Ketika lagi beres-beres buku, tersembul buku Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami, tulisan ust M Lili Nur Aulia. Meski sudah beberapa kali membacanya, rasanya selalu ada sesuatu yang bisa menggerakkan semangat dakwah ini..
Untuk saudara-saudara kami di jalan dakwah , tulisan ini adalah
catatan kecil dari perjalanan panjang kita. Agar kita lebih merasakan
kesyukuran dan ketundukan kepada Allah SWT atas karunia-Nya kita berada
dalam kebersamaan ini. Berbahagialah dan berbanggalah karena Allah telah
memilih kita berada di jalan ini. Allah SWT telah mengistimewakan kita
menerima nikmat berjama’ah dan ini adalah karunia terbaik yang kita
terima setelah karunia keimanan kepada Allah SWT. Karunia yang tidak
kita dapat karena nasab, status, harta maupun ilmu. Tapi ia semata-mata
karunia Allah SWT Yang Maha Rahman, Yang menuntun langkah kita hingga
sampai di sini, di jalan ini, pada detik ini. Allah SWT berfirman : “
Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu daripadanya.” (QS. Ali Imran : 103)
Nikmat ini tidak boleh direndahkan, diremehkan apalagi dipermainkan.
Kita harus menjaga dan memelihara nikmat yang teramat agung ini. Dan
kita wajib merasa khawatir andai nikmat itu hilang.
“ Ya Tuhan kami, jangan Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah
kepada kami rahmat di sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha
Pemberi (karunia). “ (QS Ali Imran : 8)
Dari Sini Kami Memulai
“ Jalan Dakwah mengajarkan bahwa kami memang membutuhkan dakwah.
Kebersamaan dengan saudara-saudara di jalan ini semakin menegaskan bahwa
kami harus hidup bersama mereka di jalan ini agar berhasil dalam hidup
di dunia dan di akhirat “.
Mengapa Berada di Jalan Dakwah ?
Kami ingin seperti para pendahulu kami di jalan ini yang telah banyak
memperoleh pahala dan keridhaan Allah karena peran-peran dakwahnya. Dan
karena itulah, kami memang sangat membutuhkan jalan ini, sebagai
penyangga kebahagiaan dunia dan akhirat kami. Tidak heran, jika para
penyeru kebaikan, menjadi alasan turunnya limpahan rahmat dan kasih
sayang Allah SWT. Tak ada makhluk Allah yang dapat dukungan dan do’a
seluruh makhluk-Nya kecuali mereka yang mengupayakan perbaikan dan
berdakwah. Sebagaimana sabda Rasululllah SAW, “ Sesungguhnya Allah, para
malaikat, semut yang ada di dalam lubangnya, bahka ikan yang ada di
lautan akan berdo’a untuk orang yang mnegajarkan kebaikan kepada
manusia. “ (HR. Tirmidzi)
Allah SWT menjelaskan tiga kelompok manusia dalam masalah ini. Mereka
adalah, kelompok penyeru dakwah yang salih, kelompok salihin tapi tidak
menyerukan dakwah dan orang-orang yang mengingkari dakwah. Allah SWT
berfirman : “ Dan (ingatlah) ketika suatu kaum di antara mereka berkata:
“ Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau
mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “ Agar
kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan
supaya mereka bertaqwa. “ Maka tatkala mereka melupakan apa yang
diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orang-orang yang melarang
dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim
siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. “ (QS. Al
A’raf 164-165)
Nash Al-Qur’an itu merupakan peringatan bagi kami. Bahwa meninggalkan
peran dakwah, tidak pernah diterima apapun alasannya. Bahkan bisa jadi
sikap tersebut menundang kemarahan Allah (Musafir fi Qithari ad Da’wah,
Dr. Abdil Abdullah Al Laili, 195).
Ada pula hadits Rasulullah SAW yang lainnya, Abu Bakar RA mengatakan,
“ Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya
manusia jika mereka melihat kemungkaran dan mereka tidak merubahnya,
dikhawatirkan mereka akan diratakan oleh Allah SWT dengan azab-Nya”.
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
Teman-Teman Pilihan
Hendaknya teman yang menemaninya dalam perjalanan itu adalah orang
yang bisa membantunya dalam menjalankan prinsip agama, mengingatkannya
tatkala lupa, membantu dan mendorongnya ketika ia tersadar. Sesungguhnya
orang itu tergantung agama temannya. Dan seseorang tidak dikenal
kecuali dengan melihat siapa temannya….” (Ihya ‘Ulumiddin, 2/202)
Kami dan Amal Jama’i
Realitas yang kami lihat sendiri bahwa manusia cenderung akan menjadi
lemah ketika bekerja seorang diri.. Sebaliknya akan menjadi kuat dan
berdaya ketika ia besama-sama dengan yang lain. Ada juga realitas
lainnya, bahwa siapapun yang berusaha mewujudkan sesuatu, meskipun
mereka telah ikhlas dalam melakukannya, tetapi tidak akan banyak memberi
pengaruh untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan jika ia melakukannya
sendirian. Kesendiriannya itu menyebabkan upaya yang mereka lakukan
menjadi lemah dan minim efeknya.
Bekerja untuk Islam mutlak memerlukan sebuah organisasi, perlu adanya
pimpinan yang bertanggung jawab, membutuhkan adanya pasukan dan anggota
yang taat, harus memiliki peraturan mendasar yang mengikat dan menata
hubungan antara pimpinan dan anggota, harus ada yang membatasi tangung
jawab dan kewajiban, menjelaskan tujuan dan sarana serta semua yang
diperlukan oleh suatu aktifitas dakwah dalam merealisasikan tujuannya.
Dalam kebersamaan itulah kami menempuh jalan dakwah ini.
Perjalanan ini Mutlak Memerlukan Pemimpin
Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik
akhlaknya, paling lembut dengan teman-temannya, paling mudah terketuk
hatinya dan paling mungkin dimintakan persetujuannya untuk urusan
penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam
untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada
keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. Alam ini menjadi teratur karena
pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin, 2/202)
Kami telah mempercayai para pemimpin itu sebagai pemandu perjalanan
kami. Maka, setelah proses syuro berlangsung, apapun keputusannya,
itulah yang akan kami pegang untuk dijalankan. Kami yakin, keputusan
syuro itu tidak pernah keliru. Dan keputusan itu bersifat Multazam
(Mengikat).
Meskipun mungkin saja akibat pelaksanaan satu keputusan syuro
memunculkan situasi yang tidak maslahat. Tapi sebuah keputusan yang
dilandasi dengan syuro tidak pernah salah. Itulah yang juga disampaikan
kepada kami oleh Ustadz Sa’id Hawa rahimahullah, bahwa hasil syuro tidak
pernah salah. Karena mekanisme itulah yang dijabarkan oleh Islam untuk
menentukan langkah yang dianggap paling benar. Jika pada akhirnya,
keputusan itu ternyata tidak memberikan kesudahan seperti yang
diharapkan, maka proses syuro kembali yang akan menindaklanjuti
kekeliruan itu.
Jalan ini, Miniatur Perjalanan Sesungguhnya
Kebersamaan kami bukan tanpa perselisihan. Boleh jadi ada di antara
kami yang mengalami kesenjangan hubungan karena satu dan lain hal.
Padahal, keharusan kami untuk bersama dan kemungkinan kami berselisih,
adalah dua kutub yang saling berlawanan. Kebersamaan membutuhkan
kesepakatan, kekompakan, kesesuaian, kedekatan dan keintiman. Sementara
perselisihan bisa mengaktifkan kesenjangan, ketidaksukaan, kebencian,
hingga keterpisahan.
Tiga Karakter Penempuh Perjalanan
Kelompok Zaalimun Li Nafsihi, adalah orang-orang yang lalai dalam
memepersiapkan bekal perjalanan. Mereka enggan untuk mengumpulkan
apa-apa yang membuatnya sampai tujuan.
Kelompok Muqtashid, adalah mereka mengambil bekal secukupnya saja
untuk bisa sampai ke tujuan perjalanan. Mereka tidak memperhitungkan
bekal apa yang harus dimilki dan mereka bawa jika ternyata mereka harus
menghadapi situasi tertentu, yang menyulitkan perjalanannya.
Kelompok Saabiqun Bil Khairaat, yakni orang-orang yang obsesinya
adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Mereka membawa
perbekalan dan barang dagangan lebih dari cukup karena mereka tahu hal
itu akan memberi keuntungan besar baginya. Selain itu mereka juga tahu
bahwa di tengah perjalanan ini, sangat mungkin mereka mengalami situasi
sulit yang membutuhkan perbekalan tambahan. (Thariqul Hijratain, 236).
Begitu pentingnya, bekal ketaqwaan yang erat kaitannya dengan modal
ruhiyah kami di jalan ini, maka setiap kali ketaqwaan kami melemah, pada
saat itu intensitas dakwah kami menurun. Dan ketika tingkat ketaqwaan
kami berkurang dari seharusnya, ketika itulah kami mengalami situasi
futur (kelemahan) untuk meneruskan perjalanan ini. Seperti itulah
pelajaran yang kami temukan dalam diri kami, dan juga saudara-saudara
kami di jalan ini.
Ketika Kami Membangun Kebersamaan
“ Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak
juga harus semuanya ada di bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan
memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu
bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.”
Menjadi Batu Bata dalam Bangunan ini
Kebersamaan kami di jalan ini adalah karena kehendak kami untuk ambil
bagian dalam bangunan besar ini. Maka, sebagaimana proses membangun
sebuah bangunan pada umumnya, tukang batu pasti akan memilah-milah batu
bata mana yang akan ia tempatkan pada bangunannya. Tak semua batu bata
diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada di
bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan memotong batu bata
tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih
kosong guna melengkapi bangunannya.
Batu Bata yang Unik dan Khas Jalan ini
Para sahabat dan salafus sholeh menerima dan mengejar kekhususan itu
agar memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT. Di jalan dakwah ini,
kami memiliki saluran yang amat banyak untuk mewujudkan kekhususan yang
kami miliki dengan berkontribusi di jalan ini. Kami memetik hikmah dari
perjalanan mereka, dan kami berharap semoga jalan dakwah ini bisa
memproses kami hingga kami memiliki amal-amal unggulan yang menjadi
keistimewaan kami di sisi Allah melalui jalan ini.
Untuk Menolong, Bukan Ditolong
Sesungguhnya di jalan inilah kami semakin mendalami makna kehidupan
yang bersumber dari keberartian bagi orang lain. Kehidupan seseorang
menjadi lebih berharga ketika ia mempunyai saham dan peran bagi orang
lain. Dan kehidupan akan menjadi miskin makna dan rendah nilainya ketika
hanya banyak bermanfaat bagi lingkup pribadi. Filosofi inilah yang
menyebabkan kami menikmati kesibukan berpikir dan melakukan banyak
aktifitas dakwah di antara kesibukan lain yang menyertai kami. Di sini,
kami lebih merasakan pengaruh firman Allah “ Jika kalian menolong
(agama) Allah, niscaya Dia (Allah) menolong kalian dan mengokohkan
pijakan kaki kalian.” (Muhammad 9)
Kebersamaan Kami Terikat Lima Hal
Pertama, Rabithatu al ‘aqidah (Ikatan Aqidah). Tali ikatan aqidah
islamiyah yang menyatukan kami dengan jalan ini. Kesamaan imanlah yang
menghimpun dan mengikat kami bersama saudara-saudara kami di sini.
Kedua, Rabithatu al fikrah (ikatan pemikiran). Sejak awal,
kebersamaan kami di jalan ini memang dibangun oleh kesamaan cita-cita
dan pemikiran. Kami disatukan oleh kesamaan ide, gagasan, keinginan dan
cita-cita hidup yang kami yakini merupakan sarana yang bisa menyampaikan
kami kepada keridhaan Allah SWT.
Ketiga, Rabithatu al ukhuwwah (ikatan persaudaraan). Tak ada yang
melebihi warna jiwa kami setelah keimanan kepada Allah, kecuali suasana
persaudaraan karena Allah SWT di jalan ini. Kami di jalan ini, terikat
dengan ruh persaudaraan yang tulus. Ruh persaudaraan yang tersemai
melalui kebersamaan kami berjalan dan memenuhi banyak tugas-tugas dakwah
yang kami jalani. Kami berharap, persaudaraan kami di jalan ini adalah
seperti yang digambarkan oleh Rasulullah, tentang golongan orang-orang
yang dinaungi Allah di hari kiamat. Di mana salah satu golongan itu
adalah : Orang yang saling bercinta karena Allah, bertemu karena Allah
dan berpisah karena Allah SWT.
Keempat, Rabithatu at tanzhim (ikatan organisasi). Perencanaan dan
keteraturan langkah-langkah kami di jalan ini, sudah tentu menandakan
kami harus pula memiliki sebuah organisasi yang mengatur kami. Dalam
organisasi dakwah ini, berlakulah ketentuan sebagaimana orang yang
bekerja di dalam sebuah perusahaan, dan harus terikat dengan ragam
peraturan yang diberlakukan. Seperti itulah kebersamaan kami di jalan
ini.
Kelima, Rabithatu al ‘ahd (ikatan janji). Dijalan ini, kami
masing-masing telah mengikrarkan janji. Janji yang paling minimal adalah
janji yang tercetus dalam hati kami, dalam diri kami sendiri, kepada
Allah SWT. Atau bahkan, juga janji kepada saudara-saudara perjalanan
untuk tetap setia dan mendukung perjuangan. Kami terikat dengan dua
jenis janji itu.
Yang Melemahkan Ikatan dalam Amal Jama’i
Mengetahui sebab-sebab orang yang meninggalkan amal jama’i bukan
perkara mudah. Terlebih bila yang bersangkutan tidak berterus terang
tentang latar belakang sikapnya. Perlu pendekatan yang bertahap,
sungguh-sungguh, hingga akhirnya bisa ditemukan penyebabnya dan
dicarikan jalan keluarnya.
Dalam hal ini, tentu saja musharahah (keterusterangan) serta
kejujuran menjadi penting bagi kami dan saudara-saudara kami.
Sesungguhnya kepercayaan antara kami akan semakin terbentuk kuat dengan
adanya keterusterangan ini. Dari keterusterangan, semua persoalan bisa
dicari pangkal masalahnya.
Tsiqah, sebagai Maharnya
Jika kesatuan barisan umat ini dibangun dengan mempersatukan
keyakinan, mempersatukan hati, mempersatukan niat, mempersatukan tujuan,
dan mempersatukan manhaj (jalan hidup), yang semuanya mengacu pada Al
Qur’an dan As Sunnah, maka kebangkitan dan kemenangan umat Islam akan
semakin dekat kita raih.
Promosi Penempatan di Jalan Dakwah
Pertama, kami harus bertanya lebih dahulu kepada diri sendiri.
Mengapa kami di sini? Untuk siapa amal yang kami lakukan? Dan apa yang
kami kehendaki dengan amal ini? “ Barang siapa berperang untuk
meninggikan kalimat Allah, maka orang itu berada di jalan Allah.”
Kedua, kami harus menunaikan tugas yang telah dibebankan dengan
sebaik-baiknya. Jangan sampai ketidakpuasan terhadap posisi tertentu
membuat malas menunaikan tugas dan kewajiban.
Ketiga, kami harus membiasakan untuk menunjukkan keahlian dan
memperkenalkannya dengan baik kepada pemimpin dan saudara-saudara di
jalan ini. Tidak memendam pendapat yang menurut kami bermanfaat,
meskipun pendapat pimpinan berbeda.
Keempat, terus terang kepada sesama saudara dan pimpinan tentang
permasalahan yang ada kaitannya dengan dakwah dan mengusik. Garis lurus
itu biasanya lebih dekat dengan kedua titik.
Maka ketika kami
mengeluarkan uneg-uneg, garis itu menjadi lurus dan membuat kami tenang.
Di samping itu, permasalahan menjadi jelas bagi semuanya. Namun jika
masalah itu dipendam, tentu kegundahan kian membesar dan bercabang
sehingga syetan pun beraksi untuk membesarkannya lagi dengan godaan dan
bisikannya. Kami jadi terbakar dari dalam. Lalu hal itu akan mengganggu
keimanan dan kejiwaan kami.
Kelima, selalu berharap kepada Allah melalui doa dalam sholat, sujud
dan waktu-waktu mulia agar dikaruniakan amal salih yang mendekatkan kita
kepada-Nya. Juga agar Allah menuntun kita untuk melakukan kebaikan,
kebenaran, dan merubah kami menjadi lebih baik. Agar kami diselamatkan
dari fitnah kedudukan dan kepemimpinan di mana kami tidak mampu
menunaikannya.
Perjalanan Beraroma Semerbak
“ Dalam hidup ini, setiap orang mempunyai kelompok dan jamaahnya
sendiri-sendiri. Dan setiap kelompok mempunyai simbol dan syiarnya
sendiri-sendiri. Tapi setiap orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh
al-haq, maka ia akan tercerai berai oleh kebatilan. “
Indahnya Kebersamaan di Jalan Dakwah
Boleh saja orang menganggap keterikatan kami di jalan ini, membawa
kerugian materiil untuk kami. Itu karena mereka melihat, banyak energi
yang kami kontribusikan untuk kepentingan perjuangan kami di jalan ini.
Silahkan saja, jika ada orang yang memandang kami sebagai orang yang tak
beruntung karena meluangkan banyak rentang waktu untuk kepentingan
orang lain, sementara diri kami sendiri tampak belum mapan. Tapi
sebenarmya, melalui jalan ini, kami justru mendapatkan suatu hal yang
lain.
Kewajiban Memang Lebih Banyak dari Waktu
Kami mengerti, tanpa terget-target seperti ini dan tanpa evaluasi
yang dilakukan bersama saudara-saudara kami di jalan ini, kami akan
terbunuh oleh waktu luang yang kami miliki. Kami juga mengerti bahwa
tanpa hambatan kegiatan dakwah yang kami dapatkan di jalan ini,
waktu-waktu hidup kami menjadi lebih mungkin terisi dan disibukkan oleh
urusan-urusan yang bathil. Karena itulah jalan dakwah telah menolong
kami.
Agenda di jalan dakwah begitu banyak mengisi hari-hari kami.
Sampai-sampai, tidak sedikit para penempuh jalan ini, yang merasakan
kurangnya jumlah hari dalam satu pekan, disebabkan banyaknya kegiatan
yang akan mereka lakukan. Di jalan dakwahlah kami lebih mengerti dan
menghayati ungkapan Imam Hasan Al Banna rahimahulullah, “al waajibaat
aktsaru minal awqaat”. Bahwa kewajiban itu lebih banyak ketimbang waktu
yang tersedia.
Memetik Buah Manfaat dari Kelebihan Saudara
Maka, di jalan inilah kami lebih tajam membaca variasi
kelebihan-kelebihan itu. Di jalan ini kami merasakan pantulan cermin
dari keistimewaan itu, dan mencoba menghayati sabda Rasulullah SAW
tentang pintu-pintu surga.
Atmosfir Kesalihan dari Saudara Shalih
Pertemuan kami dengan mereka, ternyata membawa pengaruh ruhaniyah
yang begitu hebat. Kami bisa merasakan suplay energi ruhiyah yang besar
saat kami bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Kami merasakan adanya
suasana batin yang baru, yang mendorong dan memotivasi kami untuk lebih
banyak melakukan amal-amal shalih.
Perasaan itu, bahkan muncul tanpa
mereka harus memberikan nasihat dan tausiyahnya untuk kami. Karena kami
sudah biasa merasakan pengaruh aura keshalihan itu, sejak kami melihat,
mendengar suara mereka. Sebagaimana Yunus bin Ubaid mengakui kenikmatan
besar ketika melihat Al Hasan Al Bashri rahimahulullah. Ia mengatakan
“Seseorang bila melihat kepada Al Hasan Al Bashri, akan menerima manfaat
dari dirinya, meski orang itu tidak melihat Al Hasan Al Bashri beramal
dan tidak melihat ia mengeluarkan ucapan apapun.” (Risalah Al
Mustarsyidin, Abi Abdillah Al Haris Al Muhasibi, Hal.60).
Amal Shalih yang Tersembunyi
Pertama, tatkala dalam perkumpulan itu, satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan.
Kedua, ketika dalam perkumpulan itu pembicaraan dan pergaulan antar mereka melebihi kebutuhan.
Ketiga, ketika pertemuan mereka menjadi keinginan syahwat dan
kebiasaan yang justru menghalangi mereka dari tujuan yang diinginkan.
(Al Fawa-id, 60).
Pemimpin yang adil, orang yang hatinya terkait dengan mesjid ketika
ia sedang berada di luar masjid sampai ia kembali ke masjid, dua orang
yang saling mencinta karena Allah bertemu karena Allah dan berpisah
karena Allah, orang yang berdzikir kepada Allah dalam kondisi seorang
diri hingga kedua air matanya menangis, orang-orang yang dipanggil oleh
seseorang wanita kaya dan cantik tapi orang tersebut mengatakan: “
Sesungguhnya aku takut kepada Allah rabbul ‘Alamiin”, dan orang yang
bersedekah tapi ia menyembunyikan amalnya sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (HR Bukhari
Muslim).
Amal Shalih Harus Tetap Ditampilkan
Pertama, amal-amal shalih yang diperintahkan Allah swt tidak boleh
terhalang karena kekhawatiran riya. Allah swt tetap memerintahkan amal
salih itu tetap dilakukan, dengan tetap berupaya ikhlas saat
melakukannya.
Kedua, prinsip yang dipegang para salafushalih, adalah penilaian atas
yang lahir, tidak menghukumi yang tidak terlihat. Seperti perkataan
Umar bin Khattab ra, “Barang siapa yang kami lihat ia melakukan
kebaikan, maka ia akan kami sukai. Dan barang siapa yang kami lihat ia
melakukan keburukan, kami benci. Meskipun ia mengatakan bahwa dibalik
yang lahir itu adalah kebaikan.”
Ketiga, keraguan menampilkan dan melakukan amal-amal shalih karena
riya, akan menambah tekanan bagi orang-orang yang melakukan amal shalih.
Keempat, tuduhan dan anggapan bahwa kebaikan adalah riya, adalah perilaku orang-orang munafiq.
Membina Orang Lain Sama dengan Diri Sendiri
Tapi di sisi lain, ternyata interaksi kami dalam jalan dakwah dan
upaya kami mengkader serta membina para objek dakwah, mengharuskan kami
untuk terus bercermin dan berhati-hati. Kami tidak boleh ceroboh dan
mudah melemah. Karena kami tahu dan semakin menyadari bahwa keberhasilan
dakwah selalu merupakan turunan dari adanya qudwah dalam kaderisasi
dakwah yang kami jalankan.
Pelajaran ini bukan hanya kami pelajari dari
teori “An naas ‘alaa diini muluukihim” (manusia itu tergantung agama
rajanya), tapi kami rasakan langsung dalam aktifitas dakwah dan
pembinaan. Maka dari sinilah kami memperoleh pelajaran besar dari
keberadaan kami di jalan dakwah. Mendakwahkan orang lain, pada dasarnya
adalah mendakwahkan diri sendiri. Menasehati orang lain adalah pada
dasarnya menasehati diri sendiri. Membina orang lain di jalan ini, sama
dengan membina diri sendiri.
Berpikir Negatif Melemahkan dan Menghancurkan Semangat
Kami berusaha membicarakan yang baik-baik tentang saudara-saudara
kami. Dan berupaya meminimalisir pembicaraan tentang aspek negatif
tentang saudara-saudara kami. Sebagaimana ribuan halaman dan ratusan
jilid kitab para ulama yang menceritakan kehidupan para sahabat
Rasulullah saw serta salafushalih, yang sangat sedikit menceritakan sisi
negatif kehidupan mereka, kecuali dalam konteks memberi ibrah dan
pelajaran berharga.
Para salafushalih, sangat jarang membicarakan
kekurangan sahabat dan orang-orang yang mereka kenal. Tentu bukan karena
mereka adalah orang-orang suci yang tidak mempunyai catatan negatif,
tapi seperti itulah salah satu wujud persaudaraan para salafushalih. Dan
karena sikap mereka itulah, yang memompa keyakinan kami serta mendorong
semangat dakwah kami.
Ketika Melewati Jalan Mendaki
Begitulah, jalan dakwah ini mengajarkan bahwa sebaiknya kami melihat
kepada diri kami terlebih dahulu, melakukan prasangka baik kepada orang
lain, sampai jelas suatu kebenaran itu benar dan kesalahan itu
kesalahan.
Mengkaji yang Tersirat dari yang Tersurat
Tapi, pelajaran dakwah ini mengajarkan kami, bahwa langkah pertama
yang kami lakukan saat kami mendapatkan situasi yang tidak kondusif
dalam kebersamaan ini adalah, memeriksa diri kami terlebih dahulu. Kami
tidak mensakralkan kelompok tertentu, atau individu tertentu, tapi kami
juga tidak terbiasa meratakan kesalahan atas seluruh kelompok anggota
tertentu.
Tidak semua individu dalam satu kelompok harus bertanggung
jawab atas kekeliruan beberapa individu dalam kelompok tersebut,
meskipun kelompok yang keliru itu adalah termasuk jajaran pimpinan di
dalamnya. Kami tidak berdiri di atas prinsip “pemimpin selalu benar”.
Maka, disaat kami atau ada saudara-saudara kami merasakan kekecewaan
bahkan kebencian karena perilaku saudara-saudaranya yang lain di jalan
ini, hendaknya tidak menggeneralisir kekeliruan itu pada seluruh
individu dalam perjalanan ini.
Tidak semua mereka melakukan kesalahan,
karena mungkin sekali itu adalah kesalahan individu yang bisa dihitung
oleh jari tangan. Dan itu jugalah yang terjadi di zaman sahabat
radiyallahu anhu. Kesalahan individu mereka juga tidak melepaskan
kehormatan dan kemuliaan generasi sahabat secara keseluruhan yang penuh
dengan kebaikan bahkan menjadi simbol keutamaan generasi yang terbaik.
Begitulah, jalan dakwah ini menhajarkan kami sebaiknya kami melihat
kepada diri kami terlebih dahulu, melakukan prasangka baik kepada orang
lain, sampai jelas suatu kebenaran itu benar dan kesalahan itu
kesalahan. Dan jika keburukan yang kami duga itu benar, maka kami harus
menempuh mekanisme penyampaian nasihat dengan baik dan benar. Dengan
memilih kalimat yang baik, memilih waktu dan tempat yang tepat,
menampakkan rasa cinta dan keikhlasan yang tulus, dan semacamnya.
Antara Objektivitas dan Sakralisme
Menghadapi kemungkaran yang terjadi dalam sebuah organisasi dakwah
harus dilakukan secara bertahap, terprogram dan diteliti
permasalahannya. Bukan dengan mengembangkan wacana untuk meninggalkan
organisasi dakwah yang sebenarnya kami yakin bahwa organisasi itu
merupakan jalan kebenaran. Jalan kebenaran tidak boleh kami tinggalkan
dengan alasan adanya personil yang tidak sejalan dengan misi kebenaran
itu. Karena kami menyimpulkan bahwa lari dari kewajiban meluruskan dan
memperbaiki, dengan meninggalkan jamaah dakwah, itu sama sekali tidak
memberi maslahat untuk mengusir kerusakan yang ada. Situasinya mirip
dengan seseorang dokter yang lari meninggalkan tugas mulianya mengobati
pasien yang sedang sakit.
Kesalahan adalah Resiko sebuah Aktivitas
Kesalahan substansial justru terjadi ketika seorang dai mundur dari
aktivitas dakwah dan berdiam diri dengan alasan memelihara diri agar
tidak menyeleweng dari ajaran Allah. Padahal sebenarnya kemunduran dan
diamnya adalah kesalahan dan penyelewengan dari ajaran Allah SWT. Tentu
saja kekeliruan itu tetap kami sikapi secara benar. Dalam arti,
kekeliruan seorang saudara harus diluruskan dengan adab dan cara-cara
yang baik.
Dengan tujuan baik, metode yang baik, obkjektivitas dan
dengan kelapangan dada di antara kami (penasehat maupun yang
dinasehati).
Mundur dari Dakwah, Mungkinkah???
Jika olahragawan bisa mengalami masa pensiun karena usianya yang
renta dan kekuatan fisiknya yang melemah. Jika seorang pegawai akhirnya
menemui saat pensiun karena usianya telah melewati batas ketentuan umum
kepegawaian. Jika seorang artis harus meninggalkan pentas karena
keterampilan dan keindahan aktingnya telah digerogoti usianya. Tapi para
juru dakwah, tidak mengenal kamus pensiun dan berhenti dari panggung
dakwahnya. Kami dan saudara kami di jalan ini tidak mengetahui ada
kondisi yang mengharuskan kami mundur dari gelanggang dakwah karena
faktor usia, kemampuan fisik yang menurun, pikiran yang sulit
difungsikan secara maksimal, atau bahkan karena kondisi eksternal yang
memaksa kami untuk mundur. Singkatnya, kondisi apapun tidak akan
menyebabkan kami ‘uzlah atau pergi meninggalkan jalan ini.
Nasihat adalah Tiang Penyangga
Nasihat, kritik, teguran, aspirasi, benar-benar kami perlukan di
jalan ini. Siapapun kami. Kami tidak membayangkan andai perjalanan ini
berlalu tanpa ada teguran, nasihat, kritik, yang sampai kepada kami.
Sesungguhnya mendegarkan nasihat, teguran, maupun kritik itu adalah
pahit. Tapi keberadaannya seperti seseorang memakan obat yang tidak
enak. Sedangkan manfaatnya adalah pelurusan dan keinsyafan. Sesungguhnya
hak yang wajib ditunaikan dari persaudaraan adalah bersungguh-sungguh
menyampaikan nasihat dan saling melarang yang tidak baik untuk
memelihara kebenaran di antara dua saudara.
Demikianlah, keterpeliharaan persaudaraan kami justru ditopang oleh
nasihat. Jika kami mengabaikan nasihat, persaudaraan kami justru akan
mudah hancur. Kami di jalan ini, harus berusaha lapang menerima
kritikan, masukan, nasihat, dari sesama saudara. Dan kami di jalan ini,
juga harus mampu menyampaikan nasihat, kritikan, masukan dengan
adab-adabnya untuk saudara-saudara kami.
Kesejukan yang Meringankan Langkah
Keletihan itu, akan menjadi beban ketika kami merasakannya sebagai
keletihan fisik yang tidak diikuti oleh keyakinan ruhiyah. Maka
sesungguhnya kesempitan di jalan ini, pasti menyimpan hikmah luar biasa
yang akan tercurah dalam bentuk rahmat Allah swt.
Saling berdo’a di antara sepi
Jalan dakwah membawa kami tiba di sebuah komunitas do’a. Perkumpulan
orang-orang beriman yang saling mendo’akan. Di mana kami mendo’akan
saudara-saudara kami. Kemudian saudara-saudara kami pun mendo’akan kami.
Inilah persekutuan do’a yang luar biasa, karena kami semua memerlukan
do’a dari siapapun, terlebih orang-orang beriman dan shalihin. Kami
yakin dengan firman Allah swt. “ Dan Dia memperkenankan (doa)
orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah
(pahala) kepada mereka dari karunia-Nya (QS Asy Syu’ara : 26).
Keberkesanan Membaca Sirah Orang-orang Shalih
Keterpengaruhan ini sesungguhnya sulit dirasakan oleh mereka yang
tidak berada di jalan dakwah. Di antara kami, ada yang sungguh-sungguh
tenggelam dalam alur perjuangan mereka sehingga memotivasi kami secara
kuat untuk terus berjalan dan melanjutkan perjuangan mereka di atas
jalan dakwah. Kami merasakan bahwa apa yang kami alami, adalah bagian
dari mata rantai perjuangan yang juga mereka perjuangkan. Jengkal demi
jengkal langkah kami, seperti bagian dari perjalanan panjang para
pejuang itu hingga menjadikan kami kuat dan bertahan untuk melanjutkan
perjalanan.
Kesulitan yang Menambah Kekuatan
Imam Hasan Al banna menjelaskan tentang karakteristik pejuang dakwah
adalah orang-orang yang tidak tidur sepenuh kelopak matanya, makan
seluas mulutnya, tertawa selebar rahangnya dan menunaikan waktunya dalam
senda gurau permainan yang sia-sia. Jika itu yang terjadi, mustahil ia
termasuk orang-orang yang menang atau orang-orang yang tercatat sebagai
barisan mujahidin. Aku bisa menggambarkan karakter seorang mujahid
adalah orang yang telah menyiapkan perbekalan dan persiapannya, yang
selalu memikirkan terhadap dakwah yang ada di setiap sudut jiwanya, dan
memenuhi relung hatinya. Ia selalu dalam kondisi berfikir, sangat
perhatian untuk berdiri di atas kaki yang siap sedia. Jika diseru ia
menjawab atau jika dipanggil ia memenuhi panggilan. Langkahnya, ruhnya,
bicaranya, kesungguhannya, permainannya selalu berada dalam lingkup
medan dakwah yang ia persiapkan dirinya untuk itu.
Bangga dengan Amal Shalih
Kami memperhatikan sabda Rasulullah saw yang memuji kehadiran
orang-orang aneh. “Pada awalnya Islam datang sebagai sesuatu yang aneh
dan akan kembali menjadi sesuatu yang aneh . Maka beruntunglah
orang-orang yang aneh (al ghuraba). “ Para sahabat bertanya, “Siapakah
orang-orang aneh itu, wahai Rasulullah?” Ia menjawab, “Mereka adalah
orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia berada di dalam
kerusakan.” (HR. Muslim).
Menjadi hiduplah nasihat Ustadz Mushtafa Mahsyur dalam jiwa kami.
“Jika anda ragu bekerja karena gentar menghadapi kritikan, pasti anda
tidak akan bisa bekerja selama-lamanya. Tetapi kerjakanlah apa yang anda
yakini kebenarannya, jelas kegunaannya, diridhai oleh Rabbmu dan
terpuji di kalangan para ulama yang ikhlas, meskipun anda dibenci dan
dimaki sepanjang hidupmu oleh para pendengki, tetapi di antara mereka
pasti ada yang senang kepada anda setelah anda meninggal dunia (Mushtafa
As Siba’i, Hakadzaa allamatni al hayaah).
Potensi Besar yang Tersingkap di Jalan Ini
Berapa banyak di antara kami, yang sebelumnya merupakan pribadi yang
tak menghargai diri dan tidak mengenal potensi dirinya, tapi kemudian di
jalan ini kami menemukan perkembangan potensi diri yang lain, yang
sangat kami syukuri. Kedekatan kepada Allah di jalan ini telah membuka
saluran-saluran amal dan kontribusi kebaikan yang begitu banyak, lalu
membuka kesempatan kami melakukan kebaikan apapun sesuai potensi yang
ada. Kami tidak membayangkan, apa jadinya kami bila tidak berada di
jalan ini.
Bergerak Karena Diri Sendiri Bukan Orang Lain
Tidak, Kami adalah da’i yang telah memilih jalan dakwah ini sebagai
pijakan kaki kami. Sosok figur mungkin saja mempesona kami untuk lebih
giat melakukan banyak kontribusi di jalan ini. Tapi bukan itu yang
dominan dalam hati kami. Sosok figur juga bisa melakukan kesalahan, dan
kesalahan itu juga tidak membuat kami tertahan atau meninggalkan jalan
ini. Karena kami telah memilih untuk melangkah di atas kaki kami
sendiri, di atas pemahaman dan keyakinan lubuk hati kami sendiri. Ya,
sekali lagi, karena kami sendiri yang telah memilih jalan ini.
Peristirahatan, Bernama Terminal Canda
Menempuh perjalanan dakwah, meninggalkan pelajaran pada kami tentang
kebutuhan jiwa untuk beristirahat dan tertawa, namun tetap pada porsi
dan batasan etikanya. Pertemuan kami dengan sesama saudara di jalan ini,
hampir selalu diwarnai dengan senyum dan tertawa. Meskipun begitu,
pembahasan yang memerlukan keseriusan berpikir dan ketegasan
berpendapat, tidak terganggu oleh dinamika canda dan tertawa kami. Kami
merasakan, canda-canda yang berkembang di antara kami bisa memberi
energi baru yang mencerahkan jiwa dan pikiran. Bahkan bisa juga
berfungsi untuk menghilangkan kebekuan, mencairkan hubungan, mendekatkan
kembali ikatan batin yang mungkin saja mulai ternoda oleh debu
perjalanan. Senyum dan tertawa, memberikan kesejukan tersendiri dalam
ruang kebersamaan kami di jalan ini.
Kami ingin senyum dan tawa dalam kebersamaan ini seperti yang
dikatakan Ibnu Umar ra tentang sahabat Rasulullah saw. Ketika ia
ditanya, “Apakah para sahabat Rasulullah itu tertawa?” Ibnu Umar
menjawab, “Ya, mereka tertawa, tapi keimanan dalam hati mereka laksana
gunung yang kokoh.”
Perjalanan ini Tidak Boleh Terhenti
Setelah kesulitan melakukan amar ma’ruf dan nahyul mungkar. Setelah
menumpahkan segenap upaya, kesabaran dan lipatan kesabaran. Kami harus
tetap bertahan dan meneruskan perjalanan ini. Kami tidak boleh
tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir dari jalan ini. Kami
tidak boleh tertipu dengan kekuatan kebatilan, karena kebenaran akan
tetap eksis. Jalan ini menunjukkan fakta kepada kami, bahwa perjalanan
bersama kebatilan hanya bergulir satu masa. Sementara perjalanan bersama
kebenaran itu akan berlangsung hingga akhir masa.
“Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, dan cabangnya
(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan
seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat” (QS Ibrahim :25)
Wallahua’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar