swt memperingatkan para sahabat akan datangnya tahlukah kepada mereka bila mereka meninggalkan jihad, dan menyibukkan diri dengan urusan pertanian, kehutanan dan perkebunan.
Firman Allah swt diatas dipertegas juga oleh hadits
Rasulullah saw yang menyatakan: "Jika kalian telah berjual beli secara 'ienah
(rekayasa dan akal-akalan dalam praktek riba), kalian telah mengambil ekor sapi
dan puas (asyik) dengan pertanian serta meninggalkan jihad, niscaya Allah swt
akan menjadikan kehinaan menguasai kalian yang tidak akan dicabut sehingga
kalian kembali kepada agama kalian." (HR Abu Daud dan Ahmad, dan Syekh
Nashirud-Din Al Al Bani menilainya hasan).
Berkenaan dengan hal ini simaklah apa yang dikatakan
oleh Sayyid Qutub dalam salah satu bukunya:
"Yang demikian ini karena, hakikat iman tidak akan sempurna dalam hati, melainkan setelah:
1. Bermujahadah dalam menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini; Mujahadah dengan hati; bentuknya: membenci kebatilan mereka, jahiliyyah mereka dan bertekad memindahkan mereka dari kebatilan dan jahiliyyah itu kepada kebenaran dan Islam. Mujahadah dengan lisan; bentuknya: Tabligh.dan bayan (penerangan). Menolak kebatilan mereka yang merupakan kepalsuan itu. Menegaskan kebenaran yang dibawa Islam. Dan mujahadah dengan tangan atau pisik; bentuknya: menolak dan menyingkirkan mereka-mereka yang melakukan penghadangan terhadap jalan hidayah dengan mempergunakan kekuatan yang melampaui batas dan penghancuran yang curang.
"Yang demikian ini karena, hakikat iman tidak akan sempurna dalam hati, melainkan setelah:
1. Bermujahadah dalam menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini; Mujahadah dengan hati; bentuknya: membenci kebatilan mereka, jahiliyyah mereka dan bertekad memindahkan mereka dari kebatilan dan jahiliyyah itu kepada kebenaran dan Islam. Mujahadah dengan lisan; bentuknya: Tabligh.dan bayan (penerangan). Menolak kebatilan mereka yang merupakan kepalsuan itu. Menegaskan kebenaran yang dibawa Islam. Dan mujahadah dengan tangan atau pisik; bentuknya: menolak dan menyingkirkan mereka-mereka yang melakukan penghadangan terhadap jalan hidayah dengan mempergunakan kekuatan yang melampaui batas dan penghancuran yang curang.
2. Merasakan melalui mujahadah-nya itu: Ujian
(ibtila' atau tribulasi) dan rasa sakit. Bersabar atas ibtila' dan rasa sakit
itu. Bersabar atas kekalahan. Dan Bersabar atas kemenangan, karena, bersabar
atas kemenangan lebih berat (sulit) dari pada bersabar atas kekalahan.
3. Tetap Tsabat (tegar) dan tidak ragu-ragu, istiqamah dan tidak menolah-noleh dan terus maju meniti jalan iman dengan terus menanjak dan tidak tersesat".
Selanjutnya Sayyid Qutub mengatakan:
"Dan hakikat iman tidak sempurna dalam hati sehingga menghadapkannya untuk mujahadah menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini, sebab, saat ia mujahadah menghadapi orang banyak itu: Ia sendiri bermujahadah melawan dirinya sendiri. Dan akan terbuka baginya wawasan dan pemandangan keimanan yang belum pernah terbuka baginya selamanya bila ia hanya duduk (diam) dengan aman dan tenang. Akan jelas baginya hakekat-hakekat tentang manusia dan kehidupan yang belum pernah manjadi jelas baginya selamanya tanpa adanya wasilah (sarana) ini. Dan ia sendiri -dengan jiwanya, segala perasaannya, persepsi-persepsinya, kebiasaannya, tabiatnya, emosinya dan responnya- akan sampai pada sesuatu yang tidak mungkin sampai kepadanya tanpa pengalaman berat dan sulit ini".
Lebih lanjut Sayyid Qutub mengatakan: "Inilah sebagian dari yang diisyaratkan firman Allah swt : Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (QS Al Baqarah: 251).
Dan kerusakan yang pertama kali terjadi adalah kerusakan jiwa manusia (nafsul insan), kerusakan yang terjadi karena rukud (diam, tidak bergerak, atau istilahnya berharakah, tidak mengalir), rukud yang menyebabkan: Ruhnya membusuk akibat adanya stagnasi. Himmah (semangat)-nya istirkha' (mengendor, lembek, loyo, tidak kenceng). Nafs (jiwa)-nya rusak dikarenakan adanya rakha' (bergelimangnya harta dunia) dan tharawah (tidak teruji dan terlatihnya jiwa itu dengan hal-hal yang berat). Yang pada akhirnya seluruh kehidupanpun menjadi rusak gara-gara rukud tadi. Atau karena hanya bergerak pada bidang syahwat saja, sebagaimana yang terjadi pada bangsa-bangsa yang mendapatkan cobaan dalam bentuk kemewahan hidup".
3. Tetap Tsabat (tegar) dan tidak ragu-ragu, istiqamah dan tidak menolah-noleh dan terus maju meniti jalan iman dengan terus menanjak dan tidak tersesat".
Selanjutnya Sayyid Qutub mengatakan:
"Dan hakikat iman tidak sempurna dalam hati sehingga menghadapkannya untuk mujahadah menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini, sebab, saat ia mujahadah menghadapi orang banyak itu: Ia sendiri bermujahadah melawan dirinya sendiri. Dan akan terbuka baginya wawasan dan pemandangan keimanan yang belum pernah terbuka baginya selamanya bila ia hanya duduk (diam) dengan aman dan tenang. Akan jelas baginya hakekat-hakekat tentang manusia dan kehidupan yang belum pernah manjadi jelas baginya selamanya tanpa adanya wasilah (sarana) ini. Dan ia sendiri -dengan jiwanya, segala perasaannya, persepsi-persepsinya, kebiasaannya, tabiatnya, emosinya dan responnya- akan sampai pada sesuatu yang tidak mungkin sampai kepadanya tanpa pengalaman berat dan sulit ini".
Lebih lanjut Sayyid Qutub mengatakan: "Inilah sebagian dari yang diisyaratkan firman Allah swt : Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (QS Al Baqarah: 251).
Dan kerusakan yang pertama kali terjadi adalah kerusakan jiwa manusia (nafsul insan), kerusakan yang terjadi karena rukud (diam, tidak bergerak, atau istilahnya berharakah, tidak mengalir), rukud yang menyebabkan: Ruhnya membusuk akibat adanya stagnasi. Himmah (semangat)-nya istirkha' (mengendor, lembek, loyo, tidak kenceng). Nafs (jiwa)-nya rusak dikarenakan adanya rakha' (bergelimangnya harta dunia) dan tharawah (tidak teruji dan terlatihnya jiwa itu dengan hal-hal yang berat). Yang pada akhirnya seluruh kehidupanpun menjadi rusak gara-gara rukud tadi. Atau karena hanya bergerak pada bidang syahwat saja, sebagaimana yang terjadi pada bangsa-bangsa yang mendapatkan cobaan dalam bentuk kemewahan hidup".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar