Rabu, 11 Juni 2014

Menakar Semangat Dakwah


Sebagaimana diketahui, meski setiap kita memahami bahwa aktivitas dakwah adalah aktivitas yang mulia, namun dalam pelaksanannya, seringkali kita temui pelaku-pelakunya ‘tidak seperti apa yang kita pahami’.

Dalam hal ini, kita ingin memahami lebih jauh bahwa dalam menjalani aktivitas dakwah ini, akan sangat ‘berbahaya’ jika modal kita hanya semangat. BONEK alias bondo nekat (modal nekat), gitu istilahnya.

Lho, mengapa semangat kok malah berbahaya ?
Tentunya semangat yang berbahaya disini adalah semangat yang modalnya hanya NEKAT, bukan didasari  ILMU dan PEMAHAMAN.

bagi kita, keberhasilan dakwah yang kita lakukan sangat bergantung pada 3 hal :

Pertama, marhalah dakwah serta penanaman prinsip-prinsip dan keimanan di dalam hati harus menjadi prioritas utama, mendahului aktivitas lainnya. Meskipun marhalah ini sangat lama dan panjang, keteguhan para aktivis dakwah padanya dan kesungguhan mereka dalam berjihad didalamnya, akan dapat menyukseskan marhalah-marhalah berikutnya dan dapat memberikan buah yang masak dan menyenangkan. (untuk lebih jelasnya lihat kembali materi/taujihat lama tentang Urgensi Tarbiyah, terutama yang membahas bahwa karakter tarbiyah itu adalah PANJANG, tapi hasilnya PATEN)

Kedua, mencetak kader yang akan memikul dakwah, mengatur langkah-langkah perjalanannya, dan memenuhi setiap kekosongan didalamnya. Betapapun kuatnya suatu pergerakan dakwah, atau lembaga, bila ia tidak secara kontinu membina kader, maka akan terancam kehancuran, tiada berapa lama lagi tokoh-tokohnya hilang dan pada saatnya nanti ia pun akan menghilang juga.

Ketiga, mensuplai hati dan ruhani dengan makanan yang dapat menjaga keberlangsungan aktivitas dakwah dan semangat para kadernya, serta mengganti kekuatan yang tekah mereka curahkan. Sebab, seorang kader dakwah itu seperti lampu, bila energinya habis, maka akan segera padam. Masalah ini sangat penting, sebab jika tidak segera dilakukan maka jiwa akan menjadi futur dan perasaan menjadi dingin, akhirnya mundur.
Dengan demikian, yang menjadi tolok ukur bukan hanya semangat. Juga bukan hanya kepercayaan pada pengorbanan, tetapi pada keistiqamahan dan kesinambungan (istimrar). Hal ini tak akan terwujud kecuali dengan tarbiyah ruhiyah serta pembekalan hati dengan keimanan dan dzikir.

Kader dakwah harus menstabilkan semangat dan emosinya.
Sebab, orang yang hanya berbicara tidak sama dengan orang yang beramal ; oarng yang sekedar beramal tidak sama dengan orang yang hanya berjihad ; orang yang hanya berjihad tidak sama dengan orang yang berjihad secara produktif dan bijaksana yang dapat mencapai keuntungan paling besar dan paling mulia.

Sejak awal, hal ini sudah diingatkan oleh asy-syahid sayid quthb :” Bisa jadi orang yang paling semangat, paling antusias dan paling berani membabi buta adalah orang yang paling mudah berkeluh kesah, paling duluan mundur dan paling kalah saat menjumpai keseriusan dan saat terjadi sebuah peristiwa."

Bahkan bisa jadi ini menjadi sebuah kaidah.
Sebab semangat, antusiasme dan keberanian yang membabi buta biasanya muncul dari kurangnya pemahaman dan kurangnya perhitungan terhadap hakikat beban yang akan dipikul, bukan muncul dari sikap syaja’ah (keberanian), sikap tahan uji dan kekuatan tekad.

Sebaliknya, orang-orang yang dapat mengendalikan jiwa, menanggung kesulitan dan gangguan beberapa saat, menyiapkan perbekalan untuknya, dan mengenali hakikat beban yang akan dipikul serta sejauh mana kekuatan jiwanya dalam memikul beban tersebut, akan mampu bersabar, tidak tergesa-gesa dan menyiapkan segala sesuatunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar