๐บTata Cara Merapatkan shaf๐บ
Tentang rapatnya bahu, dalilnya amat jelas yakni:
ููุงูู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู
ู ุณูููููุง ุตููููููููู
ู ููุญูุงุฐููุง ุจููููู ู
ูููุงููุจูููู
ู ููููููููุง ููู ุฃูููุฏูู ุฅูุฎูููุงููููู
ู ููุณูุฏูููุง ุงููุฎูููููโฆ
Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam bersabda: โLuruskan barisan kalian, rapatkanlah bahu-bahu kalian, bersikap lembutlah terhadap saudara kalian, dan tutuplah celah yang kosong ..โ (HR. Ahmad, No. 21233. Ath Thabarani, Al Muโjam Al Kabir, No. 7629. Syaikh Al Albany menshahihkannya dalam Shahihul Jamiโ No.1840)
Tentang rapatnya kaki, hadits berikut:
ุนููู ุฃูููุณู ุจููู ู
ูุงูููู ุนููู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู
ู ููุงูู ุฃููููู
ููุง ุตููููููููู
ู ููุฅููููู ุฃูุฑูุงููู
ู ู
ููู ููุฑูุงุกู ุธูููุฑูู
ููููุงูู ุฃูุญูุฏูููุง ููููุฒููู ู
ูููููุจููู ุจูู
ูููููุจู ุตูุงุญูุจููู ููููุฏูู
ููู ุจูููุฏูู
ููู
Dari Anas bin Malik Radhiallahu โAnhu, dari Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam, dia bersabda: โLuruskan shaf kalian, sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.โ Maka salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya, dan kakinya dengan kaki kawannya. (HR. Bukhari No.692)
Riwayat lain:
ููุฑูุฃูููุชู ุงูุฑููุฌููู ููููุฒููู ู
ูููููุจููู ุจูู
ูููููุจู ุตูุงุญูุจููู ููุฑูููุจูุชููู ุจูุฑูููุจูุฉู ุตูุงุญูุจููู ููููุนูุจููู ุจูููุนูุจููู
โMaka, aku melihat ada seseorang yang merapatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya.โ (HR. Abu Daud No. 662. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 1/39, No. 32. Darul Maโarif)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan tentang makna kaโb (mata kaki):
ููู ูุฐุง ุงูุญุฏูุซ: ุฏูุงูุฉ ุนูู ุฃู ุงููุนุจ ููู ุงูุนุธู
ุงููุงุชูุก ูู ุฃุณูู ุงูุณุงูุ ููุณ ููู ูู ุธูุฑ ุงููุฏู
ุ ูู
ุง ูุงูู ููู
.
Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwasanya kaโb adalah tulang menonjol di bagian bawah betis, bukan bagian punggungnya kaki seperti yang dikatakan oleh segolongan manusia. (Fathul Bari, 6/283. Maktabah Ghuraba Al Atsariyah)
Hal serupa, namun lebih detil, disampaikan Al Hafizh Ibnu Hajar berikut ini:
ูุงุณุชุฏู ุจุญุฏูุซ ุงููุนู
ุงู ูุฐุง ุนูู ุฃู ุงูู
ุฑุงุฏ ุจุงููุนุจ ูู ุขูุฉ ุงููุถูุก ุงูุนุธู
ุงููุงุชุฆ ูู ุฌุงูุจู ุงูุฑุฌู ููู ุนูุฏ ู
ูุชูู ุงูุณุงู ูุงููุฏู
ููู ุงูุฐู ูู
ูู ุฃู ููุฒู ุจุงูุฐู ุจุฌูุจู ุฎูุงูุง ูู
ู ุฐูุจ ุฃู ุงูู
ุฑุงุฏ ุจุงููุนุจ ู
ุคุฎุฑ ุงููุฏู
ููู ููู ุดุงุฐ ููุณุจ ุฅูู ุจุนุถ ุงูุญูููุฉ ููู
ูุซุจุชู ู
ุญููููู
ูุฃุซุจุชู ุจุนุถูู
ูู ู
ุณุฃูุฉ ุงูุญุฌ ูุง ุงููุถูุก ูุฃููุฑ ุงูุฃุตู
ุนู ููู ู
ู ุฒุนู
ุฃู ุงููุนุจ ูู ุธูุฑ ุงููุฏู
Hadist An Nuโman ini dijadikan dalil, bahwa maksud kaโb dalam ayat wudhu adalah tulang yang menonjol di bagian samping kaki, yaitu dipertemuan antara betis dengan kaki bagian bawah, itulah bagian yang memungkinkan terjadinya rapat bagian sisinya, hal ini menyelisihi pihak yang berpendapat bahwa kaโb adalah bagian belakang kaki, ini adalah pendapat yang janggal yang disandarkan sebagai pendapat sebagian Hanafiyah namun tidak diperkuat oleh para muhaqqiq mereka sendiri, namun sebagian mereka memperkuat makna ini dalam permasalahan haji bukan wudhu, tetapi Al Ashmuโi mengingkari pendapat pihak yang menyangka bahwa kaโb itu terletak di punggungnya kaki. (Fathul Bari, 2/211. Darul Maโrifah)
Imam Al โAini juga mengatakan:
ุฃูู: ููุฒู ููุนุจู ุจูุนุจ ุตูุงุญุจู ุงูููุฐูู ุจุญุฐุงุฆู. ูููููู: ุฏููููู ุนูู ุฃูู ุงููุนุจ ูููู ุงููุนุธู
ุงููุงุชูุก ููู ู
ูุตู ุงูุณููุงู ูุงููุฏู
ุ ูููููู ุงูููุฐูู ููู
ูู ุฅูุฒุงูู
Yaitu menempelnya antara mata kakinya dengan mata kaki kawannya yang berada di sampingnya. Dalam hadits inib terdapat dalil bahwa kaโb adalah tulang yang menonjol pada daerah perbatasan antara betis dan kaki, itulah yang memungkinkan terjadinya persentuhan. (โUmdatul Qari, 5/259-260)
Jadi, dr keterangan bbrp riwayat di atas yg bersentuhan adalah bahu, lutut (nampaknya ini tdk mudah), dan mata kaki (ka'b). Inilah yg jadi patokan lurusnya kaki yaitu bersentuhan mata kaki kita dgn sebelahnya.
Namun, ulama umumnya ulama mengatakan, merapatkan shaf adalah sunah saja. Inilah pendapat Abu Hanifah, SyafiโI, dan Malik. (โUmdatul Qari, 8/455). Bahkan Imam An Nawawi mengklaim para ulama telah ijmaโ atas kesunahannya.
Berikut perkataannya:
ููููุฏู ุฃูุฌูู
ูุนู ุงููุนูููู
ูุงุก ุนูููู ุงูุณูุชูุญูุจูุงุจ ุชูุนูุฏููู ุงูุตูููููู ููุงูุชููุฑูุงุตู ูููููุง
โUlama telah ijmaโ (aklamasi) atas sunahnya meluruskan shaf dan merapatkan shaf.โ (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/384. Mauqiโ Ruh A Islam)
Apa yang dikatakan Imam An Nawawi ini, didukung oleh Imam Ibnu Baththal dengan perkataannya:
ุชุณููุฉ ุงูุตููู ู
ู ุณูุฉ ุงูุตูุงุฉ ุนูุฏ ุงูุนูู
ุงุก
โMeluruskan Shaf merupakan sunahnya shalat menurut para ulama. (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 2/344. Dar Ar Rusyd)
Alasannya, menurut mereka merapatkan shaf adalah untuk penyempurna dan pembagus shalat sebagaimana diterangkan dalam riwayat yang shahih. Hal ini dikutip oleh Imam Al Aini, dari Ibnu Baththal, sebagai berikut:
ูุฃู ุญุณู ุงูุดูุก ุฒูุงุฏุฉ ุนูู ุชู
ุงู
ู ูุฃูุฑุฏ ุนููู ุฑูุงูุฉ ู
ู ุชู
ุงู
ุงูุตูุงุฉ
โKarena, sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaannya, dan hal itu telah ditegaskan dalam riwayat tentang kesempurnaan shalat.โ (โUmdatul Qari, 8/462)
Riwayat yang dimaksud adalah:
ุฃููู
ูุง ุงูุตู ูู ุงูุตูุงุฉ. ูุฅู ุฅูุงู
ุฉ ุงูุตู ู
ู ุญุณู ุงูุตูุงุฉ
โAqimush Shaf (tegakkan/luruskan shaf) karena tegaknya shaf merupakan diantara bagusnya shalat.โ (HR. Bukhari No. 689. Muslim No. 435)
Imam An Nawawi mengatakan, maksud aqimush shaf -dalam hadits lain aqiimuu shufuufakum- adalah meluruskannya (sawwuuhu), menyeimbangkannya ('addiluuhu ), dan merapatkannya (tarashshuuhu). (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/177. Maktabah Misykah. Lihat juga Aunul Mabud, 2/256)
Berkata Al Qadhi Iyadh tentang hadits ini:
ุฏููู ุนูู ุฃู ุชุนุฏูู ุงูุตููู ุบูุฑ ูุงุฌุจ ุ ูุฃูู ุณูุฉ ู
ุณุชุญุจุฉ .
โHadits ini adalah dalil bahwa meluruskan shaf tidak wajib, dia adalah sunah yang disukai.โ (Al Qadhi โIyadh, Ikmal Al Muโallim Syarh Shahih Muslim, 2/193. Maktabah Misykah)
โTidak Sedikit Yang Mewajibkan
Jika kita mengumpulkan semua dalil-dalil yang ada, berserta menelaah alasan anjuran merapatkan shaf, dan ancaman bagi yang meninggalkannya, maka wajar dan maklum jika ada yang mengatakan wajib, seperti Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Hajar, Imam Al Karmani, dan lainnya. Kita tahu, tidak ada sunah yang jika ditinggalkan mendapatkan ancaman, sedangkan hal ini, telah jelas ancaman yang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kabarkan. Maka, indikasi kewajibannya adalah jelas menurut mereka.
Ada pun alasan Imam Ibnu Baththal, bahwa merapatkan shaf itu hanyalah tambahan untuk memperbagus dan menyempurnakan shalat, sehingga hukumnya sunah, adalah pendapat yang telah dikoreksi para ulama ini. Justru alasan yang dikemukakannya itu menjadi alasan buat kelompok ulama yang mewajibkan. Sebab, sesuatu yang berfungsi menjadi penyempurna sebuah kewajiban, maka sesuatu itu juga menjadi wajib hukumnya.
Hal ini ditegaskan oleh kaidah yang sangat terkenal:
ู
ุง ูุง ูุชู
ุงููุงุฌุจ ุฅูุง ุจู ููู ูุงุฌุจ
โKewajiban apa saja yang tidak bisa sempurna kecuali dengan โsesuatuโ, maka sesuatu itu menjadi wajib adanya.โ (Imam As Subki, Al Asyhbah wan Nazhair, 2/90. Maktabah Misykah)
Jelas sekali bahwa kesempurnaan kewajiban shalat baru akan terwujud dengan rapat dan lurusnya shaf, maka menurut kaidah ini- rapat dan lurusnya shaf adalah wajib ada demi kesempurnaan kewajiban tersebut. Hanya saja, kewajiban merapatkan shaf ini bukanlah termasuk kewajiban yang jika ditinggalkan dapat merusak shalat. Longgarnya shaf tidaklah membatalkan shalat, sebab itu bukan termasuk rukun shalat.
Maka dari itu, Imam Al Karmani mengatakan:
ุงูุตูุงุจ ุฃู ูููู ููุชูู ุงูุชุณููุฉ ูุงุฌุจุฉ ุจู
ูุชุถู ุงูุฃู
ุฑ ูููููุง ููุณุช ู
ู ูุงุฌุจุงุช ุงูุตูุงุฉ ุจุญูุซ ุฃูู ุฅุฐุง ุชุฑููุง ูุณุฏุช ุตูุงุช
ู
โYang benar adalah yang mengatakan bahwa meluruskan shaf adalah wajib sebagai konsekuensi dari perintah yang ada, tetapi itu bukan termasuk kewajiban-kewajiban shalat yang jika ditinggalkan akan merusak shalat.โ (Imam Al โAini, โUmdatul Qari, 8/455)
Imam Al โAini pun mengatakan wajib dalam kitab lainnya:
ูุฅู ููู: ูููู- ุนููู ุงูุณูุงู
-:" ุฃููู
ูุง ุตููููู
" ุฃู
ุฑ ูุงุฑูู ุงูุชูุฑุงุฑุ ูุฐูุฑ ู
ุนู ุงููุนูุฏ ุนูู ุชุฑููุ ูููุจุบู ุฃู ุชููู ุฅูุงู
ุฉ ุงูุตููู ูุงุฌุจุง. ููุช: ููููู ูุงุฌุจุงุ ููููู ููุณ ู
ูู ูุงุฌุจุงุช ุงูุตูุงุฉ ุจุญูุซ ุฅูู ุฅุฐุง ุชุฑููุง ุฃูุณูุฏ ุตูุงุชู ุฃู ููุตูุงุ ููููู ุฅุฐุง ุชุฑููุง ูุฃุซู
.
Maka, jika dikatakan bahwa sabdanya โโAlaihis Salam- : โlurus dan rapatkanlah shaf kalianโ merupakan perintah yang berulang-ulang, dan juga disebutkan adanya ancaman kalau meninggalkannya, maka meluruskan shaf itu menjadi perkara yang wajib. Aku berkata: maka hal itu memang wajib, tetapi bukan termasuk kewajiban shalat yang jika ditinggalkan membuat shalatnya rusak (batal) atau berkurang, tetapi meninggalkannya adalah berdosa. (Imam Al Aini, Syarh Abi Daud, 3/212)
Yang pasti, merapatkan dan meluruskan shaf adalah budaya shalat pada zaman terbaik Islam. Sampai- sampai Umar memukul kaki Abu Utsman Al Hindi untuk merapatkan shaf. Begitu pula Bilal bin Rabbah telah memukul bahu para sahabat yang tidak rapat. Ini diceritakan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari, 2/210), dan Imam Al โAini (โUmdatul Qari, 8/463. Maktabah Misykah)
Demikianlah perselisihan para imam kaum muslimin tentang hukum merapatkan shaf dalam shalat.
Kenyataannya.., mempertahankan rapat shaf (dgn bersentuhan bahu, lutut, dan mata kaki) secara terus menerus sejak awal shalat sampai selesai adalah hal yg sulit bagi jamaah. Maka, wajar jika Syaikh Utsaimin memfatwakan hal itu paling mungkin terjadi di awal shalat saja.
Wallahu A'lam
๐ฟ๐ฟ๐ฟ๐ฟ
FN